Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Jumat, 22 Mei 2009

Telah terbit “Perang Melawan Negara”



Telah terbit buku berjudul “Perang Melawan Negara - Anarkisme dalam Pemikiran Gilles Deleuze dan Max Stirner”, sebuah terjemahan dari karya Saul Newman yang memiliki judul asli “War on the State: Stirner’s and Deleuze’s Anarchism”.

Karya dengan 61 halaman ini diterjemahkan dan diterbitkan oleh Tim Media Kontinum, dapat dibeli dengan harga Rp.10.000. Untuk pemesanan, bisa dilakukan langsung dengan mengontak Tim Media Kontinum melalui email ke kontinum@yahoo.com.

Satu Bumi - Sama, Korban Kapitalisme

Redefinisi Kapitalisme


Tentu kawan–kawan tahu betul apa itu sistem iblis kapitalisme, buatan londo (dengan tidak mengotakan warna kulit). Ya, mari kita sama–sama mendefinisikan ulang hakiki kapitalisme yang sejauh ini ia berhasil membuat kita ogah berpikir tentangnya sekaligus seolah memberi rasa aman bagi kebanyakan umat manusia.

Kapitalisme adalah sebuah sistem global jahat yang diaktori segelintir orang pemilik modal besar. Tidak sukar membayangkannya. Perumpamaannya seperti ini, ada uang abang sayang, tak ada uang abang melayang.

Ia kemudian membentuk lingkaran setan yang rapat sehingga orang–orang di dalamnya sulit keluar karena seolah dimanjakan (padahal diperbudak) segelintir pemilik modal.

Ia melegitimasi penghisapan manusia atas manusia lain karena hanya cara tersebut yang ampuh mempertahankan eksistensinya.

Ia pintar, cerdas, tapi satu hal yang dapat menghancurkannya, ia licik dan culas.

Kepintarannya dapat dilihat dari bagaimana ia berperan sebagai tuhan ketika hamba mengemis, meminta kepadanya karena tidak tahu lagi harus berbuat apa.

Ya, mari kita masuk dalam lingkup ekonomi kapitalisme. Kasarnya seperti ini, daripada dapur kosong, tidak berasap, akhirnya hamba menuhankannya sembari bersabar dan berharap hari esok jauh lebih baik, padahal itu semua nihil jikalau kawan–kawan tidak frontal melawannya.


Kelicikan Humanisme Kapitalisme


Lebih jauh, konsep ekonomi tersebut melahirkan kelas–kelas sosial dalam masyarakat atau pengotakan status manusia. Dikotomi si kaya dan si miskin adalah manifestasinya.

Tidak berhenti di sini. Ironis ketika percabangan tersebut tidak lagi berperikemanusiaan. Yang kaya semakin merajalela, yang miskin semakin menjerit.

Kawan–kawan tahu bahwa idealnya kondisi tersebut dapat memunculkan kedermawanan. Ingat ! Pilantropis murni tanpa embel-embel bukanlah seorang kapitalis, walaupun kebanyakan orang menganggap mereka kapitalis. Ia tahu betul ketidakseimbangan ajaran kapitalisme dan kemudian memilih menjadi pilantropis.

Ia-kapitalisme melegalkan penghisapan yang dilakukan si kaya atas si miskin (baca: perbudakan). Sungguh sempit humanisme yang diartikulasikan kapitalisme. Bahkan perbudakan tersebut seolah dikondisikan terjadi dan bersifat tidak memaksa. Mengapa hal ini bisa terjadi ?

Kenyamanan semu perbudakan dalam lingkaran setan dapat menjadi sebuah jawaban.

Oleh karena itu, marilah sama-sama matangkan idealisme untuk keluar dari lingkaran tersebut walaupun terasa berat, lebih khusus bagi kapitalis muda mapan yang sudah merasa nyaman.


Kapitalisasi Pendidikan


Kapitalisme tidak segan–segan melebarkan sayap di dunia pendidikan, tentu dengan idealismenya bahwa kepemilikan modal adalah segalanya.

Ia berhasil mendisfungsikan esensi pendidikan, mensubstitusi ruang kelas menjadi sebuah perusahaan.

Bagaimana tidak ? Kawan-kawan dapat melihat kondisi saat ini, yang bersekolah hanya yang mampu membayar, bagaimana dengan yang ingin sekolah tetapi tidak mampu membayar ? Kenyataan di lapangan, mereka tidak dapat menikmati bahkan sekedar untuk mencicipi suasana ruang kelas.

Ya, itu tadi sekelumit tentang pra-ruang kelas. Sekarang bagaimana dengan yang sedang menikmati ruang kelas ?

Aura intelektualisme pun didistorsi menjadi sebuah rutinitas formalitas berbuah kemalasan kontinu. Memang hal tersebut merupakan pilihan masing-masing individu. Tetapi penting diingat ! Jikalau ruang kelas masih dipenuhi perasaan dan aktivitas yang “salah”, adalah mimpi di siang bolong melahirkan individu-individu berkualitas unggul. Akhirnya, peserta didik hanya mencari nilai tetapi tidak lagi memikirkan, memanifestasikan apalagi mensyukuri arti sebuah proses.

Lanjut dengan pascaruang kelas. Walhasil, lulusan ruang kelas pencari nilai akhir akan berpenyakit mental bahkan cenderung amoral. Di kemudian hari mereka enggan berpikir dan berusaha. Pragmatisme sempit akan melekat di masing-masing individu dengan meniadakan nilai-nilai murni yang dianugrahi di dalam diri. Korupsi adalah salah satu contoh sederhana.

Sungguh, hal-hal tersebut yang diinginkan kapitalisme. Sebuah bahan perenungan perihal agenda busuk kapitalisme.


Kontinuitas Pergerakan


Jadi, pergerakan radikal, frontal tanpa melupakan hal–hal fundamental adalah syarat mutlak menghancurkan eksistensinya-kapitalisme.

Aksi kolektif cerdas pemogokan kerja yang dilakukan kawan-kawan pekerja secara besar–besaran adalah salah satu cara membuatnya kebakaran jenggot walaupun tak sampai membuatnya mati.

Perlu sebuah kontinuitas sabar sembari melakukan pengecekan ulang terhadap infiltrasi yang dilakukan kapitalis dalam pergerakan (hal ini sangat penting demi menjaga kemurnian cita–cita pergerakan).

Mengapa pergerakan harus bersifat kolektif, cerdas, tulus, dan murni ? Ya, karena jikalau dilakukan tanpa konsep matang, anorganisir akan melahirkan pergerakan bersifat emosional saja, kemudian mengonsekuensikan sebuah stagnasi pergerakan yang tidak diharapkan.

Mari kawan, singsingkan lengan baju, kencangkan ikat pinggang dan jangan lupa rapatkan barisan !!!

Ingat ! Pergerakan emosional terorganisir tidak lebih baik ketimbang pergerakan cerdas terkonsep.

Dimulai dari diri sendiri, dimulai dari hal-hal kecil, dan dimulai saat ini !!!

Ayo, tunggu apa lagi !!! Bangun dari tidur panjang !!! Wujudkan impian !!! Bergerak !!

REPRODUKSI KEHIDUPAN HARIAN

Oleh: Fredy Perlman
Masyarakat tribal melalui aktifitas praksis hariannya, telah mereproduksi atau mengekalkan sebuah tribal itu sendiri. Reproduksi ini tidak hanya dilakukan secara fisikal, tetapi juga secara sosial. Melalui aktifitas hariannya tersebut, masyarakat tribal mereproduksi lebih dari sekedar sebuah kelompok manusia: mereka telah mereproduksi sebuah suku, yakni suatu bentuk tatanan sosial tertentu di mana kelompok manusia ini melakukan aktifitas-aktifitas spesifik dengan cara yang juga spesifik. Aktifitas-aktifitas spesifik ini bukanlah hasil karakteristik “alamiah” dari manusia yang melakukannya sebagaimana halnya cara madu diproduksi adalah sebuah hasil dari karakteristik alamiah seekor lebah. Aktifitas nyata kehidupan harian yang dikekalkan oleh masyarakat tribal ini adalah sebuah respon sosial yang spesifik dari kondisi-kondisi material dan historis tertentu.

Para budak melalui aktifitas hariannya, juga telah mereproduksi perbudakan. Melalui aktifitas hariannya, para budak tidak hanya mereproduksi diri mereka dan tuan mereka sendiri secara fisik; mereka juga mereproduksi perangkat-perangkat yang biasa digunakan oleh tuan-tuan mereka untuk merepresi mereka, serta kebiasaan mereka untuk patuh pada otoritas tuan-tuan mereka. Bagi seseorang yang hidup dalam sebuah masyarakat perbudakan, hubungan antara tuan dan budak tampak seperti sebuah hubungan yang alamiah dan abadi. Tapi toh bagaimanapun juga, sesungguhnya manusia tidak dilahirkan baik sebagai seorang budak ataupun seorang tuan. Perbudakan merupakan sebuah bentuk tatanan sosial yang spesifik dan manusia mematuhinya hanya dalam sebuah kondisi-kondisi material dan historis tertentu.

Sementara aktifitas praksis harian pekerja-upahan juga telah mereproduksi sistem kerja-upahan dan kapital. Melalui aktifitas hariannya, manusia “modern,” seperti halnya masyarakat tribal dan para budak, telah mereproduksi masyarakat, hubungan-hubungan sosial dan idea-idea dari masyarakatnya; mereka mereproduksi bentuk tatanan sosial hidup harian. Seperti sistem tribal dan perbudakan, sistem kapitalis bukanlah sebuah sistem yang alamiah ataupun bentuk final bagi masyarakat manusia; seperti halnya bentuk tatanan sosial yang sebelumnya, kapitalisme juga hanya merupakan sebuah respon spesifik dari kondisi-kondisi material dan historis tertentu.

Tidak seperti bentuk aktifitas-aktifitas sosial sebelumnya, kehidupan harian dalam masyarakat kapitalis secara sistematis mentransformasikan kondisi-kondisi material yang pada awalnya direspon oleh kapitalisme. Beberapa batas material dalam aktifitas manusia secara berangsur-angsur masuk ke bawah kendali manusia. Dalam sebuah industrialisasi tingkat tinggi, aktifitas praksis menciptakan kondisi-kondisi material sebagaimana juga bentuk tatanan sosialnya sendiri. Dengan demikian, pembahasan analisisnya tidak hanya tentang bagaimana aktifitas praksis dalam masyarakat kapitalis telah dan terus mereproduksi masyarakat kapitalis, tetapi juga tentang bagaimana aktifitas ini dengan sendirinya mengeliminir kondisi-kondisi material di mana pada awalnya kapitalisme hadir sebagai responnya.


Kehidupan Harian dalam Masyarakat Kapitalis 

Bentuk sosial dari aktifitas-aktifitas reguler masyarakat di bawah kapitalisme adalah sebuah respon dari sebuah situasi material dan historis tertentu. Kondisi-kondisi material dan historis ini menjelaskan asal mula bentuk kapitalis, tetapi sama sekali tidak menjelaskan bagaimana bentuk ini terus-menerus berlanjut setelah situasi awalnya lenyap. Sebuah konsep “cultural lag” bukanlah penjelasan dari keberlanjutan sebuah bentuk sosial setelah kondisi awal di mana ia merespon telah menghilang. Konsep ini hanyalah sebuah nama bagi keberlanjutan bentuk sosial ini. Ketika “cultural lag” terlihat sebagai sebuah nama bagi suatu “kekuatan sosial” yang menentukan aktifitas manusia, hal ini menjadi sebuah pengaburan yang mempresentasikan aktifitas masyarakat sebagai sebuah kekuatan external yang tak dapat mereka kontrol sama sekali. Ini tidak hanya berlaku bagi sebuah konsep seperti “cultural lag.” Banyak istilah-istilah yang digunakan oleh Marx untuk mendeskripsikan aktifitas dari masyarakat telah dibawa pada pengertian eksternal dan bahkan sebagai sebuah kekuatan “alamiah” yang menentukan aktifitas masyarakat; karenanya, konsep seperti “perjuangan kelas”, “hubungan produksi” dan khususnya “dialektika” dalam teori beberapa orang “Marxis” telah memainkan peranan yang sama dengan “dosa”, “nasib” dan “takdir” dari teori para pendongeng abad pertengahan.

Dalam melaksanakan aktifitas hariannya, anggota-anggota masyarakat kapitalis melakukan dua proses sekaligus: mereka mereproduksi bentuk aktifitas mereka dan sekaligus menghilangkan kondisi-kondisi material yang direspon oleh bentuk aktifitas ini pada awalnya. Namun mereka tidak menyadari bahwa mereka melakukan proses tersebut; aktifitas yang mereka lakukan sendiri sama sekali tidak transparan bagi mereka. Mereka berada di bawah ilusi bahwa aktifitas mereka merupakan respon dari kondisi-kondisi alamiah tak mampu mereka kontrol, serta tidak melihat bahwa sebenarnya mereka sendirilah yang sesungguhnya menciptakan kondisi-kondisi tersebut. Tugas ideologi kapitalis adalah untuk terus memberi tabir agar masyarakat tidak mampu melihat bahwa mereka sendirilah yang sebenarnya mereproduksi bentuk hidup harian mereka dengan aktifitas-aktifitas mereka; dan telah menjadi tugas bagi teori kritis untuk membuka tabir aktifitas-aktifitas harian masyarakat, membuatnya transparan, untuk membuat reproduksi bentuk sosial aktifitas kapitalis tampak jelas dalam aktifitas harian masyarakat.

Di bawah kapitalisme, hidup harian diisi oleh aktifitas-aktifitas yang saling berhubungan yang mereproduksi dan memperluas bentuk aktifitas sosial kapitalis. Penjualan waktu kerja demi sebuah upah (gaji), penjelmaan waktu kerja ke dalam komoditi (barang yang dapat dijual, baik yang nyata maupun yang tak nyata), konsumsi komoditi nyata dan tak nyata (seperti barang-barang konsumer dan spektakular)—aktifitas-aktifitas yang menjadi karakteristik kehidupan harian di bawah kapitalisme ini bukanlah manifestasi dari sifat “alamiah manusia”, bukan juga sesuatu yang dipaksakan kepada menusia oleh kekuatan-kekuatan yang berada di luar kendalinya.

