“...feminisme mempraktekan apa yang diucapkan oleh Anarkisme...”
Feminisme dan Anarkisme selalu memiliki hubungan yang sangat dekat. Koran anarkis tertua di dunia, Freedom, dibuat pada tahun 1886 oleh seorang perempuan bernama Charlotte Wilson. Banyak dari feminis-feminis terkemuka yang merupakan anarkis, beberapa dari mereka adalah sang pelopor Mary Wollstonecraft dan juga Emma Goldman,
sang pejuang kebebasan perempuan yang tak kenal lelah:
Pencapaian yang luar biasa dari perempuan di dalam tiap bagian kehidupan telah membungkam pembicaraan terbuka perihal inferioritas perempuan untuk selamanya. Mereka yang masih menganut fetish semacam itu, melakukannya karena mereka tidak menyukai apabila otoritas mereka terancam. Ini adalah karakteristik dari tiap bentuk otoritas, entah dia sebagai tuan dari budak-budak ekonominya atau lelaki di atas perempuan. Bagaimanapun, di mana-mana perempuan melarikan diri dari kandangnya,di mana-mana mereka mulai melangkah jauh dengan bebas.
Meskipun oposisi terhadap negara dan tiap bentuk dari otoritas telah memiliki suara yang kuat di antara kaum feminis di abad 19, gelombang kedua dari kaum feminis dimulai pada permulaan tahun 1960an, gerakan ini diidentifikasi secara bersamaan dengan praktek Anarkisme. Gerakan feminis yang baru mengembangkan organisasinya sendiri melalui jantung dari apa yang pada saat itu dikenal sebagai kelompok pembangkitan kesadaran yang kecil, dan ini biasanya beranggotakan teman-teman dekat. Dari basis jumlah seribuan, grup ini berkembang semakin besar menjadi gerakan internasional. Strukturnya ini menggema cukup dekat dengan grup-grup affinitas yang memainkan sebuah peranan sentral di dalam kesuksesan dan perkembangan dari gerakan anarkis di Spanyol.
Selama awal tahun-tahun tersebut feminisme sepenuhnya bebas—tanpa para pemimpin. Dengan bentuk yang federalis dan desentralis—yang dengan jelas dapat kita lihat di ribuan majalah, koran dan pamplet yang menghubungkan gerakan ini bersama, ketiadaan dogmanya, penolakan totalnya terhadap sebuah ideologi tunggal ataupun aliran, dan yang terpenting, adalah bagaimana mereka sangat melecehkan hirarki di dalam gerakan. Semua hal tersebut muncul secara spontan tanpa ada program mendasar maupun perintah dari atas, sebagaimana yang ditulis oleh Cathy Levine:
Di sepanjang negeri, kelompok-kelompok perempuan yang mandiri mulai berfungsi tanpa struktur, pemimpin-pemimpin, dan factotums para pria kaum kiri, mereka membangunnya secara mandiri dan bersamaan dengan organisasi-organisasi yang mirip seperti para anarkis di banyak dekade dan wilayah. Dan hal tersebut bukanlah sesuatu yang kebetulan.
Peggy Kornegger berhasil menyita perhatian banyak orang mengenai hubungan yang kuat dengan Anarkisme, yang dapat dilihat tidak hanya dari praktek tapi juga dari ide-ide feminisme:
Perspektif feminis yang radikal itu hampir murni Anarkisme. Teori dasarnya adalah memandang keluarga nuklir sebagai basis dari seluruh sistem-sistem otoritarian. Pelajaran yang dipelajari oleh anak, dari ayah-bos-tuhan, adalah untuk patuh pada suara tak terlihat dari otoritas yang sadis. Agar dapat lulus melewati masa kanak-kanak untuk menuju kedewasaan adalah untuk menjadi anggota penuh otomaton, tidak mampu mempertanyakan atau bahkan berpikir dengan jelas. Kita melewati pertengahan umur, untuk mempercayai apa saja yang disuapkan kepada kita dan dengan mati rasa menerima penghancuran kehidupan di sekeliling kita.
Dari posisi-posisi ini, tidak lama lagi aktivitas akan mengarah pada aksi-langsung yang otonomus. Carol Elich menjelaskan jaringan para individu, kelompok dan kolektif-kolektif yang mulai bermunculan, mengambil fokus pada proyek-proyek dan isu-isu mereka yang tak bisa lagi untuk menunggu:
mengembangkan bentuk alternatif dari organisasi-organisasi berarti membangun klinik-klinik mandiri daripada berjuang mengangkat seorang radikal menjadi direktur pimpinan sebuah rumah sakit, yang berarti lebih baik membuat kelompok-kelompok video dan koran-koran perempuan, daripada turut serta di dalam televisi dan koran komersil; membangun kehidupan-kehidupan kolektif dibanding meneruskan keluarga nuklir yang terisolasi; membangun pusat bantuan korban perkosaan; warung makanan kooperatif; pusat umum pengontrolan orang tua; sekolah-sekolah bebas; percetakan kooperatif; grup-grup radio alternatif dan seterusnya.
Tapi pada penghujung tahun 1970an pengalaman ini terancam dilupakan ketika feminisme mulai terinspirasi, dan segera didominasi, oleh ideologi-ideologi Kiri. Di waktu yang sama aktivitas aksi langsung yang mandiri tersebut mulai berubah menjadi kampanye-kampanye massa yang reformis, dengan organisasi-organisasinya yang sentralis dan hirarkis, yang mengarah menuju kepatuhan kepada sumber otoritas tertinggi, yakni negara.
Bagi para feminis yang memperjuangkan ide anarkis, ancaman tersebut telah cukup jelas bagi mereka. Sebagai respon dari perkembangan ini, Anarka-Feminisme muncul, sebuah organisasi kecil namun cukup vokal di dalam gerakan feminisme. Di dalam rentang waktu yang singkat ide-ide mereka telah sukses meraih popularitas, hingga ketika tahun 1980 gerakan ini mulai tidak terlihat sebagai sebuah organisasi. Gerakan ini tidak mendapat dukungan yang cukup dari gerakan anarkis yang didominasi laki-laki yang melihat Anarka-Feminisme sebagai ancaman bagi posisi mereka, gerakan tersebut juga menghadapi penentangan yang patut diperhitungkan dari para feminis aliran marxis dan reformis yang berusaha meraih kendali dari
pergerakan.
Ketika sampai pada titik ini, banyak dari para Anarka-Feminis berpindah menuju aktivitas-aktivitas yang lain, khususnya ke dalam gerakangerakan anti-nuklir dan perdamaian yang pada waktu itu sedang tumbuh pesat.
Materi diambil dari buku ANARKI: SEBUAH PANDUAN GRAFIS karya Clifford Harper
Tidak ada komentar:
Posting Komentar