Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Rabu, 29 April 2009

Mei Bersemi: Panggilan Cinta untuk Manusia


Dalam era permulaan tradisi pagan, May Day (yang secara harfiah berarti "Hari di Bulan Mei") adalah sebuah festival fertilitas (kesuburan), sebuah karnaval seksual yang membumi; Maypole, sebuah simbol phalus -falus merupakan simbol penis- dicemplungkan ke dalam sebuah lubang basah bundar yang digali di atas muka bumi ritual perayaan yang menyimbolkan hari erotis ini. May Day adalah sebuah festival yang pada msa tersebut tak dapat dikontrol oleh otoritas apapun. Tradisinya, para lelaki dan perempuan muda masuk ke dalam hutan pada malam sebelum May Day, untuk memetik bunga, dan "menghadirkan Mei" serta menemukan phalus yang dirasa tepat. Dan dari kegelapan malam di Bumi, dari "ratusan perawan yang memasuki hutan malam tersebut, hanya sekitar sepertiga dari mereka yang kembali ke rumahnya dalam keadaan masih perawan". Seks di bulan Mei tersebut diikuti dengan perayaan pernikahan di bulan Juni-alasan mengapa bulan purnama Juni diistilahkan dengan "bulan perawan" dan lantas lahirnya juga istilah "bulan madu" yang diasosiasikan dengan perayaan pernikahan tersebut.

May Day adalah juga hari keriangan dan berkembangnya bunga-bunga. Abad pertengahan, di hutan pinggiran kota London, sekelompok orang yang berpakaian dan bertudung hijau serta dipimpin oleh seseorang yang menggunakan nama Robin Hood (yang juga dikenal sebagai "orang Inggris yang ceria") selalu mengadakan pesta di awal bulan Mei-setelah pada hari-hari lainnya merampok harta-harta para penguasa lalim untuk kemudian didistribusikan kepada rakyat jelata. Hal tersebut juga menandai awal "Bulan Mei yang Ceria", dimana orang-orang yang ceria tersebut merayakannya dengan mengadakan pesta di hutan-hutan hijau, di tengah bermekarannya bunga-bunga.

May Day adalah hari penegasian, penjungkirbalikan, yang merupakan karnaval untuk menjungkirbalikan waktu kerja menjadi waktu bermain, menjungkirbalikan status-quo memahkotai ratu Mei (Queen of May) yang dipilih dalam festival tersebut oleh rakyat jelata, saat festival dikomandoi oleh Raja Pembangkang (King of Disobedience). Dan orang-orang berpakaian hijau memberikan lampu hijau bagi segala tindak pembangkangan pada keteraturan yang menyelimuti penindasan. Ini adalah juga hari dimana rakyat merayakan hari-hari rakyat di atas tanah-tanah rakyat. Mereka merayakan ritual-ritualnya di atas tanah, yang juga merayakan hak-hak rakyat atas tanah (ini berarti seluruh manusia berhak atas tinggal di atas bumi, dan berarti istilah imigran dan anak jalanan hanya sebuah bentuk penindasan pada masa kini!).

Tapi di akhir abad tersebut, ratusan orang dan festivalnya mulai melenyap akibat aksi perampokan yang dilakukan oleh regim Puritan atas tanah-tanah dari para pengelolanya, dari situs-situs mereka, dari festival mereka. Dengan menghilangnya hak-hak atas tanah tempat mereka menghadirkan festival, tradisi tersebut juga turut lenyap. May Day secara virtual juga mulai dilarang. Tahun 1644, regim Puritan Inggris mendeklarasikan bahwa tradisi May Day sesuatu yang ilegal. Tahun 1644 tersebut adalah tahun terburuk bagi keriangan May Day. Semua tokoh-tokoh yang dirayakan dalam May Day-Robin Hood, Ratu Mei, Raja Pembangkangan-di transformasikan menjadi tokoh-tokoh kriminal.

Di abad-abad berikutnya, May Day dan semangat karnavalnya, semakin direpresi oleh dua kekuatan yang paling dibenci rakyat jelata kala tersebut: revolusi industri dan regim moral Victorian. Semakin banyaknya kelas menengah di Inggris era Victorian memunguti apa yang ditinggalkan oleh regim Puritan: penolakan atas keriangan yang tanpa izin, pesta-pesta yang tak berlisensi. Tak ada lagi pesta-pesta vulgar, tak ada lagi hari-hari rakyat. Semua diatur dengan aturan moral baru, moral yang bukan milik rakyat jelata, moral yang hanya menjadi milik mereka yang memiliki uang untuk mendapatkan ijin, kaku, penuh basa-basi dan tekanan kepatuhan.

Revolusi Industri adalah sebuah revolusi yang mematikan keriangan. Di abad ke-12 , rakyat jelata dalam satu tahun memiliki 8 minggu festival dan "hari-hari suci" (holy days yang kemudian dikenal menjadi holidays atau hari libur). Tapi bagi pabrik-pabrik yang dilahirkan oleh revolusi industri, 'hari libur' adalah bencana, dan karenanya hari-hari libur dan karnaval semakin dikikis dengan masif serta di sisi lain jam kerja semakin ditingkatkan-tak jarang pada masa tersebut yang berlaku adalah 18 jam kerja per hari atau seringkali lebih. (Hal ini juga dilegitimasi oleh kebohongan Benjamin Franklin yang menelurkan istilah terkenal "Waktu adalah Uang", yang sampai saat ini mengesampingkan fakta yang mempertanyakan "Uang untuk siapa dan dari hasil kerja siapa?")

Dalam abad ke-19, May Day, menjadi sebuah fokus kampanye untuk mengurangi jumlah jam kerja. Sebuah pemogokan besar-besaran di gelar di Amerika Serikat dan Kanada selama May Day tahun 1886. Setelah demonstrasi tanggal 4 Mei, 8 orang anarkis ditangkap dan 3 dari mereka dihukum gantung atas kampanye mereka yang menyerukan perubahan jam kerja menjadi 8 jam per hari (berbahagialah para pegawai atau pekerja saat ini, karena membebaskan kalian dari kerja selama 18 jam per hari!)-mereka yang kemudian dikenal sebagai "martir-martir Chicago". Tahun 1889, May Day dideklarasikan sebagai Hari Pekerja Internasional untuk mengenang kematian para martir tersebut. Dan hail perjuangan mereka adalah disetujuinya secara legal jumlah 8 jam kerja per hari yang kita rasakan sekarang ini. Fenomena May Day sebagai Hari Pekerja dibentuk juga oleh para pekerja yang menolak untuk bekerja pada tanggal 1 Mei, untuk membuktikan bahwa tanpa para pekerja, maka boss, pemerintah atau siapapun juga adalah bukan siapa-siapa.

Pertumbuhan industri berarti juga pengurangan waktu luang. Seorang filsuf Aristoteles, menulis, "Alam memberikan pada kita bukan hanya kemampuan untuk bekerja, tetapi juga kemampuan untuk bersantai." Bertrand Russel, dalam karyanya In Praise of Idleness (1935) berpendapat bahwa seseorang seharusnya bekerja tidak lebih dari 4 jam sehari agar hidup seseorang lebih sehat. Ia berkata "Ada terlalu banyak kerja yang dilakukan di dunia ini dan berbagai kerusakan ditimbulkan akibat keyakinan bahwa kerja adalah sesuatu yang baik." Waktu luang, sebagai kontrasnya, "adalah sesuatu yang esensial bagi peradaban". Seperti seorang anak kecil yang bebas, etika bermain jauh lebih bermanfaat daripada etika kerja.

May Day di era modern kadang direpresentasikan sebagai sesuatu yang terpisah jauh dari tradisi awalnya, dan hanya mengutip sebagian saja dari tradisi bersejarahnya. Tradisi penuh bunga, yang masih digunakan oleh para sosialis yang berdemonstrasi di jalan-jalan abad ke-19 lalu, kini justru melenyap di era modern ini. Tapi hal penting lain yang turut melenyap adalah semangat festival dan karnaval, semangat keceriaan. Karena May Day adalah tegangan antara perayaan dan kontrol, antara hasrat popular dan politik terorganisir, antara kenangan atas kematian tragis para martir sekaligus harapan akan masa depan yang timbul atas tragedi tersebut. May Day adalah tegangan antara kematian dan kehidupan, masa lalu dan masa depan, kepedihan dan harapan.

Tetapi bagaimanapun juga, May Day, tetaplah menjadi sebuah hari yang menandai universalitas; dari rakyat biasa yang merayakan hari-hari biasanya di tanah-tanah rakyat hingga internasionalisme May Day dalam terminologi pekerja. Dewasa ini, May Day seharusnya kembali pada tradisinya yang lengkap, dengan alasan bahwa dimana-mana tanah-tanah harus dipertahankan dari kerakusan industri.-industri yang sama yang memaksa para pekerjanya untuk hidup dan mati di dlaamnya, industri yang memaksa ratusan hektar tanah, air, dan udara hancur berantakan dan serta menghasilkan bencana. Bulan Mei (May) dinamakan dari Dewi Maia, akar terminologi yang menjelaskan hasrat tentang "pertumbuhan" dan "kesuburan"-sesuatu yang juga harus dimaknai sebagai sebuah hasrat untuk menyuburkan benih-benih masa depan harga diri manusia yang lebih bebas, lebih adil, dan berkembang bersama alam.

Apabila Robin Hood hidup hari ini, munkin ia akan mengkampanyekan kebangkitan melawan kehancuran global. Moto yang dikumandangkannya, "Merampok para penghisap untuk didistribusikan di antara kaum miskin dan sesama" akan menjadi moto yang melawan moto hidup modern yaitu "merampok para kaum miskin untuk memenuhi dompet para korporat." Apabila semangat Robin Hood, yang melawan ketidakadilan dan penuh keceriaan, masih hidup, maka demikian juga semangat bulan Mei; penuh benih kehidupan, selalu subur, tak pernah tua, tak pernah mati dan selalu penuh keceriaan. Semoga, semangat May Day tidak akan pernah lagi direpresikan dan akan selalu hadir bagai kilatan terang bintang jatuh di tengah langit malam yang tergelap. Mari sambut bulan Mei!



http://apokalips.org/

A Star



Created by: Teguh Triatmoko
Application: Paint

Fire of Human Liberation in Greece 37

MENGEJAR-Menghindar

Artist: Mengejar
Entitled: Menghindar
Format MP3; Size 7.37 MB; Download Here!

NUDIST ISLAND-Longing Time

Artist: Nudist Island
Entitled: Longing Time
Format Mp3; Size 1.52 MB; Download Here!

MARCH-The Roman Before March

Artist: March
Entitled: The Romance Before March
Format MP3; Size 5.01 MB; Download Here!