Jika memang benar bahwa seluruh manusia itu alamiahnya adalah anggota masyarakat tribal yang tidak berdaya-cipta dan seorang pengusaha yang berdaya-cipta, seorang budak yang patuh dan seorang pengrajin yang penuh kebanggaan, seorang pemburu yang mandiri dan seorang pekerja-upahan yang tidak mandiri, maka “sifat alami manusia” bisa jadi hanyalah sebuah konsep yang kosong, atau pada faktanya “sifat alami” manusia ditentukan oleh kondisi-kondisi material dan historisnya, dan memang pada faktanya “sifat alami” manusia hanyalah sebuah respon dari kondisi-kondisi tersebut.


Alienasi Aktifitas Hidup

Dalam masyarakat kapitalis, aktifitas kreatif mengambil bentuk dalam produksi komoditi, yakni produksi barang-barang yang dapat dipasarkan, dan karenanya aktifitas manusiapun juga mengambil bentuk komoditi-komoditi. Kemampuan untuk dijual ataupun laris di pasaran, merupakan karakteristik universal dari seluruh aktifitas praktis dan semua produk.

Hasil-hasil produksi aktifitas manusia yang penting dalam proses bertahan hidup juga memiliki bentuk sebagai barang-barang yang dapat dijual: barang-barang yang hanya tersedia apabila dipertukarkan dengan uang. Dan uang juga hanya tersedia untuk dipertukarkan dengan komoditi. Jika sebagian besar manusia menerima legitimasi dari kesepakatan-kesepakatan ini, jika mereka menerima kesepakatan bahwa komoditi adalah sebuah prasyarat untuk mendapatkan uang dan uang adalah suatu prasyarat bagi proses bertahan hidup mereka, maka mereka akan menemukan diri mereka sendiri terkunci dalam sebuah lingkaran yang kejam. Karena mereka tidak memiliki komoditi, satu-satunya jalan keluar dari lingkaran kejam ini adalah dengan menganggap diri mereka sendiri, atau beberapa bagian dari diri mereka sendiri, sebagai komoditi. Dan inilah, yang pada kenyataannya, sebuah “solusi” ganjil yang diberikan manusia pada diri mereka sendiri di hadapan kondisi-kondisi material dan historis yang spesifik. Mereka tidak menukar tubuh mereka, atau sebagian dari tubuh mereka untuk uang. Mereka menukarkan daya kreatif dari hidup, aktifitas praksis harian mereka, demi uang.

Sesegera manusia menerima uang sebagai sesuatu yang berbanding sama dengan hidup, maka penjualan aktifitas hidup menjadi sebuah kondisi dari proses bertahan hidup mereka secara fisikal maupun sosial. Hidup telah dipertukarkan dengan proses bertahan hidup. Kreasi dan produksi dimaknai sebagai aktifitas berjualan. Aktifitas manusia dianggap “produktif”, berguna bagi masyarakat, hanya jika aktifitas ini dapat dijual. Dan manusia sendiri adalah seorang anggota produktif dari masyarakat hanya jika aktifitas hidup harian mereka dapat dijual. Sesegera manusia menerima syarat-syarat pertukaran seperti ini, aktifitas harian mengambil bentuk prostitusi universal.

Penjualan tenaga kreatif, atau penjualan aktifitas harian, mengambil bentuknya dalam kerja. Kerja adalah suatu bentuk aktifitas manusia yang spesifik secara historis. Kerja adalah aktifitas abstrak yang hanya memiliki satu khasiat: ia dapat dipasarkan, ia dapat dijual untuk sejumlah uang yang diberikan. Kerja adalah aktifitas yang tak berbeda: tak berbeda dalam artian tugas yang dilakukan dan tak berbeda dalam artian terutama pada subjek di mana tugas itu ditujukan. Menggali, mencetak dan mengukir adalah aktifitas yang berbeda, namun ketiganya adalah sama-sama kerja dalam masyarakat kapitalis. Kerja adalah sekedar “memperoleh uang.” Aktifitas hidup yang mengambil bentuk kerja adalah sebuah proses untuk memperoleh uang. Hidup menjadi sebuah proses bertahan hidup.

Pembalikan yang ironis ini bukanlah klimaks dramatis dari novel yang imajinatif; ini adalah sebuah fakta tentang hidup harian dalam masyarakat kapitalis. Bertahan hidup, katakanlah pelestarian diri dan reproduksi, menjadi bukan lagi proses bagi aktifitas praksis yang kreatif, melainkan jelas-jelas justru kebalikannya. Aktifitas kreatif dalam bentuk kerja, katakanlah aktifitas berjualan, adalah sebuah keharusan menyakitkan untuk bertahan hidup; kerja adalah proses bagi pelestarian diri dan reproduksi.
Penjualan aktifitas hidup membawa satu pembalikan yang lain lagi. Melalui penjualan, kerja dari seorang individu menjadi “milik” individu lain, kerja tersebut diambil oleh individu lain, kerja tersebut menjadi berada di bawah kontrol individu lain. Dengan kata lain, aktifitas seseorang menjadi aktifitas orang lain, aktifitas pemiliknya; akibatnya aktifitas tersebut menjadi asing bagi orang yang melakukannya. Dengan demikian, hidup seseorang, pencapaian-pencapaian seorang individu dalam dunia, perbedaan yang ia buat dalam perjalanan hidup kemanusiaan, tidak hanya tertransformasikan ke dalam kerja, sebuah kondisi menyakitkan untuk bertahan hidup; hidup tertransformasikan ke dalam aktifitas yang asing, aktifitas yang dilakukan oleh si pembeli kerja. Dalam masyarakat kapitalis, arsitek, ahli mesin, pekerja, bukanlah mereka yang membangun; orang-orang yang membeli kerja merekalah yang membangun; proyek-proyek, kalkulasi-kalkulasi dan gerak yang mereka lakukan adalah sesuatu yang asing bagi diri mereka sendiri; aktifitas hidup mereka, pencapaian-pencapaian yang mereka lakukan, dimiliki oleh sang pembeli kerja.

Para sosiolog akademik, yang menganggap penjualan kerja ini sebagai sesuatu yang lumrah, memahami keterasingan kerja ini sebagai sebuah perasaan: aktifitas pekerja “tampak” asing bagi pekerjanya, ia “tampak” dikontrol oleh orang lain. Bagaimanapun juga, setiap pekerja dapat menjelaskan pada para sosiolog akademik bahwa keterasingan bukanlah sebuah perasaan ataupun hanya sebuah idea yang ada dalam otak pekerja, melainkan sebuah fakta nyata tentang hidup harian pekerja. Aktifitas penjualan pada faktanya asing bagi pekerja; kerja yang dilakukan pada faktanya dikontrol oleh sang pembeli kerjanya.

Dari pertukaran atas penjualan aktifitasnya, pekerja mendapatkan uang, proses bertahan hidup yang secara konvensional telah diterima dalam masyarakat kapitalis. Dengan uang ini, ia dapat membeli komoditi, berbagai hal, namun ia tidak dapat membeli kembali aktifitasnya sendiri. Hal ini memperlihatkan adanya “jurang” yang ganjil dalam konsep uang sebagai “pembanding universal.” Seseorang dapat menjual komoditi demi uang, dan ia dapat membeli komoditi dengan uang. Ia dapat menjual aktifitas hidupnya demi uang, tapi ia tidak dapat membeli aktifitas hidupnya itu dengan uang.

Benda-benda yang dibeli oleh pekerja dengan upahnya pertama-tama adalah barang-barang konsumer yang dapat memungkinkan pekerja tersebut untuk terus bertahan hidup, untuk mereproduksi tenaga kerjanya agar ia dapat terus menjualnya; dan semua itu menjadi spectacle, obyek bagi kekaguman yang pasif. Ia mengkonsumsi dan mengagumi produk-produk dari aktifitas manusia dengan pasif. Ia tidak eksis di dunia ini sebagai seorang agen yang aktif mentransformasikannya, melainkan sebagai seorang yang tak berdaya, seorang spektator yang impoten; ia bisa saja menganggap pengertian dari ketidakberdayaan yang dikaguminya ini sebagai “kebahagiaan,” dan sejak kerja adalah sesuatu yang menyakitkan, ia mungkin menghasrati “bahagia,” katakanlah ketidakaktifan, untuk sepanjang hidupnya (sebuah kondisi yang mirip dengan terlahir mati). Komoditi, spectacle-spectacle, mengkonsumsi dirinya; ia menggunakan energi hidup ke dalam kekaguman yang pasif; ia dikonsumsi oleh berbagai benda. Dalam pengertian ini, semakin banyak ia memiliki, maka semakin berkuranglah dirinya. (Seorang individu bisa saja mengatasi mati-selagi-hidup ini dengan melakukan aktifitas kreatif sampingan; tapi populasi tidak bisa, kecuali dengan cara mengabolisi bentuk kapitalis dari aktifitas praktis, dengan mengabolisi kerja-upahan, dan dengan demikian juga menghilangkan keterasingan aktifitas kreatif).


Fetishisme Komoditi

Dengan mengalienaskani aktifitas mereka sendiri dan mewujudkannya dalam bentuk komoditi, orang-orang mereproduksi diri mereka sendiri dan menciptakan kapital melalui wadah materialnya yaitu: kerja manusia.

Dari sudut pandang ideologi kapitalis, dan khususnya ilmu-ilmu Ekonomi akademik, pernyataan berikut bukanlah sesuatu yang benar: komoditi-komoditi “bukanlah produk dari pekerja saja”; tetapi juga diproduksi oleh “faktor primordial dari produksi”. Tanah, Tenaga Kerja, dan Kapital, atau apa yang sering disebut sebagai Trinitas Suci kapitalis, dan “faktor” utamanya jelas pahlawan di antara bagian tersebut, kapital.

Trinitas suci ini bukanlah sebuah analisa, semenjak para ahli-ahli ekonomi tidak dibayar untuk menganalisa. Mereka dibayar untuk melakukan pengaburan, untuk menopengi bentuk sosial dari aktifitas praksis di bawah kapitalisme, untuk menyelubungi fakta bahwa para produsen mereproduksi diri mereka sendiri, para eksploitator mereka dan juga perangkat-perangkat yang menjadi alat eksploitasi mereka. Formula Trinitas tidak cukup meyakinkan untuk mengungkap kenyataan ini. Sudah lumrah bagi kita bahwa tanah tidak lebih dari sekedar produsen komoditi sebagaimana juga air, udara atau matahari Terlebih lagi Kapital, yang dulu pernah menjadi nama bagi hubungan sosial yang terjadi antara para pekerja dan para kapitalis, nama bagi perangkat produksi yang diimilki oleh si kapitalis, dan nama bagi uang yang berharga sama dengan perangkatt produksi dan “aset-aset” milik kapitalis tersebut, tidak mereproduksi apapun selain ejakulasi-ejakulasi yang dikikis ke dalam bentuk-bentuk materi publikasi oleh para ekonom akademik. bahkan perangkat-perangkat produksi yang merupakan kapital bagi seorang kapitalis adalah “faktor produksi” primordial hanya jika seseorang membutakan batas pandangnya pada satu firma kapitalis yang terisolir, semenjak pandangan menyeluruh atas sistem ekonomi akan menjelaskan bahwa kapital dari seorang kapitalis merupakan wadah material dari alienasi para pekerja bagi kapitalis lainnya. Bagaimanapun juga, walaupun formula Trinitas ini tidak meyakinkan, ia telah melakukan tugasnya dalam pengaburan dengan cara menukar subyek dari pertanyaan: bukannya menanyakan mengapa aktifitas orang-orang di bawah kapitalisme mengambil bentuk pekerja-upahan, para analis yang potensial dari kehidupan harian kapitalis akan mentransformasikannya ke dalam pola yang ditanyakan oleh para akademisi Marxis rumahan yang mempertanyakan apakah benar pekerja adalah satu-satunya “faktor produksi”.

Dengan demikian, para ekonom (dan ideologi kapitalis pada umumnya) memperlakukan tanah, uang dan hasil kerja sebagai hal-hal yang memiliki kekuatan untuk memproduksi, menciptakan nilai, untuk bekerja bagi pemiliknya, untuk mentransformasikan dunia. Inilah apa yang oleh Marx disebut sebagai fetishisme yang mengkarakteristikan konsep keseharian masyarakat, yang telah dibesarkan hingga pada level dogma oleh para ekonom. Bagi para ekonom, orang hidup adalah benda (“faktor produksi”), dan benda adalah sesuatu yang hidup (uang “bekerja”, Kapital “memproduksi”).

Para pemuja fetish menghargai produk dari aktifitasnya sendiri sebagai fetish. Sebagai hasilnya, ia berhenti menggunakan kekuatannya sendiri (kekuatan untuk mentransformasikan alam, kekuatan untuk menentukan bentuk dan isi dari kehidupan hariannya); ia hanya menghentikan “kekuatan-kekuatan” tersebut yang kemudian ia persembahkan pada fetishnya (“kekuatan” untuk membeli komoditi-komoditi). Dengan kata lain, para pemuja fetish mengebiri diri mereka sendiri dan lebih menghargai kejantanan fetishnya.

Tapi fetish adalah sebuah benda mati, bukan sesuatu yang hidup: ia tak memiliki gairah hidup. Fetish tak lebih dari sekedar benda yang mana, dan melaluinya, relasi kapitalis dimapankan. Kekuatan misterius dari Kapital, “kekuatannya” untuk memproduksi, dayanya, tidaklah terkandung di dalam Kapital itu sendiri, melainkan terkandung dalam fakta bahwa orang-orang mengalienasikan aktifitas kreatif mereka, menjual tenaga kerja mereka pada para kapitalis, mematerialisasikan atau mereifikasikan tenaga kerja mereka yang telah teralienasikan ke dalam komoditi. Dengan kata lain, manusia dibeli oleh produk dari aktifitas mereka sendiri, di mana mereka menganggap bahwa aktifitas mereka sendiri adalah aktifitas Kapital dan juga produk-produk yang mereka hasilkan adalah produk-produk dari Kapital. Dengan menghargakan kekuatan kreatif mereka pada Kapital, mereka mempersembahkan aktifitas hidup mereka, kehidupan harian mereka, pada Kapital, yang berarti juga bahwa manusia memberikan diri mereka sendiri, setiap hari, kepada personifikasi Kapital, yaitu sang kapitalis.

