Realitas dunia edukasi saat ini, dapat digambarkan bahwa terdapat papan yang tidak terlihat pada setiap institusi edukasi yang bertuliskan Pencarian Uang Adalah Kebaikan Tertinggi. Peserta didik dibentuk menjadi cakram-cakram mesin pencetak uang. Do this and don’t do this, selalu menjadi nyanyian nyaring dalam institusi edukasi, sehingga peserta didik lupa akan bertanya Why we must do this and don’t do this?. Hal itulah yang dinilai sebagai penyebab kejenuhan para peserta didik.
Langkah awal yang dapat digunakan untuk menyegarkan dan meliberasikan edukasi adalah dengan memperkenalkan filsafat dalam sistem edukasi. Hal ini dinilai telah hampir menghilang dari sistem edukasi. Memang imej dari kata ‘filsafat’ telah dianggap suatu hal yang asing dan mencerabut manusia dari bumi, dan mungkin membunuh Tuhan. Namun harus diingat bahwa itu semua merupakan produk-produk dari sejarah filsafat, dan bukan arti dari ‘filsafat’ itu sendiri. Filsafat mempunyai arti menumbuhkan cinta dalam diri manusia sehingga menimbulkan kegairahan untuk mengeksplorasi apa yag disebut tanda-tanda dalam kosmos dan mikrokosmos, lalu setelah itu menciptakan pandangan-pandangan yang bijak demi kedamaian dan kesejahteraan.
Pada saat edukasi kembali bersentuhan dengan filsafat, maka liberasi edukasi akan terjadi dan edukasi kembali kepada tempatnya yang mampu membuat gravitasi manusia di sekitarnya. Wajah-wajah ceria peserta didik akan muncul karena selain mendapatkan pengetahuan tentang bagaimana untuk melakukan sesuatu, peserta didik juga mulai memeriksa motif-motif dalam melakukan sesuatu. Kekritisan akan terbangun kembali pada saat peserta didik memeriksa kembali motif-motif mereka, melihat motif tersebut apakah sudah selaras dengan realitas dirinya sebagai manusia, dan pada akhirnya keragaman pengetahuan dapat dirayakan.
Jakarta Barat, 10 Juni 2008
Teguh Triatmoko
Tidak ada komentar:
Posting Komentar