Rabu, 22 April 2009

Bentuk-bentuk Komunitas Anarkis

Kelompok Affinitas

[diambil dari Direct Democracy Now! http://www.directdemocracynow.org/ags.html]

Apakah kelompok afinitas itu?

Kelompok afinitas merupakan kelompok kecil berjumlah dari 5 hingga 20 orang yang bekerjasama secara otonom pada proyek-proyek aksi langsung ataupun proyek lain. Kamu dapat membentuk sebuah kelompok afinitas bersama teman-temanmu, orang-orang dari komunitasmu, tempat kerja kerja yang sama, atau orang-orang dari organisasi yang sama.

Kelompok afinitas menantang pengambilan keputusan dari atas ke bawah, dan memberdayakan meeka yang terlibat untuk mengambil aksi langsung yang kreatif. Kelompok afinitas memampukan orang untuk melihat aksi mereka dengan kemerdekaan penuh dan kekuasaaan untuk pengambilan keputusan. Kelompok afinitas secara alamiah desentralis dan non-hirarki, dua prinsip penting perorganisiran dan aksi kaum anarkis. Model kelompok afinitas pertama kali dipergunakan oleh kaum anarkis di Spanyol diakhir abad 19 dan awal abad 20. Para buruh yang tergabung dalam serikat buruh anarko-sindikalis, CNT, menggalang proyek-proyek tertentu bersama rekan-rekan terdekat di dalam kelompok-kelompok afinitas. Model ini diperkenalkan kembali oleh aktivis anti nuklir selama tahun 1970-an. Di masa itu aktivis memakai aksi langsung tanpa kekerasan yang desentralis untuk memblokade jalan-jalan, menduduki ruang dan mengacaukan "urusan-urusan" pembuat kebijakan nuklir dan perang di Amerika.

Kelompok afinitas memiliki masa lalu yang panjang dan menarik. Kita berhutang banyak kepada kaum anarkis dan pekerja Spanyol. Kaum anarkis dan radikal hari ini menggunakan model kelompok afinitas, struktur non hirarkis, dan pengambilan keputusan secara konsensus dalam aksi langsung dan pengorganisirannya.

Peran Kelompok Afinitas [dalam unjuk rasa]

Banyak peranan yang dapat diisi. Peran itu diantaranya:

- Medis, kelompok afinitas yang dapat dilatih sebagai medis jalanan yang dapat mengurus tap masalah medis dan kesehatan selama berlangsunya aksi.
- Pengamat Legal, jika belum terdapat pengamat legal untuk sebuah aksi. Penting untuk memiliki orang-orang yang tidak terlibat di dalam aksi yang mencatat perbuatan polisi dan pelanggaran hak para aktivis yang mungkin terjadi.
- Media, jika anda membuat aksi yang berencana menarik perhatian media, seorang di dalam kelompok afinitas dapat diberdayakan untuk berbicara kepada media dan bertindak sebagai juru bicara.
- Action Elf atau pengamat suasana (Vibes-Watcher), orang ini bertanggung jawab mengenai "kebaikan" seluruh kelompok: air, pesan, maupun dukungan psikologis dengan memulai sebuah nyanyian ataupun sorakan. Ini bukanlah peranan yang diperlukan namun membantu dalam aksi sepanjang hari saat peserta aksi kemungkinan mulai letih atau mudah tersinggung saat waktu terus berjalan.
- Pengatur Lalu Lintas, jika kelompok afinitas menjalan aksi bergerak, mungkin perlu untuk memiliki orang yang diberdayakan untuk menghentikan kendaraan pada perempatan dan secara umum mengawasi keamanan orang-orang di jalanan dari mobil atau kendaraan lain.
- Anggota yang dapat ditangkap, ini tergantung pada aksi langsung macam apa yang akan anda lakukan. Beberapa aksi mungkin memerlukan sejumlah orang yang ingin tertangkap, atau sejumlah bagian dari aksi memerlukan jumlah minimum orang yang boleh tertangkap. Apa pun itu, penting untuk mengetahui siapa yang membuat rencana dan aksi untuk tertangkap.
- Dukungan penjara, diperlukan jika anggota afinitas tertangkap. Orang ini memiliki semua alamat orang yang tertangkap. Dia akan pergi ke penjara, berbicara, dan bekerja dengan para pengacara, mengawasi mengenai siapa yang tertangkap dan sebagainya.

[kelompok afinitas bukan hanya berguna dalam sebuah protes atau aksi langsung, bentuk organisasi ini berguna untuk kegunaan yang luas sebagaimana yang ditunjukkan sejarah kelompok afinitas di bawah ini]

Sejarah kelompok afinitas


Ide mengenai kelompok afinitas berasal dari kaum anarkis dan gerakan pekerja yang dibentuk akhir abad 19 dalam menentang fasisme di Spanyol selama Perang Sipil Spanyol. Gerakan anarkis Spanyol menyediakan contoh menggembirakan mengenai sebuah gerakan, dan kemungkinan perwujudan sebuah masyarakat berlandaskan organisasi desentralis, demokrasi langsung. Lingkar kecil para sahabat, disebut "tertulias" bertemu di cafe-cafe (warung kopi – penj) untuk mendiskusikan ide dan rencana aksi. Tahun 1888, sebuah periode konflik klas hebat berlangsung di seluruh Eropa dan insureksi lokal terjadi di Spanyol, Organisasi Anarkis Spanyol membentuk (tertulias) tradisional ini sebagai basis organisasinya.

Beberapa dekade kemudian, Federasi Anarchist Iberian (FAI), yang beranggotakan 50.000 aktifis, diorganisir ke dalam kelompok afinitas dan berkofederasi ke dalam dewan lokal, regional, dan nasional. Di mana saja beberapa kelompok afinitas FAI hadir, mereka membentuk sebuah federasi lokal. Kemudian, federasi lokal mengkoordinasi komite yang diciptakan dari seorang delegasi yang mendapat mandat dari tiap-tiap kelompok afinitas. Delegasi yang mendapat mandat dikirim dari federasi lokal ke komite regional dan kemudian Komite Penisular (pegunungan). Kelompok afinitas tetap otonom saat mereka menjalankan pendidikan, mengorganisir dan mendukung perjuangan lokal. Suasana akrab di dalam kelompok afinitas menyulitkan infiltrasi kepolisian.

Ide mengenai kelompok afinitas yang besar "ditanamkan" kembali di tanah Amerika, 30 April 1977. Saat itu 2.500 aktifis, diorganisir dalam kelompok afinitas. Mereka menduduki instalasi nuklir Seabrook, New Hamshire. Gerakan anti nuklir dan perlucutan senjata yang tengah tumbuh mengadopsi bentuk ini, dan memakainya di dalam banyak aksi sukses di akhir 1970-an dan 1980-an. Sejak itu, model telah dipakai gerakan solidaritas untuk Amerika Tengah, gerakan gay dan lebian, Earth First dan gerakan pembebasan bumi, dan banyak yang lain.

Terakhir, kelompok afinitas dipakai dalam aksi massa di Seattle, Amerika melawan organisasi perdagangan dunia (WTO) dan di Washington DC saat melawan pertemuan IMF dan Bank Dunia. Model ini juga dipakai di Philadepia dan Los Angeles di sekitar aksi saat berlangsungnya Konvensi Nasional Partai Republik dan Demokrat.

Apa itu cluster dan spokescouncil?

Cluster merupakan pengelompokkan kelompok afinitas yang datang bersama untuk mengerjakan tugas atau bagian tertentu dari suatu aksi besar. Karena itu, sebuah cluster bertanggung jawab untuk memblokade suatu daerah tertentu, mengorganisir sebagian aksi dalam aksi bersama-sama, atau mengumpulkan dan menampilkan teater jalanan massal. Cluster dapat diorganisir di sekitar asal kelompok afinitas (misalnya: Texas cluster, sebuah isu atau identitas (contoh: cluster pelajar atau anti-sweatshop), atau ketertarikan bentuk aksi (contoh: teater jalanan atau aksi black block).
Struktur spokescouncil dipergunakan dalam model kelompok afinitas untuk mengkoordinasi sebuah aksi massa. Setiap kelompok afinitas (atau cluster) memberdayakan seorang juru bicara (perwakilan) untuk datang ke sebuah pertemuan spokecouncil untuk menentukan isu penting dalam sebuah. Misalnya, kelompok afinitas membutuhkan untuk menentukan strategi hukum atau pun penjara, isu-isu taktik yang mungkin, tempat pertemuan, dan logistik. Spokecouncil tak mengambil alih otonomi masing-masing kelompok individu di dalam sebuah aksi; kelompok afinitas membuat keputusan mereka sendiri mengenai apa yang ingin mereka lakukan di jalanan.

Bagaimana memulai sebuah kelompok afinitas

Sebuah kelompok afinitas dapat berupa hubungan di antara orang-orang yang telah saling mengenal selama bertahun-tahun di antara kelompok kawan dan aktifis, atau bisa berupa sebuah hubungan berusia seminggu. Apa pun itu, penting untuk bergabung ke dalam sebuah kelompok afinitas yang sangat cocok denganmu atau kepentinganmu. Jika kamu membentuk kelompok afinitas di kotamu, temukan kawan atau sesama aktifis yang memiliki kepentingan isu yang serupa, dan karena itu mau bergerak ke dalam aksi yang sama pula. Juga, cari orang-orang yang mau menggunakan taktik yang sama. Jika kamu ingin melakukan aksi yang cukup beresiko, seseorang yang tidak ingin berada dalam situasi berbahaya itu mungkin tak ingin berada dalam kelompok afinitasmu. Orang itu dapat bergabung dalam kerja media atau pun medis. Tidak baik jika mereka tidak nyaman berada di sekitar taktik aksi langsung tertentu.

Jika kamu ingin bergabung dengan sebuah kelompok afinitas pada saat aksi massa, pertama-tama cari tahu dulu kelompok afinitas apa yang terbuka terhadap anggota baru dan mana yang tertutup. Bagi kebanyakan orang, kelompok afinitas dilandaskan pada hubungan percaya yang telah dibina dalam hubungan persekawanan dan kerja selama bertahun-tahun. Karena itu, mereka mungkin tidak ingin orang yang tidak mereka kenal berada di dalam kelompok afinitas mereka. Saat kamu temukan kelompok afinitas yang terbuka, cari isu, kepentingan, atau taktik yang menarik bagimu.

Apa yang bisa dilakukan kelompok afinitas?

Segala hal. Mereka bisa digunakan untuk aksi massa atau pun aksi yang lebih kecil. Kelompok afinitas dapat dipergunakan untuk memasang spanduk-spanduk besar, memblokade jalan, menyediakan dukungan bagi kelompok afinitas lain, melakukan teater jalanan, memblokade lalu lintas dengan bersepeda, mengorganisir pendudukan pohon, [berhadapan dengan polisi, serta menjalankan strategi penghancuran properti], mengubah pesan pada billboard besar, memainkan musik dalam marching band radikal, atau bernyanyi dalam sebuah paduan suara revolusioner dan sebagainya. Bahkan terdapat kelompok afinitas yang menjalankan tugas tertentu di dalam sebuah aksi. Contohnya, sebuah kelompok afinitas yang berkeliling di dalam aksi, yang terdiri dari medis jalanan, atau kelompok afinitas yang membawa makanan atau air bagi orang-orang di jalan.