Dengan menjual tenaga kerja mereka, mengalienasikan aktifitas mereka, orang-orang setiap hari mereproduksi personifikasi-personifikasi bentuk dominan aktiftas di bawah kapitalisme, mereka mereproduksi bentuk pekerja-upahan dan bentuk kapitalis. Mereka tidak saja mereproduksi individual-individual secara fisikal namun juga secara sosial; mereka mereproduksi individual-individual yang menjadi para penjual tenaga kerja, dan individual-individual yang menjadi para pemilik produksi; mereka mereproduksi individual termasuk aktifitas-aktifitas spesifiknya, penjualannya dan juga kepemilikannya.
Setiap kali orang-orang melakukan aktifitas yang bukan demi diri mereka sendiri dan berada di luar kendali mereka sendiri, setiap kali mereka membayar untuk barang-barang yang telah mereka produksi dengan uang yang mereka terima dari hasil pertukaran aktifitas mereka yang teralienasikan, setiap kali mereka secara pasif memuja produk-produk dari aktiftas mereka sendiri sebagai benda asing yang didapatkan oleh uangnya, mereka memberikan nafas kehidupan baru pada Kapital dan mematikan hidup mereka sendiri.

Tujuan dari proses ini adalah untuk mereproduksi hubungan antara pekerja dan kapitalis. Namun bagaimanapun juga, ini bukanlah tujuan dari para pelaku individual yang berkutat di dalamnya. Aktifitas yang mereka lakukan ini tidak tampak jelas bagi mereka; mata mereka terpaku pada fetish yang berada di antara aksi dan hasil akhirnya. Para pelaku aktifitas ini menancapkan mata mereka hanya pada benda-benda, sesuatu yang berada tepat di mana hubungan-hubungan kapitalis dimapankan.

Pekerja sebagai seorang pemroduksi bertujuan mempertukarkan kerja harian mereka dengan uang-gaji, tujuannya jelas adalah benda yang mana melaluinya hubungannya dengan sang kapitalis dimapankan kembali, benda yang mana melaluinya ia mereproduksi dirinya sendiri sebagai seorang pekerja upahan dan yang lain sebagai seorang kapitalis. Pekerja sebagai konsumer mempertukarkan uangnya untuk hasil produksi kerjanya, tepatnya benda-benda yang mana oleh sang kapitalis dijual untuk merealisasikan Kapital-nya.

Transformasi harian aktifitas kehidupan ke dalam Kapital, dimediasikan oleh benda-benda, bukannya dilakukan oleh benda-benda. Para pemuja fetish tidak mengetahui hal ini; baginya, kerja, tanah, perangkat-perangkat dan uang, para pengusaha dan bankir, semuanya adalah “faktor” dan “pelaku”. Ketika seorang pemburu menggunakan jimat saat menjatuhkan seekor rusa dengan batu, ia mungkin saja menganggap jimatnya sebagai “faktor” penting dalam menjatuhkan rusa dan bahkan juga dalam menyediakan rusa sebagai obyek untuk dijatuhkan. Apabila pemburu ini seorang yang beretanggung jawab dan pemuja fetish yang berpendidikan tinggi, maka ia akan mengerucutkan perhatiannya pada jimat ini, merawatnya dengan seksama dan penuh rasa sayang; dengan tujuan meningkatkan kondisi-kondisi material kehidupannya, ia akan meningkatkan cara ia menggunakan fetishnya, bukan bagaimana cara ia melempar batu; dalam sebuah ikatan, ia bahkan mungkin akan mengirimkan jimatnya untuk berburu untuknya. Aktifitas-aktifitas hariannya tidak tampak jelas baginya: saat ia makan dengan baik, ia gagal untuk melihat bahwa itu adalah karena aksinya dalam melempar baru, dan bukan aksi jimat, yang telah berhasil menyediakan makanan baginya; saat ia lapar, ia gagal melihat bahwa itu adalah karena aksi pemujaan terhadap jimatnya, bukan aksi berburunya, dan bukan kegusarannya terhadap fetishnya, yang menyebabkan ia kelaparan.

Fetishisme komoditi dan uang, mistifikasi aktifitas-aktifitas hidup harian seseorang, agama harian yang membuat aktifitas hidup menjadi benda-benda tak nyata, bukanlah sebuah mental yang terlahir mendadak dalam imajinasi manusia; ia memiliki karakter yang berakar dari relasi sosial di bawah kapitalisme. Apa yang seseorang lakukan dalam faktanya selalu berhubungan dengan orang lain melalui benda-benda; fetish dalam faktanya adalah sebuah kondisi di mana mereka beraksi secara kolektif, dan melaluinya juga mereka mereproduksi aktifitas mereka. Tetapi bukan fetish yang melakukan aktifitas tersebut. Bukan Kapital yang mentransformasikan bahan mentah, bukan pula Kapital yang yang memproduksi barang. Apabila aktifitas hidup tidak mentransformasikan material-material, maka semuanya tak akan ada yang tertransformasikan, semuanya akan tetap tak berdaya dan sekedar benda mati. Apabila seseorang tidak ingin terus menjual aktifitas hidupnya, akan terbukalah impotensi Kapital; Kapital akan terhapus dari eksistensinya; potensi terakhirnya akan terus membuat orang-orang tetap melewati kehidupan hariannya yang secara karakteristik merupakan sebuah pelacuran universal.

Pekerja mengalienasikan hidupnya agar supaya mempertahankan hidupnya. Apabila ia tidak menjual aktifitas hidupnya ia tak akan mendapat upah dan tak akan dapat bertahan hidup. Namun bagaimanapun juga, bukanlah upah yang mengalienasikan kondisi bertahan hidup. Apabila manusia secara kolektif tidak ingin terus menjual aktifitas hidupnya, memilih mengambil alih kontrol atas aktifitas-aktifitas mereka sendiri, maka pelacuran universal tak akan menjadi sebuah kondisi bertahan hidup. Adalah posisi manusia yang terus menjual tenaga mereka, dan bukan karena benda-benda yang membuat mereka menjual tenaganya, yang membuat alienasi aktifitas kehidupan menjadi penting untuk dihapuskan dari kehidupan.

Aktifitas hidup yang dijual oleh pekerja dibeli oleh kapitalis. Dan hanya aktifitas hiduplah yang menghembuskan nafas kehidupan pada Kapital dan membuatnya “produktif”. Kapitalis, seorang “pemilik” bahan baku dan perangkat-perangkat produksi, merepresentasikan barang-barang alami dan hasil-hasil kerja dari tenaga orang lain, sebagai “kepemilikan privat”nya sendiri. Tetapi ini bukanlah kekuatan misterius Kapital yang menciptakan “kepemilikan privat” bagi kapitalis; aktifitas hiduplah yang menciptakan “kepemilikan” dan bentuk aktifitas tersebutlah yang membuatnya menjadi tetap “privat”.


Transformasi Aktifitas Hidup ke dalam Kapital 

Transformasi aktifitas hidup ke dalam kapital diakomodir setiap hari melalui benda-benda, tetapi tidak dilaksanakan oleh benda-benda tersebut. Benda-benda yang mana merupakan produk-produk dari aktifitas manusia tampak sebagai agen-agen yang aktif karena berbagai kontak dan aktifias dilakukan untuk dan melalui benda-benda tersebut, dan karena berbagai aktifitas manusia tidak transparan bagi diri mereka sendiri; mereka mencampur adukkan antara barang yang memediasi dengan penyebab semuanya itu dapat terjadi.

Dalam proses produksi kapitalis, pekerja mewujudkan atau mematerialisasikan energi hidupnya yang teralienasi ke dalam sebuah barang yang tidak berdaya dengan menggunakan berbagai perangkat yang merupakan perwujudan aktifitas orang lain. (Berbagai perangkat industri yang rumit mewujudkan aktifitas intelektual maupun manual dari berbagai generasi yang tak terhitung jumlahnya yang menjadi penemu, pengembang dan produsen dari seluruh penjuru dunia dan berbagai macam bentuk masyarakat.) Berbagai perangkat itu sendiri sebenarnya adalah barang-barang yang tak berdaya; yang merupakan perwujudan material dari aktifitas hidup, namun perangkat-perangkat tidak hidup dengan sendirinya. Satu-satunya agen aktif dalam proses produksi adalah yang hidup dan mengerjakannya. Ia menggunakan produk kerja orang lain dan mengisinya dengan kehidupan, maka dapat dikatakan bahwa hidup tetaplah miliknya sendiri; ia tak mampu menghidupkan kembali individu-individu yang telah menyimpan aktifitas hidupnya dalam perangkat-perangkat yang ia gunakan.

Perangkat-perangkat tersebut dapat saja membuatnya melakukan sesuatu lebih banyak dalam waktu yang diberikan, dan dalam pengertian ini, perangkat-perangkat tersebut dapat meningkatkan produktifitasnya. Tetapi hanya pekerja hidup yang mampu melakukan produksilah yang dapat menjadi produktif.

Sebagai contoh, saat seorang pekerja industri menggunakan sebuah mesin elektrik, ia menggunakan berbagai produk kerja dari berbagai generasi ahli fisika, penemu, ahli mesin, para pembuat mesin. Pekerja ini tentunya jauh lebih produktif dibandingkan dengan seorang pengrajin yang membuat benda yang sama dengan menggunakan tangan. Tetapi bukan lantas berarti bahwa “Kapital” yang dihasilkan oleh pekerja industri tersebut menjadi lebih “produktif” dibandingkan “Kapital” sang pengrajin. Apabila saja berbagai generasi intelektual dan aktifitas manual tidak mewujudkan aktifitasnya dalam mesin elektrik, apabila sang pekerja industri harus menciptakan mesin, listrik, dan mesin elektrik, maka akan dibutuhkan waktu yang nyaris sepanjang hidup bagi sang pekerja industri tersebut untuk mengubah sebuah benda menjadi sebuah mesin elektrik, dan tidak akan ada sejumlah Kapital yang dapat meningkatkan produktifitasnya melebihi sang pengrajin yang membuat bendanya dengan menggunakan tangan.

Sebutan bagi “produktifitas kapital” dan khususnya ukuran detail dari “produktifitas” adalah hasil temuan-temuan para Ekonom yang “ilmiah”, agama kehidupan harian kapitalis yang menggunakan enersi masyarakat dalam penyembahan, pemelukan dan penyanjungan fetish utama masyarakat kapitalis. Kolega-kolega mediaval dari para “ilmuwan” ini menggunakan ukuran-ukuran detail dari tinggi dan lebar para malaikat di Surga, tanpa pernah mempertanyakan apakah malaikat ataupun Surga itu sendiri, dan menerima begitu saja keberadaan keduanya.

Hasil dari penjualan aktifitas pekerja ini adalah sebuah produk yang tidak lagi menjadi milik sang pekerja itu sendiri. Produk ini merupakan perwujudan dari kerjanya, sebuah materialisasi dari sebagian hidupnya, sebuah wadah yang berisi aktifitas hidupnya, tetapi produk itu sendiri bukanlah miliknya; produk tersebut menjadi sesuatu yang asing baik baginya maupun bagi aktifitas kerjanya. Yang memutuskan untuk membuat produk tersebut juga bukan sang pekerja, dan ketika produk tersebut dibuat bukan sang pekerja juga yang mengaturnya. Apabila ia menginginkan produk tersebut, ia harus membelinya. Apa yang dibuat oleh sang pekerja bukanlah semata-mata sebuah produk yang memiliki berbagai kegunaan; karenanya sang pekerja tak perlu menjual kerjanya bagi seorang kapitalis untuk dipertukarkan dengan sejumlah upah; ia hanya perlu mengambil beberapa material yang dibutuhkan serta alat-alat yang tersedia, ia hanya harus membentuk material-material tersebut dipandu dengan tujuan-tujuan yang ingin ia capai dan hanya dibatasi oleh pengetahuan dan kemampuannya. (Umumnya seorang individu hanya dapat melakukan aktifitas sebagai sampingan; pengambilan dan penggunaan berbagai material dan alat oleh orang-orang hanya dapat terjadi setelah penggulingan bentuk aktifitas kapitalis.)

Apa yang diproduksi oleh pekerja di bawah berbagai kondisi kapitalis adalah sebuah produk dengan guna yang juga sangat spesifik, guna untuk dijual. Apa yang diproduksi oleh aktifitasnya yang telah teralienasi adalah sebuah komoditi.

Karena produksi kapitalis adalah produksi komoditi, maka pernyataan bahwa tujuan proses produksi tersebut adalah demi memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia menjadi sepenuhnya palsu; proses produksi tersebut adalah sebuah rasionalisasi dan apologi. “Pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia” bukanlah tujuan dari kapitalis atau para pekerja yang terlibat dalam produksi, bukan juga hasil dari proses tersebut. Pekerja menjual kerjanya demi mendapat upah; apapun kandungan spesifik dari kerjanya baginya sama saja; ia tidak akan mengalienasikan kerjanya kepada seorang kapitalis yang tidak memberikan upah sebagai pertukaran atas kerjanya, tidak peduli seberapa banyak kebutuhan manusia yang dapat terpenuhi oleh produk kapitalis tersebut. Sang kapitalis membeli kerja dan menempatkannya dalam proses produksi untuk digabungkan dengan berbagai komoditi yang dapat dijual. Ia tidak peduli kegunaan-kegunaan khusus dari produknya, sama seperti ia yang tak peduli dengan kebutuhan-kebutuhan masyarakat; apa yang menarik hatinya dalam sebuah produk adalah seberapa menguntungkan produk itu dapat dijual, dan segala sesuatu yang menarik hatinya berkaitan dengan kebutuhan masyarakat adalah sebanyak apa yang masyarakat “butuhkan” untuk membeli dan bagaimana mereka dapat dipengaruhi melalui propaganda dan pengkondisian psikologis agar selalu “butuh” lebih. Tujuan kapitalis adalah untuk memenuhi kebutuhannya untuk terus memproduksi dan memperbesar Kapital, dan hasil dari proses ini adalah perluasan produksi kerja-upahan dan Kapital (yang mana artinya bukanlah “kebutuhan-kebutuhan manusia”).

Komoditi yang diproduksi oleh pekerja dipertukarkan oleh kapitalis dengan sejumlah khusus uang; komoditi adalah sebuah nilai yang dipertukarkan untuk sebuah nilai yang setara. Dengan kata lain, hidup dan materialisasi kerja masa lalu dapat eksis dalam dua bentuk yang berbeda tetapi setara, yaitu dalam komoditi dan dalam uang, ataupun juga dalam bentuk nilai, sesuatu yang umum bagi keduanya. Ini bukan berarti nilai adalah kerja. Nilai adalah sebuah bentuk sosial dari reifikasi (materialisasi) kerja dalam masyarakat kapitalis.

Dalam kapitalisme berbagai hubungan sosial tidak dibangun secara langsung; semuanya dibangun melalui nilai. Aktifitas harian tidak dipertukarkan secara langsung; tetapi dipertukarkan dalam bentuk nilai. Konsekuensinya, apa yang terjadi pada aktifitas hidup dalam kapitalisme tak dapat dilacak dengan mengamati aktifitas itu sendiri, tetapi hanya dengan cara menyusuri metamorfosis nilai.
Ketika aktifitas hidup masyarakat mengambil bentuk kerja (aktifitas yang teralienasi), aktifitas tersebut membutuhkan benda-benda yang dimiliki untuk dipertukarkan; aktifitas tersebut membentuk nilainya. Dengan kata lain, kerja dapat dipertukarkan dengan sejumlah uang (upah) yang setara.

Pengalienasian aktifitas hidup yang dilakukan dengan sengaja, yang mana dirasa oleh anggota-anggota masyarakat kapitalis sebagai sesuatu yang penting untuk dapat bertahan hidup, telah mereproduksi bentuk kapitalis dalam hal di mana alienasi dibutuhkan agar dapat bertahan hidup. Karena adanya fakta bahwa aktifitas hidup terwujud dalam bentuk nilai, maka produk-produk dari aktifitas tersebut juga harus terwujud dalam bentuk nilai: yaitu bahwa produk-produk tersebut harus dapat dipertukarkan dengan uang. Hal ini telah jelas semenjak apabila produk kerja tidak terwujud dalam bentuk nilai, misalnya terwujud dalam bentuk barang-barang yang berguna bagi pembangunan masyarakat, maka produk-produk tersebut akan tetap tersimpan dalam pabrik atau juga akan dapat diambil dengan cuma-cuma oleh anggota-anggota masyarakat saat hadir kebutuhan akan produk-produk tersebut; dalam kasus lain, upah-uang yang diterima oleh para pekerja tidak memiliki nilai, dan aktifitas hidup tak dapat dijual untuk sejumlah uang yang setara; aktifitas hidup tak dapat dialienasikan. Konsekuensinya, begitu aktifitas hidup terwujud dalam bentuk nilai, reproduksi kehidupan harian terjadi melalui perubahan-perubahan atau metamorfosis-metamorfosis nilai.

Sang kapitalis menjual produk-produk hasil kerja dalam sebuah pasar; ia mempertukarkannya dengan sejumlah uang yang setara; ia menyadari akan sebuah nilai yang menjadi penentu. Besaran spesifik nilai tersebut ini di sebuah pasar tertentu merupakan harga komoditi-komoditi. Bagi para Ekonom akademik, Harga adalah kunci milik Santo Petrus untuk membuka gerbang surga. Layaknya Kapital sendiri, Harga bergerak dalam sebuah dunia menakjubkan yang seluruhnya penuh berisi barang; barang-barang menghubungkan manusia yang satu dengan yang lain, mengkomunikasikan satu sama lain; mereka menikahkan dan menghasilkan anak-anak. Dan tentunya semua itu hanya dapat terwujud melalui berkah barang-barang yang intelek, kuat dan kreatif yang dengannya orang akan sangat berbahagia dalam masyarakat kapitalis.

Untuk merepresentasikan bagaimana Surga bekerja melalui gambaran seorang Ekonom, para malaikat mengerjakan semuanya sementara manusia tidak melakukan apapun; manusia sekedar menikmati apa yang dilakukan oleh mahkluk-mahkluk superior tersebut bagi mereka. Tak sekedar mengartikan bahwa Kapital yang memproduksi dan uang yang mengerjakan; mahkluk-mahkluk misterius lainnya juga memiliki pandangan yang sama. Persediaan, sejumlah barang untuk dijual, dan Permintaan, sejumlah barang untuk dibeli, bersama-sama menentukan Harga, sejumlah uang; saat Persediaan dan Permintaan dikawinkan dalam suatu poin tertentu pada sebuah diagram, mereka melahirkan Harga yang Setara, yang mempengaruhi sebuah kebahagiaan universal. Aktifitas kehidupan harian dimainkan oleh benda-benda, dan orang-orang tereduksi menjadi benda-benda (“faktor produksi”) dalam jam-jam “produktif” mereka, dan menjadi pengamat benda dalam “waktu luang” mereka. Pandangan para Ilmuwan Ekonom menjelaskan hal tersebut sebagai kemampuan seseorang dalam menghargai hasil aktifitas harian masyarakat melalui benda-benda, dan ketidakmampuan seseorang dalam melihat aktifitas hidup masyarakat melalui keunikan benda-benda. Bagi para Ekonom, benda-benda yang hadir melalui aktifitas masyarakat yang diatur dalam kapitalisme adalah ibu dan anak, sebab dan akibat yang hadir atas aktifitas mereka sendiri.

Besaran nilai, katakanlah harga sebuah komoditi, sejumlah uang yang merupakan hasil pertukarannya, tidaklah ditentukan oleh benda-benda, melainkan oleh aktifitas harian masyarakat. Persediaan dan permintaan, kompetisi yang sempurna dan yang tidak sempurna, tak lebih dari sekedar bentuk-bentuk sosial dari berbagai produk dan aktifitas dalam masyarakat kapitalis; mereka sendiri tidaklah hidup.

Fakta mengatakan bahwa aktifitas yang telah teralienasi, katakanlah waktu kerja yang dijual demi sejumlah uang tertentu, memiliki nilai, memiliki beberapa konsekuensi yang mempengaruhi besaran nilai hasil kerja tersebut. Nilai komoditi yang dijual setidaknya harus setara dengan nilai waktu kerja. Hal ini sudah jelas baik dari sudut pandang firma kapitalis individu ataupun dari sudut pandang masyarakat secara keseluruhan. Apabila nilai komoditi yang dijual oleh seorang individu kapitalis lebih rendah dari nilai kerja yang ia sewa, lantas pengeluaran untuk pengerjaanya sendiri lebih besar dari pendapatannya, dengan segera ia akan menemui kebangkrutan. Secara sosial, apabila nilai hasil kerja lebih rendah dari nilai konsumsinya, maka kekuatan kerja tak akan dapat mereproduksi dirinya sendiri, belum apabila bicara soal kelas para kapitalis. Tetapi bagaimanapun juga, apabila nilai komoditi setidaknya setara dengan nilai waktu kerja yang dibutuhkan untuk memproduksinya, maka para produsen komoditi akan dapat mereproduksi diri mereka sendiri, dan bentuk masyarakat mereka tidak lagi sebuah masyarakat kapitalis; aktifitas mereka mungkin masih berupa produksi komoditi, tetapi bukan bentuk produksi komoditi kapitalis.

Bagi kerja untuk dapat menciptakan Kapital, nilai hasil kerja harus lebih tinggi dari nilai kerja itu sendiri. Dalam kata lain, tenaga kerja harus memproduksi sebuah produk yang berlebih, sejumlah barang yang tidak dikonsumsi, dan produk lebih ini harus ditransformasikan menjadi nilai lebih, sebuah bentuk nilai yang tidak diperuntukkan bagi para pekerja sebagai upah, melainkan diperuntukkan bagi kapitalis sebagai profit. Lebih jauhnya lagi, nilai kerja harus selalu dijaga agar tetap lebih besar, semenjak pekerja yang hidup bukanlah satu-satunya jenis kerja yang mematerialkan dirinya dalam hasil kerja.

Dalam proses produksi, para pekerja memang menghabiskan energi mereka sendiri, tetapi mereka juga menyimpan kerja pekerja lainnya dalam bentuk perangkat kerja, dan mereka membentuk material-material dengan menggunakan hasil kerja para pekerja sebelum mereka.

Hal tersebut di atas membawa pada suatu hasil yang aneh yang mana nilai hasil kerja dan nilai upah yang diterima sang pekerja berbeda besarnya, katakanlah sejumlah uang yang diterima si kapitalis dari hasil penjualan berbagai komoditi yang diproduksi oleh tenaga kerja yang ia sewa berbeda dengan jumlah uang yang ia bayarkan pada para pekerjanya. Perbedaan ini tidak dijelaskan melalui fakta bahwa material-material dan alat-alat yang digunakan juga harus dibayar. Apabila nilai komoditi yang dijual setara dengan nilai pekerja hidup dan berbagai perangkatnya, maka tak akan ada tempat bagi sang kapitalis. Fakta bahwa beda dua besaran tersebut cukup besar untuk memberi eksistensi bagi kelas kapitalis—tidak hanya bagi para individunya, tetapi juga bagi seluruh aktifitas khusus yang dilakukan oleh para individu tersebut, katakanlah untuk dapat menyewa tenaga kerja. Beda antara nilai total produk dan nilai kerja yang dibutuhkan dalam produksinya inilah yang disebut sebagai nilai lebih, bibit dari Kapital.

Untuk menemukan dari mana asalnya nilai lebih, sangat penting untuk menyelidiki mengapa nilai kerja lebih rendah dari nilai komoditi yang dihasilkannya. Aktifitas teralienasi yang dilakukan pekerja mentransformasikan material-material dibantu dengan adanya berbagai perangkat, kemudian menghasilkan sejumlah komoditi tertentu. Bagaimanapun juga, saat komoditi-komoditi tersebut terjual dan material-material serta berbagai perangkatnya juga terbayar, sisa nilai atas seluruh penjualan hasil kerjanya tidak diberikan pada para pekerja sebagai upah mereka, mereka diberi bagian lebih kecil. Dengan kata lain, selama setiap hari kerja, para pekerja melakukan sejumlah aktifitas kerja yang tidak dibayar, kerja paksa, yang mana untuk hal ini mereka sama sekali tidak menerima nilai yang setara.

Dilakukannya kerja yang tak dibayar ini, kerja paksa ini, adalah sebuah “kondisi untuk bertahan hidup” yang lain dalam masyarakat kapitalis. Bagaimanapun juga, layaknya alienasi, kondisi semacam ini tidak terjadi secara alamiah, melainkan terjadi melalui praktek-praktek masyarakat yang dilakukan secara kolektif, melalui aktifitas harian mereka. Sebelum serikat-serikat pekerja lahir, seorang individu pekerja menerima apapun kerja paksa yang ada, semenjak penolakan terhadap kerja tersebut berarti bahwa akan ada pekerja lain yang akan menerima bentuk pertukaran tersebut, yang mana artinya individu tersebut tak akan menerima upah sama sekali. Maka para pekerja berkompetisi satu sama lain demi upah yang ditawarkan oleh para kapitalis; apabila seorang pekerja berhenti bekerja karena upah yang diterimanya sangat rendah, maka seorang pekerja yang menganggur akan segera bersedia menggantikan posisinya, karena bagi sang penganggur upah serendah apapun tetap lebih baik daripada tak memiliki upah sama sekali. Kompetisi antar pekerja inilah yang oleh para kapitalis disebut “kerja bebas”, yang melakukan pengorbanan besar dalam memberikan kebebasan bagi para pekerja, karena kebebasan seperti inilah yang akan memapankan nilai lebih bagi para kapitalis tersebut dan membuatnya mampu untuk terus mengakumulasikan Kapital. Bukan tujuan pekerja manapun untuk memproduksi lebih banyak barang daripada yang dibayarkan kepadanya. Tujuannya adalah mendapatkan upah sebesar mungkin. Tetapi bagaimanapun juga, sebenarnya eksistensi para pekerjalah yang sama sekali tidak diupah, dan yang mana konsepsi bahwa upah besar secara konsekuen tetap lebih rendah dari yang dikerjakan, membuat para kapitalis mampu untuk menyewa tenaga kerja dengan harga yang tetap lebih rendah. Pada faktanya, eksistensi para pekerja penganggurlah yang membuat para kapitalis untuk memberikan upah yang sangat rendah pada para pekerja yang bersedia bekerja. Dengan demikian hasil aktifitas harian kolektif para pekerja, setiap pengejaran individu atas upah tertinggi yang mungkin dicapai, yang artinya justru semakin merendahkan upah secara keseluruhan; dampak dari kompetisi antar sesama pekerjalah yang membuat upah menjadi semakin rendah, dan kapitalis mendapatkan lebih yang semakin besar.

Praktek harian keduanya merusak tujuan masing-masing pihak. Tetapi para pekerja tidak mengetahui bahwa situasi mereka adalah sebuah produk atas perilaku harian mereka sendiri; aktifitas mereka sendiri tidak transparan bagi mereka. Bagi para pekerja ini, upah rendah tampak sebagai bagian alamiah dari kehidupan, layaknya penyakit dan kematian, dan jatuhnya upah juga dianggap bencana yang alamiah, seperti banjir dan musim dingin yang keras. Kritik-kritik kaum sosialis dan analisa-analisa Marx, sebagaimana juga naiknya perkembangan pembangunan industrial yang memberi cukup waktu untuk berkaca, membuka beberapa tabir dan membuat para pekerja dapat melihat aktifitas mereka sendiri secara cukup mendalam. Bagaimanapun juga, di Eropa Barat dan Amerika Serikat, para pekerja tidak menghapuskan bentuk kapitalis dari aktifitas harian mereka; mereka membentuk serikat pekerja. Dan dalam kondisi-kondisi material yang berbeda di Uni Soviet dan Eropa Timur, para pekerja (dan petani) menggantikan kelas kapitalis dengan sebuah birokrasi negara yang juga menciptakan alienasi kerja serta mengakumulasikan Kapital atas nama Marx.

Dengan terbentuknya serikat pekerja, kehidupan harian tetap mirip dengan sebelum serikat pekerja lahir. Bahkan pada faktanya hampir sama. Kehidupan harian terus berisi kerja, aktifitas yang teralienasi, dan kerja yang tak dibayar, kerja paksa. Pekerja yang bergabung dengan serikat pekerja tidak lagi menganggap aktifitasnya sebagai aktifitas yang teralienasi; para pelaku serikat melakukan itu semua demi dirinya sendiri. Terminologi yang menerangkan tentang bagaimana aktifitas pekerja telah teralienasi, tidak lagi dipandu oleh kebutuhan seorang individu pekerja untuk menerima apa yang ada; mereka kini dipandu oleh kebutuhan para birokrat serikat pekerja untuk memapankan posisinya sebagai seorang germo yang berdiri di antara penjual tenaga kerja dan pembelinya.