Apa yang membuat kelompok afinitas sangat efektif untuk sebuah aksi adalah mereka tetap bisa kreatif dan independen. Mereka merancang sendiri aksi mereka sendiri tanpa sebuah organisasi lain atau seseorang yang mendiktekan kepada mereka apa yang dapat dan tidak boleh untuk dilakukan. Maka itu, terdapat begitu besar kemungkinan tak terbatas mengenai apa yang dapat dilakukan kelompok afinitas. Jadilah kreatif dan ingat: aksi langsung lebih bermanfaat!

Kolektif

Apa itu kolektif?

Sebuah kolektif merupakan pengelompokkan organisasional yang permanen. Ia hadir untuk menyelesaikan berbagai tugas, mencapai sebuah tujuan, atau memelihara sebuah proyek permanen. Anggota kolektif biasanya berbagi pandangan politik yang sama. Bahkan, mereka seringkali tergabung dalam sebuah kolektif karena kesamaan pandangan politik. Kebanyakan kolektif memiliki fokus lokal, karena kebanyakan proyek kolektif berbasis komunitas lokal, memiliki cakupan lokal, dan terbentuk dari orang-orang yang hidup relatif berdekatan.

Kolektif, dalam skala kecil seringkali tidak terlalu berbeda dari kelompok afinitas. Meski demikian, kolektif biasanya bekerja dalam proyek jangka panjang seperti menerbitkan sebuah majalah, menjalankan infoshop, atau mengoperasikan sebuah bisnis. Kelompok afinitas secara teoritis dapat melakukan semua hal, namun secara khusus kelompok afinitas sering memusatkan diri pada beragam tujuan dan tugas jangka pendek. Di sisi lain, sebuah kolektif memusatkan diri pada tujuan jangka panjang dan proyek permanen.

Sebagai contoh, sebuah kelompok afinitas mungkin memutuskan untuk menyebarkan selebaran ke seluruh penjuru kota sebagai bagian aksi yang lebih besar atau aksi individual yang dilaksanakan kelompok afinitas itu sendiri. Berbeda dengan kelompok afinitas, sebuah kolektif yang menjalankan infoshop akan menyebarkan selebaran ke seluruh kota mengenai sebuah acara yang akan berlangsung di infoshop. Aksi diselenggarakan kelompok afinitas akan menjadi tujuan akhirnya, namun tindakan kolektif infoshop hanya salah satu dari berbagai tugas yang dibutuhkan untuk mempertahankan proyek permanen, dalam hal ini sebuah infoshop.

Demikian pula, tidak seperti kelompok afinitas, sebuah kolektif tak memiliki batasan jumlah. Sebuah kolektif dapat berjumlah mulai dari 3 hingga 200 orang. Bagaimanapun, ketika sebuah kolektif telah mencapai jumlah tertentu, adalah bijak untuk memecah kolektif ke dalam satu atau lebih kolektif kecil atau membagi kolektif tersebut secara internal ke dalam kelompok afinitas permanen. Pengambilan keputusan dapat tersusun dari demokrasi langsung, konsensus sampai kombinasi dari keduanya.
Tips membentuk dan memelihara sebuah kolektif:

Cobalah mengorganisir kolektifmu dengan menggabungkan sebanyak mungkin keterampilan yang relevan untuk menyelesaikan tujuan anda. Beraksilah dengan fokus, dalam konteks kepedulian yang lebih luas. Pendekatan "main tembak secara ngawur" dalam aktivitas kolektifmu akan berakhir dengan frustrasi.

Kenali dan dekati semua sekutu yang mungkin bagi kolektif dan cita-citamu. Beri keseriusan kepada dirimu, kolektifmu, dan isu yang kalian sampaikan. Jika kamu sendiri tak percaya diri atas proyek atau alasan perjuanganmu, hal itu segera akan terlihat orang lain. Keberlanjutan, ketekunan, dan fokus nerupakan bumbu sukses. Mudah untuk memulai, berat untuk memelihara. Satu-satunya cara terpenting untuk mempertahankan sebuah kolektif adalah tetap aktif. Jika kamu tak mengembangkan proyek dan aksi secara reguler sebagai sebuah kelompok, sehingga orang lain dapat terlibat, anggota kolektif lain akan merasa tak memiliki kaitan dengan kelompok dan akan pasti menarik diri. Untuk menghindari usaha melemahkan dan menganggu politik atau pun cita-cita kolektifmu (baik sengaja atau pun tidak), kelompok harus didirikan atas dasar yang jelas. Sebuah kelompok koalisi sangat rentan terhadap manipulasi ketimbang kelompok dengan tujuan politik dan cita-cita dinyatakan secara jelas.

[dikutip dari pamflet War Resister League "Organizing a Local Group" oleh Ed Hedemann dengan perubahan oleh editor]

Bagaimana Memulai

Sebisa mungkin, kontak seorang anggota dari kolektif yang telah berdiri yang kamu kenal dan minta nasehatnya mengenai bagaimana mendirikan sebuah kolektif di daerahmu. Hubungi sebanyak mungkin orang di wilayahmu yang kamu pikir akan tertarik. Jika tertarik, katakan kepada mereka untuk menyebarkan kepada orang lain yang tertarik. Undang ke pertemuan semua orang yang terlibat di sebuah ruang publik (misal perpustakaan atau arena bowling). Susun agenda jelas mengenai apa yang mesti dan perlu dilakukan. Semangati setiap anggota untuk berbicara dan menyuarakan ketidaksetujuan sehingga setiap anggota merasa nyaman berterus terang.

Jika terdapat balai komunitas atau toko buku anarkis di daerahmu, letakan selebaran yang menerangkan tentang kelompokmu dan tujuan yang akan kamu capai. Jika tidak terdapat balai komunitas atau toko buku anarkis, coba dan temukan tempat serupa.

Susun sasaran jangka pendek dan laksanakan. Hal ini bisa sesuatu seperti menyebarkan 500 pampflet, menghadiri demostrasi, mengorganisir sebuah demonstrasi kecil, memasukkan buku-buku anarkis klasik ke perpustakaan lokal, atau berpartisipasi dan belajar dari proyek komunitas yang telah ada. Sekali lagi batasnya hanya imajinasimu.

Sekali kolektif berdiri, kamu dapat mengerjakan proyek tersebut untuk memelihara kepentingan kolektif. Ini merupakan tujuan yang memerlukan perencanaan luas dan sumber daya dan sangat berharga saat berjalan sesuai rencana. Salah satu, proyek menyiarkan acara TV kabel yang dapat diakses masyarakat umum, atau sebuah program mingguan di radio komunitas lokal – tetapi mereka membutuhkan banyak penulisan dan seseorang yang tetap tenang dalam siaran dan juga memiliki tampang bersahabat. Jika kamu memilih untuk melakukan sesuatu berat, mesti banyak menyusun rencana mendetil sehingga jika ada yang gagal sedikitnya kamu memiliki beberapa rencana cadangan. Pada dasarnya, gunakan perkiraan umum dan coba putuskan apa dapat berhasil di dalam komunitasmu.

Meski demikian, yang terpenting adalah kelompok bertindak. Aksi menentukan eksistensi kolektif. Orang-orang ingin sebuah kelompok yang kelihatan menghasilkan. Setiap orang menjanjikan hasil, namun hanya mereka yang mewujudkannya akan mendapat dukung paling banyak. Ini juga berarti bahwa kamu mesti mengetahui apa masalah yang dihadapi masyarakat. Berbicara dengan lebih banyak anggota masyarakat merupakan cara yang terbaik memahami masalah-masalah ini, sekaligus juga menemukan pemecahan yang baik dan taktik baru.

[dikutip dari "information on Starting a Heatwave Collective". http://flag.blackened.net/heatwave/collective.html dengan perubahan dari editor.]

Federasi dan Jaringan Kerja 

Apa itu federasi?

Federasi secara esensinya perserikatan organisasi-organisasi otonom dan atau kelompok afinitas. Sebuah federasi anarkis dapat dipandang sebagai badan pengambil keputusan di tingkatan regional, atau nasional, atau internasional (tergantung pembatasan secara geografis yang ditentukan federasi). Kolektif atau afinitas yang menjadi bagian federasi dapat dipandang sebagai serikat lokal yang otonom. Federasi merupakan organisasi formal dengan kontitusi, anggaran rumah tangga, dan petunjuk keanggotaan khusus. Ada tiga tipe umum yang pernah dibentuk, saya menyebut mereka, federasi Spesialis, Revolusioner Umum, dan Sintesis. Istilah ini bukan sebuah standard, namun ini berguna untuk penggambaran saja.

Federasi Spesialis: Federasi, seperti halnya kelompok afinitas, dan kolektif dapat hadir untuk melayani peran khusus atau mencapai tujuan khusus. Sebagai contoh federasi spesialis adalah Anarchist Black Cross Federation (ABCF -http://www.anarchistblackcross.org/), yang muncul untuk mendukung kerja bagi tahanan politik.

"Federasi Revolusioner Umum: Federasi dengan lingkup yang sangat luas dan fokus pada pengorganisiran seputar pandangan politik tertentu. Federasi ini juga mengerjakan kerja pengorganisiran dan aktivitas untuk mewujudkan serta memajukan pandangan politik. Sebagai contoh sebuah federasi semacam ini adalah North Eastern Federation of Anarchist-Communists (NEFAC- http://www.nefac.net). Ini merupakan sebuah federasi dengan cakupan luas yang melakukan berbagai pengorganisiran dan aktivitas yang konsisten dengan prinsip-prinsip Anarko Komunisme.

"Federasi Sintesis ": semacam federasi anarkis dengan usaha untuk menjadi lebih inklusif (terbuka – penj) terhadap berbagai kecenderungan. Federasi ini membawa anarkis dari berbagai kecenderungan berbeda ke dalam satu organisasi. Sebuah federasi sitesis dapat dianggap sebagai sebuah sub kategori dari federasi "general revolutionary". Contoh yang paling dekat mengenai federasi "sintesis" saat adalah Federasi Love and Rage di Amerika Utara yang sekarang telah bubar.

Struktur Federasi

Bagaimana sebuah federasi dikelola dan bagaimana cara pengambilan keputusan sepenuhnya diserahkan kepada anggota federasi. Namun, mengenai pengambilan keputusan dapat dikatakan bahwa semua jenis federasi anarkis saat ini menggunakan delegasi yang dapat di-recall. Delegasi ini dikirim oleh kolektif dan/atau kelompok afinitas ke rapat federasi untuk membuat keputusan yang menyangkut nasib federasi secara keseluruhan. Dalam struktur internal, konsensus atau demokrasi yang digunakan untuk mengambil keputusan mesti konsisten dengan prinsip-prinsip Anarkisme.

Apa itu jaringan kerja (Network)?

Cara termudah untuk menjelaskan jaringan kerja anarkis adalah membandingkannya dengan federasi anarkis. Jaringan kerja lebih tidak formal ketimbang federasi (meski, beberapa jaringan kerja cukup formal secara struktur sehingga mengaburkan garis antara jaringan kerja dan federasi). Biasanya untuk membuat jaringan kerja hanya diperlukan persetujuan untuk menyusun prinsip-prinsip atau pandangan politik umum untuk sebuah kualifikasi keanggotaan. Jaringan tidak menekankan aksi kolektif dan organisasi, melainkan menekankan pada otonomi atas organisasi formal. Hal ini tidak berarti secara tidak langsung jaringan kerja anarkis tidak terorganisir atau mereka anti organisasi. Ia hanya berarti bahwa fokus organisasi mereka tidak memperbolehkan masing-masing anggota kelompok untuk terlibat dalam aksi-aksi yang dirasakan cocok di dalam konteks jaringan dan menggunakan jaringan kerja terutama sekali untuk bersolidaritas dan mendukung tiap anggota kelompok yang membutuhkan dukungan.

Umumnya terdapat dua tipe jaringan kerja: jaringan kerja formal dan informal.

Jaringan kerja formal: biasa yang mebuat sebuah jaringa kerja formal adalah ia memiliki sebuah struktur pengambil keputusan "global". Hal itu berarti sebagaimana federasi lembaga delegasi yang melingkupi yang membuat keputusan menyangkut jaringan kerja secara keseluruhan. Dalam kebanyakan aspek jaringan ini sama saja dengan jaringan informal. Sebuah contoh yang baik dari jaringan formal adalah, Direct Action Network (DAN) yang kini telah tamat riwayatnya.
Jaringan kerja informal: selama 20 tahun terakhir jaringan kerja informal telah mempersembahkan metode organisasi anarkis paling efektif sebagaimana berbagai kesuksesan jaringan kerja informal telah membuktikan. Pengunaan jaringan ini di dalam gerakan anarkis sangat luas dan sukses. Bentuk organisasi seperti ini banyak dijalankan kelompok anarkis di seluruh dunia. Contohnya Food Not Bombs, Earth First!, Reclaim The Streets, Anti-Racist Action, Homes Not Jails, dan lain sebagainya.


Materi ini merupakan bagian dari buku “Saat Anarkisme Beraksi” yang diterjemahkan oleh Yerry Niko.

Aquarian Letter Zine | Voice 3 | April 2009


Format PDF; Size 472.23 KB; Download Here!

Buckskin Bugle-Crazy Lazy

Artist: Buckskin Bugle
Entitled: Crazy Lazy
Format Mp3; Size 1.73 MB; Download/Play Here!

Buckskin Bugle-B is For

Format Mp3; size 2.14 MB; Download/Play here!

Fire of Human Liberation in Greece 33



Format JPEG; Size 770.26 KB; Download Here!

Fire of Human Liberation in Greece 32



Format JPEG; Size 1.18 MB; Download Here!

Selasa, 21 April 2009

Anarchy in Vision



Created by: Teguh Triatmoko
Aplications: Logo Design Studio Pro & ACDsee

Fire of Human Liberation in greece 31


Format JPEG; Size 622.05 KB; Download Here!

Fire of Human Liberation in Greece 30


Format JPEG; Size 856.28 KB; Download Here!

FESTIVAL MAY!!! FREE!!

Pencemaran lingkungan, gangguan kesehatan, penggusuran, pemutusan kerja, pemiskinan hingga pelanggaran HAM akibat aktivitas pertambangan, migas dan pabrik semakin hari semakin mengemuka diberitakan banyak media. Mulai dari pertambangan skala besar sekaliber PT Lapindo Brantas, PT Semen Gresik, PT Freeport, Newmont, Inco hingga tambang rakyat dan galian C hanyalah sepenggal dari beberapa gambaran kasus yang menimpa warga di Porong, Sidoarjo, Pati, dan Jakarta. Masih ada begitu banyak lagi kasus lainnya yang menimpa sebagian besar teman-teman kita yang notabenenya adalah warga yang bekerja di sektor pertanian, pertambangan, tekstil dan sektor-sektor informal lainnya dengan tingkat penghasilan yang sangat rendah.

Jika kita mencermati kasus-kasus ini maka kita dapat melihat dengan jelas adanya benang merah dari seluruh kasus yang terjadi yaitu; pelanggaran yang dilakukan oleh korporasi dan negara demi profit. Mereka telah mengabaikan, melecehkan dan merendahkan kemanusiaan setiap manusia yang telah bekerja untuk perusahaan mereka dan juga manusia yang hidup di sekitar lokasi perusahaan.

Kami sudah sadar sekali mengenai bagaimana 'mekanisme dan logika' negara dan korporasi ini berjalan, lengkap dengan segala srtuktur negara yang seharusnya berpihak pada masyarakat. Namun marilah kita jujur dan melihat kenyataan, adakah hal tersebut terjadi? Masyarakat masih terus tergilas oleh situasi yang memilukan dan tetap terus bertahan dan berjuang. Daripada terus menjual harga diri dengan memohon dan mengemis kepada perusahaan dan negara, masyarakat lebih memilih mengupayakan perbaikan kondisi dengan cara mereka sendiri. Baik dengan melakukan penguatan komunitas, melakukan upaya-upaya alternatif, dan lain sebagainya...

Kami melihat apa yang terjadi dengan teman-teman semua sebagai kesatuan masalah yang kompleks dan saling terkait. Kami yang disini bukanlah masyarakat yang tidak terkena dampaknya. Kami juga adalah korban yang sama dari korporasi dan negara. Maka tidak ada alasan untuk menganggap kami berbeda dengan mereka yang disana. Kami sama...

Masyarakat selama ini sangat sedikit sekali mendapat informasi lebih mendalam mengenai permasalahan ini, dan warga yang terkena kasus juga tampaknya terasing dengan masyrakat lainnya. Ini salah satunya karena arus informasi yang diterima oleh masyarakat telah 'dikontrol dan disaring', sementara media-media independen memiliki kendala tersendiri dalam menyentuh kelompok masyarakat yang lebih luas. Ada semacam keterpisahan antara warga yang menghadapi kasus, dengan warga yang juga mendukung pejuangan warga di daerah. Demikian pula dengan masih begitu minimnya rasa empati dan solidaritas antar sesama. Ini mungkin dikarenakan adanya semacam pemahaman pada diri bahwa 'kami tidak terkena masalah, berarti ini bukan masalah kami'. Padahal informasi dan jaringan solidaritas sangat penting untuk mendukung satu sama lain. Padahal kita semua dengan disadari atau tidak telah menjadi korban juga...

Ada Apa Saja?

- Pemutaran Film Dokumenter kasus Porong, Pati, Kulonprogo, Jakarta & Focus Group Discussion (FGD)

- Band/Musik/Performance
1. Dj Pop vs Exi (Blora)
2. Tenggorok (Bandungi)
3. Angklungan KGB
4. Tika
5. The Gags
6. Saos Tomat
7. Agitator
8. Mimbar
9. Santo ‘Klingon’ (Teaterikal performance)
10. Charvaka (Bandung)
11. Capital is Carnage (Bandung)
12. Modus Operandi
13. Manifestone
14. Stiff Rebel
15. Burial Chamber

Workshop
1. Klinik Musik Solidaritas bersama Efek Rumah Kaca
2. Workshop Komik bersama Rahman;
3. Workshop craft dari barang re-used bersama
BikinBarang;
4. Workshop lukis seprai bersama Imajinasi Merdeka
5. Workshop Cukil bersama Media Legal
6. Workshop Patung bersama Gonjes

Tabling
1. Institut-A-
2. Viaduct
3. Food Not Bombs
4. Anak Muda Production
5. Agen Kultur
6. JATAM
7. Sablon donasi oleh teman2 dari Porong
8. Sablon donasi SAKSI
9. WALHI

Kapan dan Dimana?

Hari/Tanggal: Sabtu, 2 Mei 2009
Waktu : Pukul 10.00 - puassss...
Tempat : Hall C Unika Atma Jaya Semanggi, Jl. Jendral Sudirman No. 51, Jakarta

Siapa?

Acara ini atas kerjasama Solidaritas Anti Kejahatan Korporasi (SAKSI), Pers Mahasiswa Viaduct, Senat Mahasiswa Fak. Hukum Atma Jaya, dan KAMU SEMUA yang turut berpartisipasi...

Pssssttt... Bawa BUKU yang mendidik yang untuk diDONASIkan, dan bawa KAOS POLOS kamu untuk di sablon disni...

Resist & Solidarity,,,

“The possessions of the rich are stolen property.”

Fire of Human Liberation in Greece 29


Format JPEG; Size 1.14 MB; Download Here!

Rabu, 15 April 2009

AKU MEMBELI MAKA AKU ADA

There's a price tag on me and there's sick on the floor:
we're buying up anything we can't afford.

Wherever I go I keep hearing this voice

saying “choose what you want!” but there's so little choice... 
–Chumbawumba, Buy Nothing Day



Hasrat tidak akan pernah terpenuhi, oleh karena ia selalu direproduksi dalam bentuk yang lebih tinggi oleh mesin hasrat, kata Gilles Deleuze dan Felix Guattari. Mesin hasrat sendiri merupakan sebuah istilah yang mereka gunakan untuk menjelaskan reproduksi perasaan kekurangan di dalam diri manusia secara terus menerus.

Dalam kondisi masyarakat sekarang ini, di mana imaji-imaji lebih meyakinkan dari pada kenyataan itu sendiri, pola konsumsi personal maupun masyarakat tidak lagi didasari oleh logika kebutuhan, melainkan oleh logika hasrat. Bila kebutuhan dapat terpenuhi oleh objek-objeknya—setidaknya secara parsial—maka hasrat adalah kebalikannya, ia tidak akan pernah terpenuhi, oleh karena satu-satunya objek yang dapat memenuhi hasrat adalah objek hasrat (seksual) yang muncul secara bawah sadar pada tahap imajiner, dan objek hasrat ini telah hilang untuk selamanya, dan hanya dapat mencari substitusi-substitusinya dalam dunia objek atau simbol-simbol yang dikonsumsi[1].