Dengan atau tanpa serikat pekerja, nilai lebih bukanlah sebuah produk alamiah ataupun juga produk Kapital; ia diciptakan oleh aktifitas harian masyarakat. Dalam melaksanaan aktifitas hariannya, masyarakat tidak hanya diatur untuk mengalienasikan aktifitas mereka sendiri, tetapi mereka juga diatur untuk mereproduksi kondisi-kondisi yang memaksa mereka untuk mengalienasikan aktifitas mereka sendiri, untuk mereproduksi Kapital dan yang dengan demikian juga berarti mereproduksi kuasa Kapital dalam mendapatkan tenaga kerja. Hal ini bukan karena mereka tidak mengetahui tentang “alternatif yang ada”. Seseorang yang mengalami ketidakmampuan kronis dalam mencerna akibat terlalu banyak mengkonsumsi lemak tidak lantas berhenti mengkonsumsi lemak, akibat ia tidak mengetahui alternatif yang ada. Ia juga tak mampu untuk tidak mengkonsumsi lemak, atau juga karena memang ia tidak mengerti bahwa konsumsi lemak hariannyalah yang telah membuatnya tak mampu mencerna. Dan apabila dokter, pendo’a, guru dan politisinya memberitahukan padanya mengenai hal tersebut, pertama, bahwa lemak adalah sesuatu yang membuatnya terus hidup, dan kedua, mereka telah melakukan baginya apapun yang akan ia lakukan apabila sehat, maka segalanya akan menjadi tidak transparan baginya dan iapun tak akan melakukan upaya besar apapun untuk membuatnya transparan.

Produksi nilai lebih adalah sebuah kondisi untuk bertahan hidup, bukan bagi keseluruhan populasi melainkan bagi sistem kapitalis. Nilai lebih adalah bagian dari nilai berbagai komoditi yang dihasilkan oleh pekerja namun tidak dikembalikan pada mereka yang mengerjakannya. Nilai lebih terekspresikan melalui berbagai komoditi ataupun juga melalui uang (sebagaimana Kapital terekspresikan baik sebagai sejumlah benda ataupun uang), tetapi hal ini tidak mengubah fakta bahwa nilai lebih tersebut adalah sebuah ekspresi bagi materialisasi kerja yang tersimpan dalam sebuah jumlah produk tertentu.

Semenjak berbagai produk dapat dipertukarkan dengan sejumlah uang yang “setara”, maka uang “artinya” atau merepresentasikan nilai yang sama dengan berbagai produk tersebut. Pada gilirannya uang dapat dipertukarkan dengan sejumlah produk yang memiliki nilai yang “setara”. Seluruh soalan tukar menukar ini, yang terwujud secara simultan selama kehidupan harian kapitalis, merupakan proses sirkulasi kapitalis. Melalui proses inilah metamorfosa nilai lebih menjadi Kapital terjadi.

Sejumlah nilai yang tidak dikembalikan kepada pekerja, atau yang dinamakan nilai lebih, membuat kapitalis dapat eksis, dan hal tersebut juga mampu membuatnya melakukan banyak hal lebih daripada sekedar eksis. Kapitalis membuat investasi dengan sebagian dari nilai lebih ini; ia menyewa pekerja-pekerja baru dan membeli alat produksi yang juga baru; ia memperluas dominasinya. Ini berarti bahwa sang kapitalis mengakumulasikan pekerjaan baru, baik dalam bentuk pekerja hidup yang ia sewa dan kerja-kerja sebelumnya (baik yang dibayar maupun yang tak dibayar) yang tersimpan dalam berbagai material, maupun juga dalam bentuk perangkat yang ia beli.

Secara keseluruhannya, kelas kapitalis mengakumulasikan kelebihan pekerja dari masyarakat, tetapi proses ini terjadi dalam skala sosial yang luas dan tidak akan tampak apabila seseorang memperhatikan berbagai aktifitas individual sang kapitalis. Harus diingat bahwa produk yang dibeli oleh sang kapitalis untuk perangkat-perangkatnya memiliki karakteristik-karakteristik yang sama dengan produk yang ia jual. Kapitalis pertama menjual perangkatnya pada kapitalis kedua untuk sejumlah nilai tertentu, dan hanya sebagian kecil saja dari nilai ini yang dikembalikan kepada para pekerja sebagai upah; nilai yang tersisa itulah nilai lebih, yang mana digunakan oleh sang kapitalis pertama untuk membeli berbagai perangkat dan tenaga kerja baru. Kapitalis kedua membeli berbagai perangkat dengan sejumlah nilai yang diajukan, yang artinya bahwa ia membayar jumlah keseluruhan kerja yang dihasilkan oleh sang kapitalis pertama, jumlah kerja yang telah melalui penghitungan ulang karena sejumlah kerja tersebut dilakukan tanpa dibayar. Hal ini berarti bahwa berbagai perangkat yang diakumulasikan oleh sang kapitalis kedua berisi kerja yang tidak dibayar yang dilakukan oleh pekerja sang kapitalis pertama.
Pada gilirannya, kapitalis kedua menjual produk-produknya dengan sejumlah nilai tertentu, dan mengembalikan hanya sebagian nilai tersebut kepada para pekerjanya; ia menggunakan sisa nilai tadi untuk perangkat dan pekerja baru.

Apabila keseluruhan proses tersebut dimampatkan dalam satu periode waktu dan apabila seluruh kapitalis digabungkan menjadi satu, maka akan terlihat bahwa nilai yang kapitalis gunakan untuk membeli perangkat dan pekerja baru jumlahnya sama dengan nilai produk yang tidak ia kembalikan pada produsennya. Akumulasi nilai lebih inilah yang dinamakan Kapital.

Dalam pengertian masyarakat kapitalis secara keseluruhan, keseluruhan jumlah Kapital sama dengan aktifitas kerja yang tak dibayar yang dilakukan oleh berbagai generasi manusia yang hidupnya berisi pengalienasian aktifitas hidup mereka setiap harinya. Dengan kata lain, dalam artian yang mana manusia menjual hidup hariannya, Kapital adalah hasil dari penjualan aktifitas manusia yang terus direproduksi, diperluas setiap hari sehingga manusia menjualnya di hari kerja yang lain, setiap momen yang ia putuskan untuk terus menghidupi bentuk kapitalis dari kehidupan hariannya.


Penyimpanan dan Akumulasi Aktifitas Manusia

Transformasi surplus kerja menjadi kapital adalah suatu bentuk spesifik histories sebuah proses yang lebih luas, proses industrialisasi, transformasi permanent lingkungan material manusia.

Beberapa karakteristik tertentu yang esensial sebagai konsekuensi aktifitas manusia di bawah kapitalisme dapat ditangkap melalui sebuah ilustrasi yang disederhanakan. Dalam suatu masyarakat imajiner, orang-orang menghabiskan sebagian besar waktu aktif mereka untuk memproduksi makanan dan berbagai kebutuhan lainnya; hanya sebagian dari waktu mereka yang menjadi “waktu lebih” dalam pengertian waktu yang tidak digunakan untuk memproduksi berbagai kebutuhan. Aktifitas lebih ini dapat digunakan untuk menyediakan makanan bagi para pendeta dan prajurit yang tidak memproduksi makanan bagi diri mereka sendiri; aktifitas tersebut juga dapat digunakan untuk memproduksi benda-benda yang dibakar dalam saat-saat yang dianggap sakral; aktifitas tersebut dapat juga digunakan dalam melakukan berbagai perayaan atau olah raga. Dalam berbagai kasus tersebut, kondisi-kondisi material masyarakat tersebut tidak berubah-ubah dari generasi yang satu ke generasi yang lain sebagai hasil aktifitas harian mereka. Bagaimanapun juga, satu generasi dari masyarakat imajiner ini dapat menyimpan waktu lebih mereka dan bukan menggunakannya. Misalnya, mereka dapat menghabiskan waktu lebih mereka untuk melikui musim semi. Generasi berikutnya dapat tidak perlu melikui musim semi dan menggunakan energi yang telah tersimpan dalam musim semi tersebut untuk melakukan hal-hal lain yang juga penting, atau sekedar menggunakan energi musim semi mereka untuk melikui musim semi selanjutnya. Dalam kasus lain, kerja lebih yang tersimpan dari generasi sebelumnya akan menyediakan sejumlah waktu kerja berlebih bagi generasi baru. Generasi baru ini dapat saja menggunakannya dalam musim semi ataupun dalam wadah-wadah lainnya. Dalam suatu periode yang relatif pendek, kerja yang tersimpan dalam musim semi akan meningkatkan waktu kerja yang tersedia bagi setiap generasi-generasi lain yang hidup selanjutnya; dengan mengeluarkan energi yang relatif kecil, orang-orang dalam masyarakat imajiner ini dapat memanfaatkan musim seminya untuk melakukan banyak kebutuhan-kebutuhan mereka yang paling penting, dan juga untuk melikui musim semi bagi generasi selanjutnya. Sebagian besar waktu hidup mereka yang tadinya digunakan untuk menghasilkan berbagai kebutuhan kini dapat digunakan untuk berbagai aktifitas yang tidak lagi didikte oleh kebutuhan melainkan yang diproyeksikan oleh imajinasi.

Dalam pembacaan sekilas tampaknya tidak menyenangkan bagi orang-orang untuk memanfaatkan waktu-waktu hidup mereka dalam tugas aneh melikui musim semi. Tapi sama tidak menyenangkannya apabila mereka tidak melikui musim semi dan menyimpan energi mereka bagi generasi berikutnya, karena tidak melikui musim semi mungkin juga akan memberi mereka waktu, misalnya, untuk membuat tontonan yang merayakan hari-hari mereka.

Bagaimanapun juga, apabila masyarakat tidak mengatur hidup mereka sendiri, apabila aktifitas kerja mereka bukanlah milik mereka sendiri, apabila aktifitas praksis mereka berisi kerja paksa, maka aktifitas manusia tidak akan dimanfaatkan untuk melikui musim semi, tugas penyimpanan waktu kerja lebih mereka dalam wadah-wadah material. Peran bersejarah Kapitalisme, sebuah peran yang dilakukan oleh orang-orang yang menerima legitimasi orang lain untuk mengatur hidup mereka, sama artinya dengan menyimpan aktifitas manusia dalam wadah-wadah material, dalam bentuk kerja paksa.

Begitu orang-orang tunduk pada “kekuatan” uang untuk membeli kerja yang tersimpan dan aktifitas hidup, begitu mereka menerima “hak” fiktif pemegang-uang untuk mengontrol dan mengatur aktifitas yang tersimpan dan aktifitas hidup masyarakat, mereka telah mentransformasikan uang uang menjadi Kapital dan pemilik uang menjadi kapitalis.

Alienasi ganda ini, pengalienasian aktifitas hidup dalam bentuk kerja-upahan dan pengalienasian aktifitas berbagai generasi terdahulu dalam bentuk kerja yang tersimpan (alat produksi) bukanlah sebuah aksi yang terjadi pada satu waktu dalam sejarah. Hubungan antara pekerja dan kapitalis bukanlah sesuatu yang terjadi begitu saja dalam masyarakat jaman dulu yang lantas tidak dapat tergantikan lagi. Manusia tak pernah menandatangani kontrak atau membuat suatu persetujuan secara verbal, saat menyerahkan kuasa atas aktifitas hidup mereka, yang mana mereka juga telah menyerahkan kuasa atas aktifitas hidup seluruh generasi mendatang di seluruh penjuru dunia.

Kapital mengenakan topeng kuasa alamiah; yang tampak sesolid bumi sendiri; gerakan-gerakannya tampak tak dapat dibalik sebagaimana gelombang pasang; krisis-krisisnya tampak tak terhindarkan sebagaimana gempa bumi dan banjir. Bahkan saat diakui bahwa kekuatan Kapital sesungguhnya adalah ciptaan manusia, pernyataan ini dapat saja menjadi sekedar kesempatan untuk membuat topeng yang lebih menekan, topeng kuasa ciptaan manusia, sesosok monster Frankenstein, yang kekuatannya menginspirasikan pesona yang lebih mengagumkan daripada segala kekuatan alam.

Bagaimanapun juga Kapital bukanlah sebuah kuasa alamiah ataupun monster ciptaan manusia yang diciptakan pada satu masa di jaman dahulu yang mendominasi seluruh hidup manusia setelahnya.
Bagaimanapun juga kuasa Kapital tidak terletak dalam uang, karena uang hanyalah sebuah konvensi sosial yang tidak mempunyai “kuasa” dibanding manusia yang memilih untuk menggunakannya; saat manusia menolak menjual kerja mereka, uang tak dapat berperan sedikitpun bahkan hingga peran-peran sederhananya, karena uang tidak “bekerja”.

Kuasa Kapital juga tidak terletak dalam wadah-wadah material di mana kerja berbagai generasi sebelumnya tersimpan karena energi potensial yang tersimpan dalam wadah-wadah material tersebut dapat dibebaskan oleh aktifitas nyata manusia, baik wadah tersebut adalah Kapital atau bukan, atau katakanlah “milik” yang lain. Tanpa aktifitas hidup, sekumpulan barang yang membentuk Kapital masyarakat tak lebih dari sekedar setumpuk artefak yang tak memiliki hidup mereka sendiri, dan “para pemilik” Kapital hanya menjadi sekumpulan orang tidak biasa yang tidak kreatif (karena dilatih demikian), yang mengelilingi diri mereka sendiri dengan kertas-kertas tak berguna yang dengan sia-sia berusaha membangkitkan kejayaan lama. Satu-satunya “kuasa” Kapital terletak dalam aktifitas kehidupan harian manusia; “kuasa” ini berarti membubarkan penjualan aktifitas harian mereka yang dipertukarkan dengan uang dan melepaskan aktifitas mereka dan berbagai generasi sebelumnya dari kontrol kebendaan.

Begitu seseorang menjual kerjanya kepada seorang kapitalis dan menerima hanya sebagian dari produk-produk yang dihasilkannya sebagai pembayaran atas kerjanya, ia menciptakan kondisi-kondisi bagi pembelian dan pengeksploitasian atas orang lainnya. Tak seorangpun akan dengan rela memberikan tangan atau anaknya untuk dipertukarkan dengan uang; tapi saat seseorang secara sengaja dan sadar menjual kehidupan kerjanya demi memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya, ia tak hanya mereproduksi kondisi-kondisi yang terus membuat penjualan hidupnya sebagai sebuah kebutuhan menjadi langgeng; ia juga menciptakan kondisi-kondisi di mana penjualan hidup menjadi sebuah kebutuhan bagi orang lainnya. Generasi-generasi selanjutnya mungkin akan menolak menjual kehidupan kerja mereka dengan suatu alasan yang sama saat ia menolak menjual tangannya; tetapi bagaimanapun juga setiap kegagalan untuk menolak kerja paksa dan teralienasi akan memperbesar persediaan kerja yang tersimpan yang mana Kapital dapat membeli kehidupan-kehidupan kerja.

Dalam upaya mentransformasikan kerja lebih menjadi Kapital, sang kapitalis harus menemukan jalan untuk menyimpannya dalam wadah-wadah material, dalam alat-alat produksi yang baru, dan ia harus menyewa para pekerja baru untuk menjalankan alat-alat produksi baru tersebut. Dengan kata lain, ia harus memperbesar perusahaannya, atau membuat sebuah perusahaan baru dengan cabang produksi yang berbeda. Hal ini membutuhkan keberadaan material-material yang dapat bentuk menjadi komoditi-komoditi baru yang dapat dijual serta keberadaan orang-orang yang terlalu miskin yang membuat mereka rela menjual tenaga kerja mereka. Syarat-syarat itu sendiri diciptakan oleh aktifitas kapitalis, dan para kapitalis tak mengenal batas ataupun rintangan dalam pelaksanaan aktifitas mereka; demokrasi Kapital menuntut kebebasan yang absolut.

Imperialisme tidaklah sekedar tahap tertinggi kapitalisme; tetapi juga merupakan tahap awal.
Apapun yang dapat ditransformasikan menjadi sebuah barang yang laku di pasaran menjadi padi bagi penggilingan Kapital, entah itu berada di tanah sang kapitalis atau di tanah tetangganya, entah itu berada di atas ataupun di bawah tanah, terapung di lautan atau merangkak di lantai; entah itu berada di kontinen lain ataupun planet lain. Seluruh eksplorasi manusia terhadap alam, dari Kimia ke Fisika, dimobilisasi untuk mencari material-material baru untuk menyimpan kerja, untuk mencari barang baru yang mana seseorang dapat dilatih untuk membelinya.

Pembeli produk lama dan baru diciptakan dengan cara apapun yang tersedia, dan cara baru pun ditemukan secara terus menerus. “Pasar terbuka” dan “pintu terbuka” dikembangkan dengan pemaksaan dan penipuan. Apabila orang-orang kekurangan cara agar dapat membeli produk-produk kapitalis, mereka disewa oleh para kapitalis dan dibayar untuk memproduksi produk-produk yang ingin mereka beli; apabila para pengrajin lokal telah memproduksi apa yang seharusnya hendak dijual oleh sang kapitalis, maka para pengrajin ini akan dibuat merugi atau dibeli; apabila hukum dan tradisi melarang penggunaan produk-produk tersebut, maka hukum dan tradisi tersebut akan dihapuskan; apabila orang-orang kurang merasa perlu untuk menggunakan produk-produk sang kapitalis, maka mereka dilatih untuk membeli barang-barang ini; apabila orang-orang secara fisik dan biologis kehabisan keinginan, maka para kapitalis “memuaskan” semua “kebutuhan spiritual” mereka dengan cara menyewa psikolog untuk menciptakan keinginan tersebut; apabila orang-orang sudah terlalu terpuaskan dengan produk-produk para kapitalis yang membuat mereka tak memerlukan barang-barang lainnya lagi, mereka dilatih untuk membeli barang dan spectacle yang tak berguna selain sekedar untuk dilihat dan dikagumi.

Orang-orang miskin sudah ada baik dalam masyarakat masa pra-agraris maupuan masa agraris di setiap daerah; apabila mereka tidak terlalu miskin sehingga rela menjual tenaga kerja mereka saat para kapitalis datang, mereka akan termiskinkan oleh aktifitas para kapitalis itu sendiri. Tanah-tanah buruan berangsur-angsur menjadi “milik pribadi” dari “para pemilik” yang menggunakan kekerasan negara untuk membatasi para pemburu di “reservasi” yang tidak tersedia makanan yang cukup bagi mereka untuk bertahan hidup. Peralatan yang dibutuhkan para petani berangsur-angsur hanya bisa didapat pada pedagang yang sama yang dengan dermawan memberi mereka pinjaman agar dapat membeli peralatan, hingga “hutang” para petani terlalu besar sehingga memaksa mereka untuk menjual tanah yang sebelumnya tak pernah mereka atau para pendahulu mereka beli. Para pembeli produk pengrajin berangsur-angsur tereduksi menjadi pedagang yang memasarkan produk-produk tersebut, hingga satu titik di mana pedagang tersebut memutuskan untuk mengumpulkan “para pengrajinnya” di bawah satu atap, dan menyediakan mereka perangkat-perangkat kerja yang mampu membuat mereka mengkonsentrasikan aktifitasnya dalam pemroduksian barang-barang yang paling mampu mendatangkan keuntungan. Para pemburu yang independen maupun yang tidak, para petani dan pengrajin, manusia bebas ataupun budak, tertransformasikan menjadi pekerja sewaan. Mereka yang dulunya mengatur hidup mereka sendiri di hadapan kondisi-kondisi material yang keras, tak lagi mengatur hidup mereka sendiri bertepatan dengan momen saat mereka memutuskan untuk turut ambil bagian dalam memodifikasi kondisi-kondisi material mereka tersebut; mereka yang dulunya pencipta keberadaan diri mereka sendiri yang tak lengkap menjadi korban tak sadar atas aktifitas mereka sendiri saat menghancurkan ketidaklengkapan keberadaan mereka tersebut. Orang-orang yang dulunya kaya tetapi sedikit memiliki, kini banyak memiliki tetapi miskin.

Produksi komoditi-komoditi baru, “pembukaan” pasar baru, penciptaan pekerja baru, bukanlah tiga aktifitas yang terpisah; mereka adalah tiga aspek dari aktifitas yang sama. Sebuah tenaga kerja baru diciptakan dengan pasti untuk menghasilkan komoditi yang juga baru; upah yang diterima oleh pekerja dengan sendirinya juga menciptakan pasar baru; kerja mereka yang tak dibayar adalah sumber ekspansi baru. Tak ada rintangan-rintangan dari budaya atau juga alam yang dapat menghentikan penyebaran Kapital, transformasi aktifitas harian orang-orang menjadi kerja yang teralienasi, transformasi kerja lebih mereka menjadi “kepemilikan pribadi” para kapitalis. Bagaimanpun juga, Kapital bukanlah sebuah kekuatan alamiah; ia adalah sebentuk aktifitas yang dilakukan setiap hari oleh orang-orang; ia adalah bentuk kehidupan harian; keberadaan dan ekspansinya yang dilanjutkannya mengisyaratkan hanya satu kondisi saja yang essensial: penyusunan orang-orang agar terus mengalienasikan kehidupan kerja mereka dan dengan demikian juga mereproduksi bentuk kapitalis di kehidupan harian.


Jumat, 15 Mei 2009

BAGAIMANA MENGORGANISIR INSUREKSI

KAMI ADALAH BAYANGAN DARI MASA DEPAN
“Jika sesuatu membuat kita takut, maka itu berarti kembali pada normalitas. Karena di setiap jalan-jalan yang telah dirusak dan dihancurkan dari kota kita yang terbakar kita tidak hanya melihat hasil yang lumrah dari kemarahan kita, tapi juga kemungkinan untuk memulai hidup. Kita tak lagi punya sesuatu yang harus dilakukan selain membuat diri kita berada di dalam kemungkinan ini dan merubahnya menjadi suatu pengalaman yang hidup: dengan berpijak pada keseharian hidup, kreativitas kita, kekuatan kita untuk mematerialisasi keinginan kita, kekuatan kita untuk tidak berpikir tapi untuk mengkonstruksikan yang nyata. Inilah ruang vital kita. Sisanya adalah kematian.“ -- Pernyataan dari pendudukan Sekolah Ekonomi dan Bisnis Athena
Bagaimana aksi dikoordinasikan di dalam kota? Antar kota?

Ada ratusan kelompok affiniti yang kecil dan sangat dekat—kelompok-kelompok yang berdasarkan persahabatan yang telah berlangsung lama yang disertai dengan kepercayaan 100 persen—dan kelompok-kelompok yang lebih besar, seperti orang-orang yang berasal dari tiga squat besar di Athena dan tiga dari Thessaloniki. Ada lebih dari 50 social centre (pusat sosial), dan ruang-ruang anarkis di universitas-universitas; juga, Antiauthoritarian Movement (Pergerakan Antiotoritarian) mempunyai grup di setiap kota besar, dan ada jejaring affiniti blok hitam yang aktif di setiap kota di Yunani, yang berdasarkan relasi personal dan berkomunikasi via surat dan telepon. Bagi mereka semua, Indymedia sangatlah penting sebagai titik strategis untuk mengumpulkan dan berbagi informasi yang berharga—di tempat terjadi konflik, di tempat polisi berada, di mana para polisi rahasia sedang melakukan penangkapan, apa yang sedang terjadi di mana saja tiap menit; juga berguna di level politis, untuk mempublikasikan pengumuman dan ajakan untuk melakukan demonstrasi dan aksi.

Tentu, kita tidak dapat melupakan bahwa di dalam prakteknya, koordinasi banyak dilakukan melalui kontak antar teman via telepon genggam; itu juga yang banyak dipakai oleh pelajar untuk mengkoordinasikan inisiatif, demonstrasi, dan aksi langsung.

Struktur-struktur macam saja apa yang tampak?

a) Setiap jenis kelompok kecil yang berupa relasi pertemanan membuat keputusan-keputusan spontan di jalan-jalan, merencanakan aksi dan melakukannya sendiri dalam atmosfir yang rusuh dan tidak terkontrol; ribuan aksi terjadi di waktu yang bersamaan di mana saja di seluruh negeri.

b) Setiap sore ada Dewan Umum di setiap sekolah-sekolah yang diduduki, gedung-gedung yang diduduki, dan universitas yang diduduki.

c) Indymedia digunakan untuk mengkoordinasikan aksi dan melakukan pemberitahuan.

d) Partai-partai komunis juga mengorganisir konfederasi pelajar mereka.

e) Dan juga federasi yang memili pengaruh diorganisir oleh teman-teman Alexis yang mengorganisir pelajar untuk melakukan demonstrasi dan aksi, pendudukan sekolah-sekolah, dan melakukan pemberitahuan dari perjuangan pelajar.

Apakah ada struktur-struktur yang sudah ada yang dipakai oleh orang-orang untuk mengorganisir?

Bagi para pelajar baru yang pertama kali berada di jalanan, dan juga para imigran yang berpartisipasi, telepon sangatlah cukup; hal ini menghasilkan elemen yang rusuh dan tak terduga dari situasi-situasi. Di sisi lain, bagi kaum anarkis dan antiotoritarian, Dewan Umum (General Assembly) merupakan alat pengorganisiran yang telah digunakan selama 30 tahun di dalam setiap gerakan. Setiap kelompok affiniti, squat, pusat sosial, universitas yang diduduki, dan organisasi lainnya mempunyai Dewan Umum mereka sendiri. Partisipan-partisipan lainnya termasuk organisasi Kiri dan ruang-ruang politis anarkis di universitas. Selama terjadinya pertempuran, banyak blog baru muncul, dan jejaring koordinasi antar pelajar SMU.

Orang-orang dari latarbelakang apa saja yang berpartisipasi di dalam aksi?

Mayoritasnya adalah anarkis, setengahnya orang-orang tua, beberapa dari mereka beresiko dipenjara akibat aksi-aksi mereka terdahulu. Disamping mereka terdapat ribuan anak sekolah yang berumur dari 16 sampai 18 tahun. Bersebelahan dengan mereka adalah kelompok imigran, ribuan mahasiswa, banyak dari anak-anak kaum gipsi melakukan balas dendam atas represi sosial dan rasisme terhadap mereka, juga kaum revolusioner tua yang berasal dari perjuangan-perjuangan sebelumnya.

Bentuk-bentuk berbeda macam apa yang dilakukan selama aksi?

a) Menghantam kaca, menjarah, dan membakar merupakan aksi utama yang banyak digunakan oleh orang-orang. Mereka sering menyerang distrik pusat perbelanjaan mewah, membuka toko-toko mewah, mengambil segala sesuatu dari dalamnya, dan membakarnya guna melakukan tindakan kontra terhadap lemparan gas air mata. Banyak yang membalikkan mobil untuk dijadikan barikade, menjaga agar polisi berada di jarak yang cukup jauh hingga kemudian menciptakan area-area yang terbebaskan. Polisi menggunakan lebih dari 4600 gas air mata—hampir sebanyak 4 ton—namun orang-orang membuat banyak aksi membakar, cukup untuk menjaga area-area agar dapat bernafas di tengah negara yang sedang melancarkan peperangan kimia terhadap masyarakat.
Ketika ribuan orang sadar kalau asap hitam dapat menetralkan asap putih dari gas air mata, mereka menggunakan taktik membakar apa saja sebagai perlindungan atas gas air mata. Taktik lainnya termasuk membongkar batu bata dari jalanan dengan palu, untuk menghasilkan ribuan batu bagi masyarakat sebagai bahan untuk dilempar; dan tentunya, inisiatif personal untuk menghasilkan dan melempar bom molotov. Taktik terakhir ini biasanya digunakan untuk memaksa agar polisi anti huru-hara takut dan menghargai para demonstran, dan juga sebagai cara untuk mengkontrol ruang dan waktu untuk menyerang dan melarikan diri.

b) Menyerang dengan menggunakan tongkat, batu dan molotov dilancarkan terhadap banyak bank, kantor polisi, dan mobil-mobil polisi di seantero negeri. Di kota-kota yang lebih kecil, bank-bank dan polisi merupakan target utama, sebagaimana masyarakat yang tidak terlalu besar dan hubungan langsung melarang untuk menyerang toko-toko, dengan pengecualian beberapa franchisenya perusahaan multinasional.

c) Ratusan pendudukan simbolis dilakukan di berbagai bangunan publik, kantor-kantor pemerintahan, kantor layanan publik, teater-teater, stasiun TV, radio, dan bangunan-bangunan lainnya yang dilakukan oleh 50-70 orang. Juga terjadi banyak aksi sabotase simbolis dan blokade jalanan, jalan tol, kantor-kantor, stasiun metro, dan seterusnya, biasanya ditemani oleh distribusi ribuan pamplet untuk masyarakat di sekitar area tersebut.

d) Setiap harinya ada protes-protes diam, art-happening, dan aksi-aksi nonkekerasan di depan parlemen dan setiap kota. Banyak dari aksi ini diserang secara brutal oleh polisi, yang menggunakan gas air mata dan menangkap orang-orang.

e) Kaum Kiri mengorganisir konser di ruang-ruang publik dengan partisipasi band-band bawah tanah juga beberapa bintang pop yang memiliki kesadaran politis. Yang terbesar di Athena melibatkan lebih dari 40 artis dan mengundang penonton sebanyak 10.000 orang.

f) Demonstrasi pelajar yang terkontrol diorganisir oleh Partai Komunis. Banyak dari demonstrasi ini tidak terlalu menarik partisipasi dibanding dengan demonstrasi-demonstrasi pelajar yang rusuh dan spontan.