Konsumsi, menurut Gilles Deleuze dan Felix Guattari, dapat juga dipandang sebagai satu fenomena bawah sadar, yang dengan demikian masuk ke dalam kawasan psikoanalisis. Dalam pengertian psikoanalisis, konsumsi dapat dipandang sebagai satu proses reproduksi hasrat dan reproduksi pengalaman bawah sadar yang bersifat primordial. Dalam hal ini, konsumsi mengingatkan seseorang kembali pada rangsangan-rangsangan bawah sadar yang dialami pertama kali secara primordial dalam bentuk kesenangan seksual yang timbul pertama kali dalam berhubungan dengan objek seksual (menyusui). Konsumsi adalah subsitusi atau pengganti dari kesenangan yang hilang tersebut, yang tersimpan dalam bentuk bawah sadar[2].

Konsumerisme Fatalis

Konsumsi yang terjadi sekarang ini tidak semudah dan sesederhana konsumsi pada beberapa waktu lampau. Entah tepatnya dimulai pada tahun berapa, tapi yang jelas konsumsi telah menjadi sedemikan kompleks dan menuntut pola yang juga kompleks. Konsumsi pada saat ini bukan saja kegiatan untuk memenuhi kebutuhan sebagai kegiatan yang dianggap untuk bertahan hidup. Pada saat ini, ketika anda sedang membeli, anda tidak hanya mendapatkan objek-objek yang berupa barang dan jasa saja, misalnya. Pada saat yang bersamaan, anda juga sedang membayar simbol, prestise, dan perbedaan-perbedaan status. Objek-objek konsumsi juga telah berperan sebagai media yang mengkomunikasikan atau mempresentasikan makna-makna tertentu. Sebagai contoh, kita memakai pakaian-pakaian mewah untuk mengkomunikasikan kekayaan dan status sosial kita. Semakin banyak anda mengkonsumsi, semakin tinggi pula tingkat gengsi anda, dan tentu saja, hasrat anda tidak akan merasa terpenuhi sehingga anda akan terus-menerus mengkonsumsi objek-objek.

Bagi Jean Baudrillard, para konsumer—dalam hal ini adalah orang-orang yang hanya sekedar mengkonsumsi tanpa ikut terlibat aktif dalam penciptaan dan tindakan kreatif—lebih tepat disebut sebagai mayoritas yang diam, yang menempatkan dirinya dalam relasi subjek-objek, layaknya jaring laba-laba yang menjaring dan mengkonsumsi apapun yang ada di hadapan mereka bagai magnit, akan tetapi mengalir melalui mereka tanpa meninggalkan bekas apa-apa. Menurutnya juga, proses pengendapan segala sesuatu yang dikonsumsi melalui pemberian pengakuan kini telah kehilangan makna, ditelan deru percepatan konsumsi itu sendiri yang seakan tidak mengenal titik jenuh ataupun akhir.

Dari pandangan Jean Baudrillard ini, kita mungkin saja terhenyak tidak percaya. Tapi jika kita membenturkannya pada kelompok-kelompok masyarakat tertentu yang mempunyai pola konsumsi secara berlebih, mungkin pandangan Jean Baudrillard tersebut benar. Kaum selebriti, para eksekutif muda, bahkan para remaja atau ABG-ABG gaul kelas menengah ke atas di kota-kota di mana akses terhadap konsumsi secara lebih luas terbuka lebar, mereka telah mencapai tahapan belanja gaya hidup. Bagi kelompok-kelompok masyarakat seperti ini, konsumsi telah menjadi sebuah kegairahan dan ekstase dalam perputaran objek-objek konsumsi, meninggalkan pencarian makna kegunaan atau utilitas, atau makna-makna ideologis melalui pemberian pengakuan. Apa yang mereka cari dalam komunikasi bukan lagi informasi-informasi ataupun pesan-pesan, melainkan pesona-pesona halusinasi dalam berkomunikasi itu sendiri—menikmati permainan di mana hal-hal yang tampak di permukaan sebagai acuannya.

Bombardir Imaji-Imaji Visual

Pasar ekonomi yang eksis sekarang ini adalah pasar ekonomi yang mengkomodifikasikan hasrat. Pasar ekonomi menjadikan hasrat sebagai sebuah titik tolak menuju imperiumnya yang megah di atas reruntuhan imaji-imaji manusia untuk hidup berdampingan dan bekerja sama—menghidupi dirinya sendiri. Kompetisi, imaji-imaji halusinatif di mana kesuksesan adalah hal yang utama, pola konsumsi yang berlebihan, fashion-fashion up to date, kendaraan sporty mentereng, atau rumah mewah, adalah contoh life style yang diyakini dapat membawa kebahagiaan dalam hidup ini, bahkan diyakini sebagai pemuas hasrat-hasrat yang selama ini terus-menerus berreproduksi dalam diri manusia.

Dalam proses menuju imperiumnya tersebut, para pelaku pasar ekonomi mengincar setiap titik yang dapat dijadikan kesuksesan mereka, dengan berbagai varian dan penciptaan bentuk-bentuk visual yang menggugah banyak orang, dan tentu saja, agar dapat menghasilkan profit sebanyak mungkin. Dan sekarang, tiba saatnya hasrat menjadi sasaran tembak.

Seperti apa yang telah dikatakan oleh Gilles Deleuze dan Felix Guattari tentang operasi mesin hasrat di dalam diri kita, maka di saat yang bersamaan masing-masing dari diri kita akan selalu mencoba untuk mencari dan menemukan objek-objek substitusi yang setidaknya dapat membuat kita merasa puas dalam beberapa waktu, untuk kemudian kembali mencarinya lewat substitusi-substitusi lainnya. Celakanya, pencarian kepuasan hasrat lewat objek-objek subsititusinya mengalami stagnasi yang cukup akut—setidaknya bagi beberapa kelompok masyarakat. Hal ini mungkin saja dapat kita tandai dengan maraknya berbagai media yang menyajikan imaji-imaji kenikmatan atau kebahagiaan—yang bagi kelompok-kelompok masyarakat tadi cukup diyakini kebenarannya—tapi hanya berputar-putar di lingkaran yang sama: beli, beli, dan beli.

Hasrat seolah-olah dapat dengan mudah dikenali dan ditandai. Hasrat seolah-olah dapat dengan mudah direngkuh tanpa proses pencarian dan pengendapan, hanya dengan membeli. Dari mulai imaji tentang seorang lelaki macho yang tubuhnya menjadi berotot dan berbobot dengan mengkonsumsi susu merk X, yang akan menjadi idola bagi banyak wanita, sampai imaji tentang bagaimana menjadikan hidup anda selalu bahagia versi merk Y—imaji-imaji ini disajikan dengan intensitas yang konstan dan bertubi-tubi, sehingga menggelitik hampir setiap orang untuk meyakininya. Dan kalaupun memang benar hasrat dapat dengan mudahnya dikenali dan direngkuh secara instan, maka sepertinya, hasilnya pun akan bersifat instan: cepat—datang lalu menguap kembali.

Kekuasaan Modal dan Alienasi Hasrat

Di dalam masyarakat kapitalisme global, atau yang disebut juga sebagai masyarakat konsumer, setidak-tidaknya terdapat tiga bentuk kekuasaan yang beroperasi di belakang produksi dan konsumsi objek-objek, yaitu: kekuasaan kapital, kekuasaan produsen, dan kekuasaan media massa. Ketiga bentuk kekuasaan ini beserta pengetahuan yang mendukung serta artikulasinya pada pelbagai praktik sosial menentukan bentuk dan gaya, serta produksi dan konsumsinya[3].

Kekuasaan modal sendiri memiliki kontribusi yang bisa dibilang sangat besar dalam menciptakan masyarakat konsumer yang disebut Jean Baudrillard sebagai mayoritas yang diam, tentunya tanpa mengecilkan apalagi menihilkan kontribusi dari kekuasaan-kekuasaan lainnya seperti kekuasaan produsen dan media massa. Dengan modal yang besar, mereka dapat membuat produksinya terus berjalan sedemikian rupa, dan dapat menguasai media massa sebagai penyampai imaji-imaji mereka bagi personal-personal atau masyarakat. Kekuasaan-kekuasaan tersebut adalah rectoverso (dua sisi dalam mata uang) yang saling mendukung.

Di dalam model produksi kapitalis, objek-objek tidak diproduksi oleh subjek-subjek yang memiliki sarana dan prasarana produksi serta modal, akan tetapi oleh subjek sebagai pekerja, yang memproduksi objek untuk para pemilik modal, demi mendapatkan upah dari pekerjaannya, kata mbah Karl Marx. Di dalam relasi seperti ini, Marx melihat satu proses yang disebutnya pemisahan, yakni pemisahan subjek (pekerja) dari hasil kerjanya. Tapi kemudian, apakah analisa Marx tersebut masih relevan dalam masyarakat konsumer kontemporer, di mana telah terjadi perubahan besar dan transformasi dalam relasi subjek-objek itu sendiri? Melalui perkembangan mutakhir dalam tekhnologi produksi, semisal otomatisasi dan komputerisasi, peran pekerja dapat diminimalisir sedemikian rupa. Alienasi yang telah dipaparkan Marx, bahwa subjek (pekerja) terasing dari alat produksi dan objek-objek yang dihasilkannya, di dalam masyarakat konsumer kontemporer telah bertransformasi menjadi lebih kompleks. Bukan hanya para pekerja yang terasing dari alat produksi dan hasil-hasil produksinya, konsumer pun terasing dari hasrat dan imaji-imaji yang ditawarkan oleh produsen.

Alienasi masih ada, bahkan telah menjelma menjadi sesuatu yang ada tanpa kita sadari. Relasi yang terjalin dalam komunikasi masyarakat konsumer sekarang hanyalah relasi konsumsi yang terkadang palsu belaka, di mana seorang pelayan perempuan berbodi montok akan tersenyum ramah, atau bahkan menggoda anda jika anda mau membeli produk yang dijajakannya.

Dalam masyarakat konsumer kontemporer, hampir setiap waktu dihabiskan untuk mengkonsumsi, tanpa ikut terlibat aktif dalam proses kreasi penciptaan baru. Hampir setiap imaji yang ditawarkan atau dikomodifikasikan, mereka lahap.

Objek-objek konsumsi yang mengalir tak henti-hentinya dalam kecepatan tinggi di dalam area konsumerisme tidak pernah—dan tidak akan pernah—memenuhi kebutuhan, sebagaimana hasrat tidak akan selamanya terpenuhi oleh objek hasrat. Jika satu hasrat dapat terpenuhi lewat substitusi-subtitusinya, maka yang terjadi adalah hasrat lain yang lebih tinggi. Pemuasan hasrat tidak akan terjadi lewat repetisi substitusi-substitusi.


Catatan:
[1] Yasraf Amir Piliang
Hipersemiotika, Penerbit Jalasutra, Tanpa Tahun, Yogyakarta
[2] Gilles Deleuze dan Felix Guattari
Anti-Oedipus: Capitalism and Schizophrenia, The Viking Press, 1977, New York
[3] Yasraf Amir Piliang
Hipersemiotika, Penerbit Jalasutra, Tanpa Tahun, Yogyakarta
http://katalis.tk/

Rabu, 08 April 2009

STEP FORWARD-Infernal Death

Format MP3; Size 2.12 MB; Download here!

STEP FORWARD-Saksi Imaji

Format MP3; Size 2.36 MB; Download here!

Solidaritas Aksi Korban Kejahatan Korporasi (SAKSI): Jakarta Berteriak!

PENGGUSURAN: Atas Nama Ruang Terbuka Hijau? Atau untuk Membuka Keran Investasi?

Awal tahun 2008 ini Jakarta diwarnai dengan penggusuran. Mulai dari penggususran usaha kaki-5 hingga pemukiman miskin. Argumentasi pemerintah kali ini berkait dengan “kebutuhan” akan adanya ruang terbuka hijau (RTH) di Jakarta. Apabila bicara tentang ruang terbuka hijau, maka dapat dikatakan bahwa luas RTH di Jakarta saat ini belum sesuai dengan target sebagaimana diatur dalam RTRW 2010 dimana RTH ditargetkan sebesar 13.94% dari luas Jakarta atau sebesar 9.544 ha. Untuk “menutupi” angka tersebut maka Pemerintah Jakarta melakukan serangkaian kebijakan, salah satunya adalah penggususran, yang ditujukan utnutk mengembalikan kembali RTH tersebut.

Untuk tahun 2008, Dinas Pertamanan DKI Jakarta menargetkan penambahan RTH mencapai 4-5 hektare. Untuk penambahan RTH seluas itu, Dinas Pertamanan mengajukan anggaran pada Rancangan Anggaran Pembangunan dan Belanja Daerah (APBD) 2008 sebesar Rp 40 milyar. Dalam pernyataannya, Gubernur DKI Jakarta menyatakan bahwa pihaknya menggunakan beberapa pola untuk memenuhi target penambahan RTH. Pertama, mempertahankan RTH seperti taman atau lahan hijau yang sudah ada. Kedua, membeli lahan hijau milik warga, meski luasnya tidak seberapa. Selain dua langkah tersebut, pemerintah DKI Jakarta juga mengambil langkah lain yaitu penggusuran. Penggusuran dan juga pemukiman miskin, yang sering disebut sebagai PEMUKIMAN LIAR oleh Pemerintah.

Sebenarnya upaya penggusuran pemukiman miskin dan mengalihkannya sebagai taman kota sudah dimulai sejak akhir tahun lalu yaitu dengan penggusuran pemukiman miskin di sepanjang Kolong Tol mulai dari Tanjung Priok hingga Rawa Bebek untuk dialihkan fungsikan sebagai taman kota. Penggusuran tersebut telah menghancurkan kehidupan kurang lebih 10 ribu keluarga yang menghuni kolong tol. Solusi yang ditawarkan oleh pemerintah saat itu, relokasi ke rumah susun atau uang kerohiman sebesar 1 juta rupiah, dirasa tidak cukup bagi warga untuk memulai hidup kembali. Penggusuran dan tawaran yang diberikan oleh Pemda juga tidak mampu menyelesaikan masalah. Saat ini, fenomena yang ada adalah bahwa warga mulai kembali lagi ke daerah asalnya yaitu kolong tol. Relokai ke rumah susun Marunda, Cakung dan Muara Kapuk, apalagi uang kerohiman 1 juta rupiah tidak memberikan tawaran yang lebih baik berkait dengan kebutuhan warga untuk berada di pusat ekonomi. Satu-satunya alasan mengapa warga memilih bertempat tinggal di kolong tol, selain tidak ada tempat lain yang lebih terjangkau, adalah bahwa pusaran ekonomi berpusat di sekitar tempat tinggal mereka. Dengan berada di lokasi yang strategis tersebut, beragam pilihan mengais pendapatan lebih terlihat. Mulai dari membuka usaha warung/warung makan, menjadi bururh cuci, tukang ojek, usaha mulung/lapak, usaha palet, dll. Hal yang sama kemudian menarik kembali warga utuk menghuni wilayah yang dilihat oleh berbagai pihak sebagai wilayah yang tidak layak huni, yaitu kolong tol. Fenomena tersebut membuktikan bahwa pendekatan yang diambil oleh pemerintah belum tepat. Relokasi ke rumah susun yang jauh dari pusat ekonomi tidak memberikan perbaikan kehidupan kepada warga.

“Tumpahan” warga kolong tol yang menjadi korban gususran kemudian menempati lahan-lahan kosong di sekitar kolong tol salah satunya Papango, yang merupakan milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Pemukiman baru ini juga kabarnya akan kembali digusur karena wilayah tersebut ditujukan untuk dibangun taman kota dengan logo Bersih, Manusiawi dan Berwibawa (Taman BMW). Pendekatan pemerintah inilah yang disayangkan. Ketika kebutuhan akan RTH dirasakan sebagai kebutuhan bersama, seiring dengan fenomena banjir besar yang menenggelamkan Jakarta tiap tahunnya, perspektif untuk melihat mana yang penting menjadi kabur. Kebutuhan akan adanya RTH mengalahkan kebutuhan dasar warga untuk bermukim. Untuk memiliki tempat tinggal.

Dalam master plan DKI 1965-1985, RTH masih 27,6 persen. Tahun 2000-2010, menurut RUTR, DKI hanya memproyeksi RTH 13 persen. Target RTH DKI pada tahun 2010 itu adalah 9.544 ha. Padahal realisasi tahun 2003 hanya 7.390 ha. Ini menunjukkan adanya eksploitasi besar-besaran terhadap RTH. Dari data tersebut terlihat bahwa ini terjadi pada tahun 1997 dan mengalami peningkatan tajam pada tahun 1999-2001. Contoh alih fungsi yang tampak kasat mata adalah pembangunan apartemen di wilayah Selatan Jakarta, serta hutan kota di Cibubur yang dijual untuk dikonversi menjadi kawasan pembelanjaan, dan juga kawasan komersial, RTH yang berwujud taman publik pun semakin berkurang jumlahnya. Seperti yang dinyatakan oleh perwakilan Dinas Pertamanan Jakarta bahwa sekitar 250 taman telah beralih fungsi, yang paling banyak beralih menjadi pom bensin.

Alih fungsi RTH menjadi bangunan-bangunan apartemen, mal, pom bensin, dan pembangunan kawasan komersial menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada para pemodal. Dengan alasan pembangunan, “warna” peruntukan lahan bisa diubah-ubah. Yang semula hijau bisa menjadi kuning atau bahkan pink. Alih fungsi lahan pun terjadi. Keistimewaan bagi pemodal terus difasilitasi oleh Pemerintah Daerah. Ketika banjir terjadi, Pemerintah Daerah justru mengalihkan sasaran tembak ke rakyat miskin kota yang bermukim di wilayah-wilayah yang dianggap ilegal oleh Pemerintah, seperti bantaran sungai dan kolong tol/jembatan, dan bukan kepada para pemodal yang dengan investasinya telah mengokupasi RTH diwilayah Jakarta.

Kacamata membedakan rakyat miskin dan pemodal yang melihat rakyat miskin sebagai hambatan investasi harus segera diubah. Melihat rakyat miskin sebagai warga yang berdaya merupakan investasi yang baik untuk waktu ke depan. Hingga detik ini, permasalah pemukiman miskin yang kerap dianggap pemerintah sebagai “perusak” keindahan kota dan ditakutkan akan menghambat investasi kerap disikapi dengan cara instan...yaitu MENGGUSUR!! Setiap tahunnya, jumlah uang yang terbilang besar dialokasikan dalam APBD untuk menggususr rakyat miskin. Untuk tahun 2008 saja, dana sebesar Rp 900 milyar dari total 20,7 triliyun dialokasikan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk membiayai “program” penggusuran terhadap rakyat miskin. Keberpihakan kepada pemodal diwujudkan dalam pos-pos alokasi dana APBD seperti:

1. Gususran untuk aluran dan waduk (Rp 610.650.000.000)
2. Gusuran untuk RTH (Rp 25.171.459.000)
3. Gususran untuk jalan dan jembatan (Rp 253.000.000.000)
4. Operasional Linmas, Trantib (Rp 11.469365.000)

Jumlah yang fantastis tersebut dapat dikatakan sebagai pemborosan, dan menghabiskan dana negara, karena pola penggususran tidak bisa menyelesaikan masalah. Penggususran hanya seperti memadamkan api dan tidak mematikan sumber api itu sendiri. Apabila pemerintah memang benar-benar berniat untuk memerangi kemiskinan, dan bukannya memerangi orang miskin, maka pemerintah harus segera mengubah perspektifnya terhadap orang miskin yang selama ini dianggap duri dalam proses pembangunan kota.

Apa yang telah dilakukan oleh Pemerintah Thailand dpat dijadikan contoh. Diformulasikan dalam bentuk kebijakan nasional, Pemerintah Thailand membuat program penyediaan rumah bagi 1 juta keluarga miskin dalam kurun waktu lima tahun yang dimulai dari tahun 2003 (dikenal sebagai Baan Mankong Program). Program yang terkesan ambisius tersebut hingga saat ini telah berhasil mengembangkan sekitar 80 komunitas. Keberhasilan program tersebut tidak terlepas dari perubahan pola pandang pemerintah terhadap rakyat miskin. Dalam program tersebut, pemerintah memberikan dana melalui lembaga (semi pemerintah) yang bernama CODI (Community Organization Development Institute). CODI kemudian menyalurkan dana tersebut langsung kepada warga. Dalam prosesnya, warga yang telah terorganisir dalam bentuk koperai mengajukan pengajuan pinjaman kepada CODI (biasanya untuk membeli lahan dan membangun rumah). Nantinya, uang yang telah dipinjam tersebut akan dikembalikan dalam jangka waktu tertentu (sekitar 15 tahun) melalui kelompok tabungan/koperasi yang telah dibentuk oleh warga. Peran CODI sebagai lembaga tidak hanya terbatas pada penyaluran dana tetapi juga dalam hal mengorganisir warga. CODI juga berperan mendampingi warga dalam meloby pemilik tanah untuk menjual/menyewakan tanah yang ditempati warga dimana sebagian besar tanah yang disewa warga dalam bentuk leasing 15-30 tahun aalah tanah milik pemerintah seperti departemen keuangan, tanah milik pelabuhan, dll.