Berapa banyak partisipan di dalam aksi ini yang terlibat dalam aksi-aksi serupa sebelumnya? Seberapa banyak menurutmu aksi ini merupakan yang pertama bagi mereka?

Ribuan orang yang terlibat merupakan anarkis-insureksionis, antiotoritarian, dan otonomis libertarian; setengah dari mereka merupakan kaum anarkis yang lebih tua yang hanya turun ke jalan bila terjadi perjuangan yang penting; sebagaimana banyak dari mereka sudah pernah dikenai hukuman. Juga ada ribuan anak muda yang teradikalisasi selang tiga tahun terakhir dalam perjuangan-perjuangan sosial seperti tuntutan untuk Jaminan Sosial dan perjuangan menentang privatisasi pendidikan, dan juga demonstrasi spontan besar-besaran ketika terjadi pembakaran dari hampir 25 persen area alami di Yunani selama musim panas 2007. Kami memperkirakan ada sekitar 30 persen orang yang baru pertama kali melakukan kerusuhan.

Taktik macam apa yang digunakan ketika aksi sebelumnya di Yunani? Apakah taktik semacam ini berjalan sehaluan dengan pemberontakan ini? Jika benar, bagaimana itu bisa terjadi?
Banyak taktik yang digunakan dalam perjuangan ini telah digunakan sejak lama di Yunani. Apa yang paling penting dari kebaharuan karakteristik dari perjuangan ini merupakan aksi-aksi yang muncul dengan tiba-tiba di seluruh negeri. Pembunuhan seorang anak muda di area terpenting bagi aktivitas anarkis memprovokasikan reaksi yang cepat; selang lima menit kematiannya, sel-sel kaum anarkis di berbagai penjuru diaktifkan. Dalam beberapa kasus, para polisi terlambat tahu dari kaum anarkis perihal alasan kenapa mereka menghadapi serangan dari orang-orang. Bagi masyarakat Yunani, merupakan suatu kejutan bahwa mayoritas anak muda di negeri ini mengadopsi taktik “kekerasan anarkis, memecahkan dan membakar”, namun ini merupakan hasil dari pengaruh aksi dan ide anarkis yang telah ditunjukan kepada masyarakat Yunani selama empat tahun terakhir.

Apakah terjadi konflik antara partisipan aksi?

Partai Komunis memisahkan diri dari para anarkis dan kaum Kiri, dan mengorganisir demonstrasi yang terpisah. Juga, pengumuman yang dilakukan oleh Partai Komunis di media korporat, pidato mereka di parlemen, propaganda negatif mereka terhadap setiap organisasi Kiri membuktikan bahwa mereka merupakan musuh dari setiap usaha untuk perubahan sosial.

Apa opini dari “masyarakat umum” mengenai aksi ini?

Apa yang disebut sebagai “masyarakat umum” selama suatu periode tele-demokrasi merupakan sesuatu yang butuh banyak didiskusikan.

Secara umum, bila berbicara, “masyarakat umum” ketakutan ketika TV berkata bahwa kami “membakar toko-toko orang miskin,” tapi orang-orang juga tahu toko-toko macam apa yang berdiri di distrik-distrik mahal tempat terjadi kerusuhan; mereka ketakutan ketika TV berkata bahwa kaum imigran yang marah turun ke jalan dan menjarah, tapi mereka juga tahu kalau imigran itu kaum yang miskin dan putus asa, dan juga bahwa hanya sebagian kecil dari mereka yang turun ke jalan. Banyak seniman (artis), teoritisi, sosiolog, dan tokoh-tokoh publik lainnya yang menawarkan penjelasan mengenai pemberontakan yang terjadi, dan banyak dari mereka cukup bermanfaat bagi tujuan kami; beberapa di antara mereka barangkali terjebak oleh keinginan mereka untuk berpartisipasi dalam semangat jaman, sementara yang lainnya memanfaatkan situasi untuk secara jujur menyatakan ide-ide mereka.

“Masyarakat umum” marah terhadap pembunuhan atas seorang anak muda berumur 15 tahun oleh polisi, dan mereka semakin membenci polisi, tak ada seorang pun yang menyukai polisi. Mayoritas orang “normal” Yunani tidak mempercayai pemerintahan sayap kanan sekarang ini atau pemerintahan sosialis yang kemarin (dan mungkin masa depan), dan mereka tidak menyukai polisi, toko-toko mahal, atau bank. Sekarang opini publik yang baru hadir menawarkan setiap justifikasi etis maupun sosial dari pemberontakan. Bila kemarin cukup sulit untuk memerintah Yunani, sekarang akan semakin sulit.

Seberapa penting konteks kejadian ini dengan kenangan kediktatoran yang pernah terjadi di Yunani? Bagaimana hal tersebut memengaruhi opini masyarakat luas dan aksi dalam kasus ini?

Pada tahun 1973, anak muda merupakan satu-satunya elemen yang mengambil resiko untuk memberontak melawan kediktatoran yang telah berjalan selama tujuh tahun; meski ini bukan merupakan satu-satunya perjuangan untuk mengakhiri kediktatoran, hal ini menjadi ingatan bersama bahwa pelajar menyelamatkan Yunani dari kediktatoran dan dominasi Amerika Serikat. Merupakan suatu kepercayaan umum bahwa anak muda akan mengambil resiko bagi manfaat semuanya, dan hal ini menghasilkan suatu harapan dan toleransi terhadap aksi-aksi pelajar. Sudah tentu, cerita ini sekarang sudah menjadi cerita usang dan meski telah menginspirasikan latar belakang pertempuran, hal tersebut tidak disebut sebagai titik acuan dari konflik ini.

Pengaruh lainnya datang dari perjuangan pelajar pada tahun 1991 dan 1995 yang menentang privatisasi pendidikan, yang sukses dalam merubah rencana pemerintah dan menyelamatkan pendidikan publik sampai sekarang ini. Juga, pemberontakan tahun 2007 barangkali merupakan puncak dari gerakan anarkis di Yunani sampai sekarang, sebagaimana hal itu menghadirkannya ke seluruh negeri dan dengan pengaruh yang besar bagi aksi-aksi dan slogan serta ide-ide dari mayoritas masyarakat; namun perjuangan pelajar sebelumnya, khususnya di Athena pada tahun 1991 menunjukannya lebih tampak dan umum.

Apa menurutmu kemerosotan ekonomi merupakan faktor yang penting dari kejadian ini sebagaimana yang didengungkan oleh media korporat?

Anak-anak muda dari area-area kaya di Athena juga menyerang stasiun polisi di area mereka, jadi bahkan kaum perang kelas (class war) Marxis memiliki kesulitan yang serius untuk menjelaskan apa yang terjadi: separasi antara yang kaya dan miskin tidak terlalu menjadi pengaruh selama solidaritas yang sudah ada sejak lama dan partisipasi dalam perjuangan akan kesetaran dan keadilan sosial.
Di sisi lain, orang Yunani antara umur 25 dan 35 tahun tidak dapat memiliki anak dan keluarga, karena ekonomi. Yunani merupakan negara yang berpenduduk jarang di seantero Eropa. Namun kita tidak membicarakannya di sini sebagai penyebab pemberontakan. Anak muda marah dan mereka membenci polisi, sinisme kapitalis, dan pemerintahan dalam cara yang alamiah serta instingtif yang tidak perlu penjelasan maupun agenda politis. Media lokal berusaha tidak mendiskusikan kondisi sosialnya lebih dalam tidak seperti yang diberitakan oleh media-media Inggris, Perancis, atau Amerika. Stasiun TV lokal berusaha membuat kebohongan mengenai “pemakai topeng” tukang rusuh yang tidak punya ide maupun identitas sosial, disebabkan oleh pengaruh moral kaum anarkis yang sangat kuat di masyarakat ini dan bila mereka mulai untuk berbicara serius mengenai ide kami di televisi, masyarakat dapat meledak. Terkecuali beberapa program TV dan surat kabar-surat kabar, kebanyakan media massa berusaha untuk memisahkan isu ekonomi dari pemberontakan yang rusuh tersebut.

Bahkan kaum kiri yang berasal dari generasi Mei 68’, ketika mereka berbicara pada media, mereka berkata bahwa kerusuhan dan perusakkan tersebut bukanlah ekspresi politis dari kebutuhan dan harapan masyarakat—bahwa kaum anarkis dan anak muda tidak punya kemampuan untuk mengekspresikan agenda politis, dan masyarakat butuh perwakilan politis yang lain. Sudah tentu, semua itu tidak mempunyai pengaruh kuat terhadap anak muda yang akan berpartisipasi di dalam perjuangan sosial ke depan, sebagaimana setelah perjuangan ini eksis tegangan yang tinggi dan jarak yang begitu hebat antara anak muda dan setiap jenis otoritas kepemimpinan politis.

Motivasi-motivasi apa, selain kemarahan terhadap polisi dan ekonomi, menurutmu, yang membuat masyarakat berpartisipasi?

Kebutuhan personal dan kolektif akan petualangan; kebutuhan untuk berpartisipasi membuat sejarah; kekisruhan negasi dari setiap bentuk politik, partai politik, dan ide-ide politik yang “serius”; gap kultural untuk membenci setiap jenis bintang TV, sosiolog, atau ahli yang mengklaim menganalisamu sebagai suatu fenomena sosial, kebutuhan untuk eksis dan didengar sebagai dirimu sendiri; antusiasme menghantam otoritas dan memperolok para polisi anti huru-hara, kekuatan di dalam hatimu dan api di genggaman tanganmu, pengalaman hebat dari pelemparan molotov dan batu kepada polisi di depan parlemen, di tempat-tempat perbelanjaan mewah, atau di kota kecilmu yang tenang, di desamu, di lapangan kampungmu.

Motivasi-motivasi lainnya termasuk hasrat kolektif untuk merancang aksi dengan teman-teman baikmu, membuatnya menjadi nyata, dan selanjutnya mendengar orang-orang yang menuturkan aksi tersebut selayaknya cerita yang membakar yang mereka dengar dari orang lain; antusiasme dari membaca aksi-aksi yang kau lakukan bersama temanmu di koran atau program TV dari sisi planet lainnya; rasa bertanggung jawab yang kau miliki untuk menghasilkan cerita-cerita, aksi-aksi, dan perencanaan yang akan menjadi contoh global bagi perjuangan di masa datang. Juga sensasi berpesta dengan merusakkan toko-toko, mengambil produknya dan membakarnya, melihat janji palsu dan impian kapitalisme terbakar di jalanan; kebencian terhadap setiap bentuk otoritas; kebutuhan untuk mengambil bagian dalam seremoni pembalasan dendam kolektif atas kematian Alexis di seluruh negeri; kebutuhan untuk membuat pesan yang kuat terhadap pemerintah bahwa bila kekerasan polisi meningkat, kita memiliki kekuatan untuk melawan balik dan masyarakat akan meledak—kebutuhan untuk mengirim pesan langsung pada masyarakat bahwa segala sesuatu harus bangun, dan sebuah pesan pada otoritas bahwa mereka harus menganggap kami dengan serius karena kami ada di mana-mana dan kami datang untuk mengubah semuanya.

Apakah partai-partai politik sukses dalam mengkooptasi energi dari pemberontakan?

Dalam angka yang “sebenarnya”, kaum sosialis suporternya meningkat di atas pemerintahan sayap kanan, memperoleh delapan persen; “kaum komunis Forum Sosial Eropa” kehilangan satu persen meski mereka menolong pemberontakan, namun mereka masih berada di posisi ketiga dengan suara 12 persen; Partai Komunis 8 persen, neo-fasis Nasionalis 4,5 persen, dan Partai Hijau stabil dengan 3.5 persen suara.

Menarik bila mengamati bahwa para pemimpin Sosialis sekarang tampaknya menjadi yang pertama dalam “kemampuannya untuk memerintah negeri” setelah bertahun-tahun kalah populer dari perdana menteri sayap kanan. Kerusuhan telah mempengaruhi kancah perpolitikan: partai-partai politik tampaknya susah untuk menjelaskan atau bereaksi pada kekerasan yang masif dan partisipatif dari setiap level masyarakat. Pengumuman-pengumuman mereka tampak tidak relevan dari apa yang telah terjadi. Popularitas mereka menurun secara dramatis bagi generasi muda, yang tidak melihat logika dan politik dari partai politik dan tidak merasa direpresentasikan oleh mereka.

Bagian apa yang dipegang oleh kaum anarkis dalam memulai dan melanjutkan aksi? Seberapa jelas partisipasi mereka dilihat oleh masyarakat?

Selang beberapa tahun terakhir, kaum anarkis telah menciptakan sebuah jejaring komunitas, grup, organisasi, squat, dan pusat sosial di hampir seluruh kota-kota besar di Yunani. Banyak yang tidak menyukai satu sama lain, sebagaimana banyak sekali perbedaan yang ada antar tiap grup dan individu. Meskipun begitu semua perbedaan tersebut membantu pergerakan, sebagaimana sekarang ini gerakan telah meliputi banyak subyek. Berbagai jenis orang menemukan kamerad-kamerad mereka di gerakan-gerakan anarkis yang berbeda dan semuanya saling mendorong—dalam cara yang positif, kadang antagonistik—untuk berkomunikasi dengan masyarakat. Komunikasi ini termasuk dengan menciptakan dewan-dewan kampung, berpartisipasi dalam perjuangan sosial, dan merancang aksi yang memiliki arti bagi masyarakat luas. Setelah 30 tahun anarkisme anti-sosial, gerakan anarkis di Yunani sekarang ini, dengan segala problem, batasan, dan konflik internalnya, mempunyai kemampuan untuk melihat keluar dari mikrokosmos anarkis dan mengambil tindakan yang merubah masyarakat secara besar dengan cara-cara yang telah hadir. Sudah tentu, butuh banyak usaha untuk membuat hal ini menjadi umum, namun hari demi hari tak ada seorang pun yang bisa mengacuhkannya.

Untuk peran dari kaum anarkis di dalam memulai dan melanjutkan aksi, khususnya pada awalnya—Sabtu dan Minggu, 6 dan 7 Desember—dan juga kelanjutannya setelah rabu 10 Desember, kaum anarkis merupakan mayoritas yang melancarkan aksi. Di hari-hari pertengahan, terutama hari Senin ketika Armageddon destruktif mengambil tempat, pelajar dan imigran memainkan peranan penting. Namun mayoritas pelajar mendapatkan momen yang gampang setelah satu, dua, atau tiga hari perusakan, dan kemudian pulang rumah atau menghadiri demonstrasi yang atmosfirnya lebih pasifis. Seperti biasa, kaum imigran harus menghadapi efek balik dari masyarakat lokal, dan mereka takut untuk kembali ke jalanan.

Jadi 20,000 anarkis di Yunani yang memulainya, dan melanjutkannya ketika setiap orang kembali ke normalitas. Dan kami harus memberitahu bahwa rasa takut untuk kembali menuju normalitas telah membantu kami untuk memperpanjang pertempuran hingga sepuluh hari lebih, menaruh diri kami dalam bahaya yang hebat sebagaimana aksi pembalasan dendam dari pembunuhan sahabat kami berubah, di dalam fantasi kami, menjadi persiapan untuk pemogokan umum. Sekarang masyarakat Eropa tahu bagaimana wajah dari insureksi sosial, dan bukanlah hal yang sulit untuk merubah dunia dalam beberapa bulan.

Namun kamu butuh orang-orang untuk berpartisipasi dan memainkan peranan mereka. Kaum muda di Yunani mengirim pesan untuk seluruh masyarakat Eropa. Kami menanti respon mereka sekarang.

Seberapa tampak kaum anarkis di Yunani secara umumnya? Seberapa serius anarkisme diperlakukan oleh mayoritas masyarakat Yunani?

Kamu bisa bilang kalau baru tiga atau empat tahun sampai sekarang sejak kaum anarkis mulai memperlakukan diri mereka “secara serius” agar kita dapat dilihat serupa oleh masyarakat luas. Hanya sekitar beberapa tahun kami sukses memperluas melampaui batas-batas strategi anti-polisi yang telah mengkarakteristikan usaha kami selama 25 tahun. Menurut strategi tersebut, kami menyerang polisi, mereka menahan orang-orang, dan kami melakukan aksi solidaritas, dan selalu seperti itu. kami butuh 25 tahun untuk bisa lepas dari rutinitas tersebut. Sudah tentu, serangan-serangan anti-polisi dan pertempuran berlanjut, dan solidaritas bagi tahanan semakin kuat dari sebelumnya, dan elemen anti-sosial dalam gerakan anarkis berada dalam kontrol diri dan kami dapat berbicara, peduli, dan beraksi untuk manfaat seluruh masyarakat sekarang, melakukan aksi dan perencanaan yang dapat dipahami lebih jelas oleh setidaknya sebagian dari masyarakat.

Banyak aksi-aksi, seperti penyerangan terhadap supermarket dan distribusi dari produk-produk yang dicuri kepada masyarakat, menjadi populer dan diterima. Penyerangan terhadap bank-bank, apalagi sekarang yang disertai krisis ekonomi, juga diterima, dan serangan terhadap kantor polisi telah diadaptasi dan digunakan oleh pelajar SMU di seluruh negeri. Satu sisi, kami telah menjadi subyek berita 15 hari terakhir. Berbicara secara umum, dengan partisipasi dari perjuangan pelajar dan pekerja dan juga perjuangan ekologis, setiap minggu aksi yang dilancarkan kaum anarkis menarik perhatian dan menawarkan visibilitas pada gerakan anarkis.

Ini bukan berarti anarkisme telah dipahami dengan serius oleh mayoritas masyarakat Yunani, sebagaimana masih banyak orang percaya pada kebohongan televisi yang menggambarkan kami sebagai “pemakai topeng” dan kriminal, dan juga mayoritas ini tidak memiliki pemahaman bagaimana masyarakat anarkis dapat berfungsi—termasuk banyak anarkis, juga, yang menolak untuk berbicara tentang hal ini! Namun aksi, kritik, dan ide kami memiliki pengaruh yang kuat sekarang pada orang-orang progresif dan Kiri. Tidak lagi mungkin untuk mengatakan bahwa kami tidak eksis dan eksistensi kami meradikalisasi mayoritas generasi muda.

Apa peranan grup-grup subkultur—seperti punk, squatting, dan sebagainya—dalam membuat pemberontakan menjadi mungkin?

Setelah tahun 93 kami punya kecenderungan yang kuat dalam gerakan anarkis Yunani—yang disertai dengan perkelahian internal yang serius—yang mengeliminasi pengaruh gaya-gaya subkultur di dalam gerakan. Ini berarti tak ada punk, rock, metal, atau apa pun identitas anarkis di dalam gerakan anarkis Yunani—kamu bisa menjadi apa saja yang kau inginkan, kau bisa mendengar musik apa pun yang kau suka, namun itu bukanlah identitas politis.

Dalam pertempuran bulan ini, banyak “anak emo” berpartisipasi, dengan kaum hippie dan anak rave, banyak punk, heavy metal, dan juga anak-anak trendy dan pelajar yang menyukai musik Yunani atau apa saja. Itu harus merupakan suatu kesadaran sosial dan politis, kritik sosial dan pemahaman kolektif yang membawamu untuk berpartisipasi dalam gerakan anarkis, dan bukan fesyen. Tentu, sejak 19 tahun terakhir Void Network dan kolektif-kolektif serupa telah memainkan peranan dalam menawarkan introduksi kultural pada ruang-ruang politis radikal. Grup-grup seperti ini mengorganisir even-even politis/kultural, pesta setiap tahun dan memiliki kekuatan untuk menarik ribuan orang dari kultur underground. Meski begitu, Void Network sendiri tidak menciptakan identitas-identitas subkultur, tidak memisahkan subkultur-subkultur yang berbeda, dan berusaha untuk mengorganisir acara-acara yang meliputi hampir semua kultur underground. Memang benar bahwa mayoritas orang di scene menghadiri dan berpartisipasi dalam acara-acara DIY (Do It Yourself) budaya underground; banyak acara diorganisir setiap bulan di ruang-ruang yang dibebaskan.

Apa yang membuat gerakan anarkis sehat di Yunani?

Pemisahan identitas politis subkultur membuat orang mengerti bahwa kamu menyebut dirimu seorang anarkis butuh partisipasi, perencanaan, kreativitas, dan tindakan yang lebih serius daripada sekadar memakai baju antikris dan nongkrong di acara-acara punk minum bir dan mengkonsumsi pil-pil hipnotik.

Sekarang ada pemahaman bahwa kamu menyebut dirimu anarkis maka kamu harus datang ke demonstrasi, turun ke jalan dengan bendera hitam dan merah-hitam, bersama-sama meneriakan slogan dan memanifestasikan kehadiran anarkis. Juga, kamu harus berpartisipasi dalam dewan-dewan yang berbeda-beda dengan orang-orang untuk merancang aksi-aksi, perencanaan, atau perjuangan yang berbeda untuk dapat menyebut dirimu anarkis. Kamu harus berteman dengan orang-orang yang kamu percaya 100 persen untuk merancang sesuatu yang berbahaya, kamu harus sadar akan apa yang terjadi di dunia agar dapat memutuskan tindakan tepat apa yang harus dilancarkan, kamu harus antusias dan gila, untuk merasakan bahwa kamu dapat melakukan hal-hal yang menakjubkan—kamu harus bersedia memberikan hidupmu, waktumu, tahun-tahunmu dalam perjuangan yang takkan pernah berakhir. Cukup sehat bila kamu tidak punya ekspektasi, karena kamu takkan menjadi kecewa. Kamu tidak berharap untuk menang. Kamu biasa untuk hadir, bertempur, lalu menghilang lagi; kamu mengerti bagaimana menjadi orang yang tak terlihat dan terlihat sebagai kekuatan kolektif; kamu tahu bahwa kamu bukanlah pusat alam semesta; namun kapan saja kamu dapat menjadi pusat dari masyarakatmu.

Dalam cara bagaimana menurutmu gerakan anarkis di Yunani dapat menjadi lebih baik dan lebih kuat?

Kami butuh cara-cara yang lebih bagus untuk menjelaskan ide-ide kami kepada masyarakat. Kami butuh teknik komunikasi politis pada seluruh masyarakat, cara-cara yang lebih baik dan kuat untuk membuat “terjemahan politis” dari aksi kami dan menaruh seluruh perjuangan dalam konteks sosial. Dalam tele-demokrasi, di mana politisi tidak lebih dari bintang televisi, penolakan kami untuk berkomunikasi melalui media massa merupakan sesuatu yang sehat, namun kami perlu cara-cara untuk melampaui “realitas konsensus” ini, propaganda media terhadap kami, dan menemukan cara untuk menjelaskan tujuan-tujuan aksi kami pada masyarakat. Selama acara-acara TV “eksis” dan apa saja yang tidak hadir dalam TV “tidak eksis”, kami akan senantiasa berada di situ dengan ide-ide gila kami, dan aksi-aksi berbahaya dan pertempuran jalanan untuk menghancurkan normalitas program TV, kami akan menggunakan iklan negatif dari aksi kami untuk menculik setiap fantasi dan impian dari masyarakat. Tapi bagaimana kami menjelaskan ide-ide positif ke semua orang? Bagaimana kami membantu orang-orang untuk tidak mempercayai media? Bagaimana kami melakukan kontak dengan jutaan orang?

Butuh jutaan poster dan pamplet gratis, yang disodorkan dari tangan ke tangan di jalan-jalan; butuh jutaan undangan untuk demonstrasi dan partisipasi dalam perjuangan sosial; butuh lebih banyak jasa layanan publik yang gratis di sektor-sektor yang tidak disediakan pemerintah—doktor-doktor dan guru anarkis gratis, makanan gratis, akomodasi gratis, informasi, budaya underground, dan seterusnya—yang dapat membawa orang lebih dekat kepada ide kami. Juga butuh lebih banyak squat dan pusat sosial. Jika kamu bisa membuat squat, maka itu lebih baik, bahkan bila itu tidak memungkinkan di kotamu, sewalah gedung dengan teman-temanmu, atasi masalah birokrasi, bangun kolektif, mulai membentuk dewan, dan taruh bendera merah-hitam atau hitam di pintu masuk. Mulai tawarkan pada orang-orang di kotamu suatu contoh hidup dari sebuah dunia tanpa rasisme, patriarki, atau homofobia, suatu rasa akan kesetaraan, kebebasan, dan respek terhadap perbedaan, sebuah dunia dengan kasih dan saling berbagi. Kami butuh lebih banyak “Autonomia” di dalam insureksionisme gerakan anarkis Yunani, untuk membuatnya bersinar seperti suatu paradigma gelombang baru kehidupan sosial dan memperlihatkan metodologi bertahan hidup yang baik di metropolis ini.

Seberapa efektif represi polisi di dalam menghentikan gerakan anarkis? Bagaimana orang-orang melawannya?

Impian dan rencana dari kaum insureksionis telah terkabul: suatu gelombang partisipasi telah “melampaui” kaum anarkis, dan untuk hari-hari yang rusuh orang-orang telah berjalan dan bertempur di kota tidak seperti yang sudah-sudah, dalam suatu eksistensi ruang dan waktu yang tidak terduga.
Di hari-hari yang sama, tentunya, mereka akan berhadapan dengan batasan-batasan dari insureksi. Sekarang ini banyak yang terlibat diskusi panjang dalam memperluas pemahaman popular dan menciptakan praktek-praktek, aksi-aksi, dan metode-metode yang akan mencukupi dan memperkaya perjuangan. Represi polisi tidak memainkan peranan penting dalam kesimpulan kerusuhan melainkan hanya kelelahan fisik. Semua dari kami berbagi suatu rasa penyelesaian dan permulaan, dan inilah perasaan yang tak dapat disentuh oleh polisi.

Menurutmu apa hasil dari kejadian Desember ini?

Perjuangan yang terus berlanjut! Pertempuran demi kesetaran politis, sosial, dan ekonomi yang takkan pernah selesai! Ekspansi konstan dari kebebasan!

Ke depan nanti, pemerintah neoliberal Yunani dan seluruh Eropa akan berpikir dua kali sebelum mengimplementasikan setiap jenis perubahan ekonomi dan sosial. Kerusuhan di Athena dan krisis ekonomi mengakhiri sinisme otoritas, bank, dan korporasi, hingga meradikalisasi sebuah generasi baru di Yunani, dan memberikan masyarakat kami suatu kesempatan untuk membuka dialog tentang perjuangan sosial masif di waktu depan nanti.

Sebagaimana slogan bulan Desember 2008 di Athena dan Exarchia berucap:

KAMI ADALAH BAYANGAN DARI MASA DEPAN

“Jika sesuatu membuat kita takut, maka itu berarti kembali pada normalitas. Karena di setiap jalan-jalan yang telah dirusak dan dihancurkan dari kota kita yang terbakar kita tidak hanya melihat hasil yang lumrah dari kemarahan kita, tapi kemungkinan untuk memulai hidup. Kita tak lagi punya sesuatu yang harus dilakukan selain membuat diri kita berada di dalam kemungkinan ini dan merubahnya menjadi suatu pengalaman yang hidup: dengan berpijak pada keseharian hidup, kreativitas kita, kekuatan kita untuk mematerialisasi keinginan kita, kekuatan kita untuk tidak berpikir tapi untuk mengkonstruksikan yang nyata. Inilah ruang vital kita. Sisanya adalah kematian. “

- Pernyataan dari pendudukan Sekolah Ekonomi dan Bisnis Athena

Get Your TAROT Reading