Prinsip utama yang terkandung dalam program ini adalah kepercayaan yang diberikan oleh pemerintah terhadap rakyat miskin. Di sini pemerintah Thailand telah mengubah cara pandangnya terhadap rakyat miskin dimana rakyat miskin dilihat sebagai rakyat yang berdaya. Hal penting lainnya adalah diakuinya hakdasar warga untuk memiliki tempat tinggal yang layak. Pada prosesnya, program ini dimulai dari CODI yang melakukan pemetaan atas semua pemukiman miskin di Tahiland, terutama Bangkok. Dari pemetaan tersebut, CODI kemudian mengorganisir warga dimana warga kemudian didorong untuk membentuk kelompok tabungan yang kemudian diformalkan menjadi koperasi (1 koperasi terdiri dari 5-10 kelompok tabungan).

Dalam proses berorganisasi tersebut, warga mengidentifikasikan permasalahannya yang utama yaitu hak atas tempat tinggal. Secara bersama, warga merumuskan strategi bagaimana mendorong terpenuhinya hak tersebut. Warga kemudian meloby pemilik tanah untuk memberikan sewa jangka panjang atas tanah. Warga lalu mengajukan pinjaman kepada CODI untuk membayar sewa dan membangun rumah (penataan komunitas). Ketika lingkungan dimana warga bermukim akan digunakan untuk pembangunan infrastruktur, warga tidak akan serta merta digusur. Disini pemerintah memberikan kesempatan pada warga untuk memilih lokasi yang tepat untuk direlokasi, biasanya berjarak 1-5 km dari tempat asal. Proses yang sama pun berulang kembali yaitu meloby pemilik tanah, membeli atau menyewa tanah dan membangun rumah.

Bukti nyata dari keberhasilan program tersebut adalah membaiknya kondisi hidup warga. Ketika rakyat miskin punya rasa aman untuk bertempat tinggal, maka rakyat miskin bisa berfokus pada hal lain seperti meningkatkan kesejahteraan, perbaikan lingkungan, dll.

Hal yang sama bisa dilakukan di Indonesia, khususnya Jakarta. Dana besar yang dialokasikan untuk menggususr pemukiman miskin bisa dialihkan untuk rakyat miskin membangun komunitasnya dan memperoleh rasa aman untuk bertempat tinggal. Kampung miskin yang telah tertata pada akhirnya merupakan investasi yang tepat. Dengan bermodalkan kepercayaan dan perubahan pola pandang terhadap rakyat miskin kota maka permasalahan kota dapat diselesaikan. Jumlah pemukiman miskin berkurang, kemiskinan terperangi dan rakyat menjadi meningkat kesejahteraannya.


Dian Tri Irawaty
31 Januari 2008

Solidaritas Aksi Korban Kejahatan Korporasi (SAKSI): Pegunungan Kendeng Utara Menggugat!

Memikirkan Kembali Rencana Pembangunan Pabrik Semen Gresik di Sukolilo

Written by Mokh. Sobirin

Sunday, January 18th 2009 02:32

Tidak banyak yang tahu bahwa pegunungan kapur (karst) yang membentang dari desa Taban (Kudus) sampai Tuban bernama Pegunungan Kendeng Utara. Di pegunungan yang dulu cukup lebat dengan pohon jati ini bermukim sebagian besar penduduk Kecamatan Sukolilo. Selain digunkaan untuk tempat tinggal warga, pegunungan ini juga memberikan beberapa manfaat lain bagi warga yang hidup di sekitarnya. Pertama, sumber air yang telah mengairi 15.873,9 ha lahan pertanian di sekitarnya. Kedua, lahan di pegunungan ini juga menjadi lahan pekerjaan bagai ribuan peladang yang menanam berbagai palawijaya di sela-sela pepohonan jati milik Perhutani.

Keberadaan pegunungan Kendeng terancam dengan adanya rencana Semen Gresik yang ingin melakukan penambangan (eksploitasi) batu kapur yang ada di pegunungan Kendeng. Pada tahun 2008 PT Semen Gresik akan membangun pabrik semen dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun yang memerlukan sekitar 2000 ha lahan yang akan digunakan utnutk penambangan batu kapur, tanah lita dan bangunan pabrik. Menurut penjelasan pihak PT Semen Gresik dalam sosialisasi di Kecamatan Kayen pada tanggal 16 Nopember 2008, PT Semen Gresik membutuhkan beberapa penting untuk menjalankan operasinya. Tabel. 1 Kebutuhan Bahan Baku untuk produksi dengan kapasitas 2,5 juta ton/tahun atau 8.000 ton semen/hari.

Dengan investasi yang ditanam sebesar 3,5 Trilyun, seluruh proses pendirian pabrik semen memerlukan tenaga kerja sebanyak 3.00 orang, dengan rincian 2.000 orang dipekerjakan dalam tahap konstruksi dan 1.000 orang dipekerjakan untuk tahap operasional. Jumlah ini termasuk pekerja internal dari PT Semen Gresik.

Beberapa Pelanggaran

Setelah mempelajari sejumlah data dari beragam sumber, maka didapat informasi tentang beberapa pelanggaran berkaitan dengan rencana pendirian pabrik semen ini. Pertama, rencana pembangunan Semen Gresik tidak berdasarkan pada Peraturan Daerah Kabupaten Pati tentang Rencana Tata Ruang Kota dan Tata Wilayah (RTRW) karena Rancangan Perda RTRW 2008 – 2009 Kabupaten Pati periode 2006-2007 telah kadaluarsa. Kondisi ini pastinya dipahami oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pati, tetapi yang menjadi ganjil adalah ketika Bupati Pati mengeluarkan Surat Bupati Pati No. 131/1814/2008 tanggal 17 April 2008 untuk dijadikan rujukan dalam menilai kesesuaian rencana kegiatan dengan tata ruang kabupaten dan membuat Semen Gresik dapat merealisasikan rencananya untuk membangun Semen Gresik di Kecamatan Sukolilo, Pati. Padahal, Surat Bupati tidak memiliki kekuatan hukum sebagai Perda.

Dalam Surat Bupati Pati tersebut dinyatakan bahwa lokasi kawasan pertambangan golongan C terdapat di Kecamatan Sukolilo, Kayen, Tambakromo, Gabus, Puncakwangi, Dukuhseti, Tayu, Tlogowungu, Gembong, Cluwak, dan Gunungwungkal. Kawasan peruntukan industri besar dan sedang terdapat di Kecamatan Magorejo, Pati, Juwana, Batangan, Sukolilo, Kayen, dan Gabus. Berdasarkan hal tersebut maka lokasi rencana kegiatan penambangan bahan baku di Kecamatan Sukolilo sudah sesuai dengan butir satu, sedangkan rencana lokasi pabrik semen di Kecamatan Sukolilo sudah sesuai dengan butir kedua.

Kedua, penetapan pegunungan Kendeng sebagai kawasan Karst jenis I, II, ataupun III belum memiliki dasar hukum. Semen Gresik hanya mengacu pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Tata Lingkungan Geologi dan Kawasan Pertambangan, Departemen ESDM bekerjasama dengan Semen Gresik tentang Kawasan Karst Sukolilo tahun 2005. Namun demikian, didalam KA ANDAL tersebut, hasil penelitian tersebut tidak menyebutkan golongan Karst dari Pegunungan Kendeng. Sementara hasil penelitian dari Pusat Studi Manajemen Bencana UPN Veteran Yogyakarta (Bapak Eko Teguh Paripurno), Acintyacunyata Speleological Club (ASC), Yogyakarta (Dikky Mesah, AB Rodialfallah, Rikky Raimon, dkk), dan juga Pusat Studi Lingkungan Hidup, UGM tentang kajian potensi Karst Kawasan Sukolilo – Pati, menyimpulkan bahwa kawasan Karst Pati – Kawasan Karst Grobogan masuk dalam klasifikasi Karst I menurut Kepmen ESDM No. 1456/K/20/MEM/2000 pasal 12. Selain itu perbukitan kawasan Karst Sukolilo berfungsi sebagai daerah resapan dan penyimpanan air utnuk mata air-mata air yang mengalir di pemukiman, baik di bagian utara maupun di bagian selatan kawasan ini yang meliputi Pati dan Grobogan, sehingga Pemerintah di dua kabupaten ini seharusnya menetapkan kawasan ini sebagai kawasan Karst yang dilindungi agar fungsinya tetap terjaga sehingga risiko bencana kekeringan bagi 8.000 kepala keluarga dan 4.000 ha lahan pertanian di kemudian hari dapat dihindari.

Pegunungan Kendeng Utara di Jawa Tengah ditetapkan oleh KepMen ESDM sebagai kawasan Karst Sukolilo yang meliputi tiga kabupaten, Kecamatan Sukolilo, Kecamatan Kayen, Kecamatan Tambakromo – Kabupaten Pati; Kecamatan Grobogan, Kecamatan Brati, Kecamatan Tawang Harjo, Kecamatan Wirosari, Kecamatan Ngaringan – Kabupaten Grobogan; dan Kecamatan Todanan Kabupaten Blora.

Di tiga kecamatan yang masuk dalam wilayah Kabupaten Pati, yaitu Kecamatan Sukolilo, Kayen dan Tambakromo, lebih dari 300.000 jiwa menggantungkan hidupnya pada mata air dari pegunungan Kendeng untuk kebutuhan sehari-hari dan juga untuk pengairan lahan pertanian seluas lebih dari 30.000 hektar.

Dampak yang Ditimbulkan

Dengan 2000 hektar lahan yang akan digunakan untuk pabrik Semen Gresik, jelas akan memunculkan dampak pada lingkungan maupun masyarakat sekitar. Dampak dari akan dikeprasnya pegunungan kapur dan diambilnya tanah liat untuk bahan baku semen akan mengakibatkan beberapa dampak sebagai berikut:

* Perubahan pada produktivitas, aktivitas produksi masyarakat setempat.
* Perubahan fungsi lahan-lahan pertanian menjadi daerah hunian dan berbagai macam bangunan.
* Perubahan fungsi lahan perikanan menjadi daerah industri degan tingkat kepadatan yang tinggi.
* Selain dampak lingkungan, industrialisasi, akan membawa dampak sosial bagi masyarakat sekitar, antara lain:

^ Perpindahan tempat tinggal yang berarti tergusurnya masyarakat lokal dan digantikan oleh masyarakat pendatang yang memiliki modal yang lebih besar.
^ Hilangnya mata pencaharian sebagian besar masyarakat wilayah Pati Selatan yang menggantungkan hidupnya pada keberadaan lahan pertanian.
^ Hilangnya semangat kebersamaan dikarenakan tenaga kerja yang diserap oleh industri semen jelas tidak akan menampung seluruh tenaga kerja yang telah kehilangan lahan pertanian. Kondisi ini jelas akan memicu persaingan yang menjurus pada konflik pada masyarakat sekitar lokasi pabrik semen
^Rusaknya tatanan sosial dan budaya karena proses industrialisasi jelas akan memunculkan banyaknya tempat-tempat hiburan yang cenderung ke arah kemaksiatan.

Selain itu, proses penambangan secara besar-besaran akan membawa dampak pada keseimbangan lingkungan, misalnya perubahan ekosistem pada lingkungan sekitar, hilangnya sumber mata air, polusi udara, polusi suara, zat-zat beracun dalam limbah pabrik, dan perubahan suhu udara. Dengan adanya bukti banyaknya bencana alam seperti banjir, kekeringan, gempa bumi, tsunami, tanah longsor, lumpur Lapindo, dan lain-lain satu-satunya jalan untuk mengurangi bencana tersebut hanyalah menghijaukan kembali kembali Pegunungan Kendeng menjadi kawasan lindung. Hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 26 tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional Pasal 53 Ayat 1 dan 3; dan Pasal 60 ayat 2 huruf (c) dan (f).

Industrialisasi berupa pembangunan pabrik semen akan membawa kerugian yang lebih besar dibandingkan dengan kemanfaatan yang didapt. Kelestarian pegunungan Kendeng jelas menjadi jaminan bagi kelangsungan kehidupan generasi mendatang. Selamatkan Pegunungan Kendeng.

SOLIDARITAS AKSI KORBAN KEJAHATAN KORPORASI (SAKSI)
Email: saksi.2009@gmail.com

Rabu, 01 April 2009

Solidaritas Aksi Kejahatan Korporasi (SAKSI): Suara dari Porong

Prawacana

JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana ekologis akibat semburan gas dan lumpur panas Lapindo selain berdampak pada kerusakan lingkungan juga berdampak pada kesehatan. Banyak warga sekitar yang terkena penyakit sesak nafas, pusing-pusing, batuk, gatal-gatal. Berdasar penelitian Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa timur yang dilakukan 2006-2008, ditemukan zat Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), senyawa organik yang berbahaya dan karsinogenik (penyebab kanker).

Berry Nahdian Furqon Direktur Eksekutif WALHI, di Jakarta Rabu (18/3) mengatakan memang senyawa tersebut tidak menyebabkan terbentuknya tumor ataupun kanker secara langsung, kira-kira 5-10 tahun ke depan.

Dalam sistem metabolisme tubuh akan PAH diubah menjadi senyawa Alkylating Dihydrodiol Epoxides yang sangat reaktif dan berpotensi menyebabkan timbulnya tumor dan risiko kanker.

“PAH akan sangat berbahaya khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo, beserta ancaman terhadap kerusakan ruang hidup warga jika terpapar terus menerus dalam batas waktu lama (lebih dari 24 jam)” jelas Berry.

Belum lagi lumpur yang dibuang ke Kali Porong, biota yang ada di sana juga akan tercemar dan mati. Itu memperparah kerusakan ekologi. Sampai saat ini belum dipastikan kapan semburan lumpur Lapindo ini akan berhenti atau bisa dihentikan.

Bisa jadi semburan lumpur Lapindo ini akan berlangsung puluhan tahun. Maka selama itu pula logam berat dan PAH yang sangat berbahaya bagi manusia yang berasal dari perut bumi akan terus dikeluarkan.

Ia juga mengatakan walaupun nantinya lapindo akan berhenti, butuh waktu yang lama untuk menghilangkan dampak yang telah diakibatkan. “Tidak akan otomatis hilang tetapi justru akan terakumulasi pada ribuan spesies hewan dan tumbuhan,” kata Berry.

Mengingat bahaya yang diakibatkan PAH, Berry meminta pemerintah untuk mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan dalam waktu yang panjang hingga sepuluh tahun ke depan bagi warga di wilayah semburan lumpur dalam radius terciumnya bau gas.

Hal lain yang juga harus dilakukan adalah menyusun ulang rencana penanganan wilayah yang berisiko dengan adanya lumpur panas dengan melibatkan semua institusi pemerintahan di bidang kesehatan, lingkungan, ekonomi dan sosial.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan masker bagi warga yang tidak bersentuhan langsung dengan lumpur juga yang mengonsumsi air yang terkontaminasi. “Mereka juga butuh perlindungan, setidaknya masker-masker penyaring udara untuk melindungi pernapasan,” ujar Berry.

Pulau Dem: Potret Kelam Pembuangan Lumpur Lapindo ke Kali Porong

Monday, 16 March 2009 16:27 Redaksi
Ketika Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie menyatakan bahwa pembuangan lumpur ke laut tidak bermasalah (KOMPAS, 07 Desember 2006), tampaknya ia tidak pernah memperhitungkan begitu banyaknya jiwa yang menggantungkan hidupnya di sepanjang sungai itu, dan betapa aliran Kali Porong adalah sumber kehidupan bagi warga di sekitarnya. Kenyataan di Pulau Dem mrnunjukkan ngawurnya pernyataan bos Grup Bakrie ini.

Pulau Dem, gundukan yang membentuk pulau seluas lebih dari 900 hektar di muara Kali Porong, merupakan lahan tambak produktif yang mampu memberi hidup bagi para warga. Ada 88 laban (pintu air tambak) jumlah lahan garapan di tempat itu. Area ini, menurut pihak desa, sejak 1980an, atau setelah peristiwa pembantaian ’65, warga telah mulai memakai Pulau Dem sebagai lahan tambak.

Riwayat mana pun yang benar tak mengurangi kenyataan bahwa para pionir ini pasti pekerja keras, karena bukan perkara mudah menuju daerah ini. Lokasinya ada di tengah-tengah muara Kali Porong. Area ini juga cukup jauh dengan jalanan yang tidak bersahabat. Di musim hujan, kita harus menyeberangi Kali Porong untuk mencapai Pulau Dem.

Haji Machfud (52 tahun) adalah bagian dari para pekerja keras itu. Dengan luas tambak seluar 7,5 hektar, bapak tiga putera ini berharap bisa mencukupi kebutuhan hidupnya melalui tambak itu. Warga Dusun Pandansari RT16/RW5, Desa Kedung Pandan, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, ini merasa bahwa penghasilannya yang didapat dari usaha tambak ini mencukupi. “Setidaknya 60 hingga 70 juta per panen saya dulu biasa dapatnya,” tuturnya. Dengan setahun bisa mendapat dua kali panen saja, Haji Machfud bisa mencukupi keluarganya.

Namun, semua itu cerita masa lalu. Semenjak Pemerintah memutuskan membuang lumpur ke laut melalui Kali Porong, pelan-pelan sumber nafkah Haji Machfud menyusut. Puncaknya adalah ketika ombak besar pasang di muara laut menghajar tanggul-tanggul penghalang tambak dan menghancurkan panenan ikannya serta merusak tambaknya. “Rusak semua tambak di sana. Mungkin hanya ada tiga tambak yang luput dan masih dikerjakan,” terangnya. Semua bencana itu, tutur Haji Machfud, adalah akibat pendangkalan muara karena lumpur Lapindo yang digelontorkan melalui Kal Porong.

“Dulu arus pasang dari laut bisa mengalir lancar, bahkan sampai ke wilayah Porong sana. Tapi karena sekarang di sini (area muara) jadi dangkal, air pasang tidak bisa mengalir lewat Kali Porong, dan masuk ke tambak-tambak (di Pulau Dem),” tutur Haji Machfud.

Sekarang tambak-tambak itu tak berbentuk lagi. Semua galangan pembatas dan laban telah hancur diterjang air pasang. Sejauh yang bisa dilihat, lahan itu menjadi perluasan laut yang menjorok masuk ke dalam pulau itu. Tidak ada pembatas apapun. Hanya air dimana-mana, Sebuah kehancuran yang jelas memukul paa pekerja seperti Haji Machfud. Untuk memperbaiki tambak lagi, setidaknya harus disiapkan dana sekurang-kurangnya 50 juta. Itu pun tanpa jaminan bahwa air pasang menghancurkan lagi tambak mereka. “Kawan saya sudah keluar 40 juta memperbaiki tambak. Sudah pakai bego (eskavator). Tapi juga belum selesai juga,” tambah H. Machfud.

Jika para pemilik tambak merasa susah dengan rusaknya area tambak di daerah Pulau Dem maka para pekerja tak akalh susahnya. Jumingan (36 tahun), warga Desa Kedung Pandan, mengaku hanya menguasai cara memelihara tambak, lainnya tidak. Sehingga, ketika tambak tidak lagi bisa dikerjakan, Jumingan hanya bisa pasrah. Untuk mengatasi kebutuhan, dia mencari ikan, udang, atau kepiting yang masih bisa dicari di bekas tambak-tambak yang sudah berantakan itu.

“Susah sekarang kerja tambak di sini,” keluh Jumingan sambil membenahi alat pancingnya dan melemparnya kembali. Dari ujung telunjuknya dia memperlihatkan betapa masifnya kerusakan yang diakibatkan oleh pendangkalan Kali Porong tersebut.”Dari ujung ke ujung, tidak ada yang tersisa. Semua sudah rusak, bahkan sekarang laban-laban sudah hilang. Mau kerja di tambak, apa yang harus dikerjakan?” tanyanya penuh kekesalan.

Jumingan juga menuding bahwa lumpur Lapindo lah yang membuat semua jadi begini. “Dulu tidak pernah begini, air pasang besar juga tidak sampai merusak tambak. Tapi karena sungainya dangkal, air dari laut jadi masuk dan merusak tambak,” jelasnya lebih lanjut.

Pihak Desa Kedung Pandan, sebagai induk administrasi daerah Pulau Dem, bukannya tanpa usaha. Kepala Desa Kedung Pandan, Suparman, menyatakan telah membawa permasalahan ini kepada BPLS dan Pemerintah Kabupaten. Dua-duanya memberi jawaban seragam: akan diusahakan untuk mengurangi pendangkalan dan memperbaiki tanggul penahan di daerah tambak di daerah muara. Namun, hingga air pasang telah membunuh nafkah banyak orang di daerah itu, aksi nyata pihak-pihak terkait ini jauh panggang daripada api. Tidak sampai satu bulan usaha pengerukan dan pembuatan penahan air pasang, proyek tersebut tidak lagi berjalan. “Alasannya tidak ada material untuk membuat tanggul penahannya,” tutur Suparman.

Haji Machfud juga merasa jengkel dengan lambannya perhatian pemerintah terhadap masalah mereka. “Kita (pemilik tambak) bahkan sampai harus membayar masing-masing 1 juta agar usaha perbaikan dan pengurangan pendangkalan dilakukan. Tapi tidak ada yang selesai,” katanya. Kepala Desa Kedung Pandan mengatakan bahwa uang 1 juta itu untuk ongkos pembelian solar alat-alat berat yang mengerjakan usaha pembenahan pendangkalan di muara itu. Oh, bahkan utuk sebuah tanggungjawab karena telah menyebabkan pendangkalan dan kerusakan di daerah muara, usaha pembenahannya harus memberatkan masyarakat yang telah menjadi korban kebijaksanaan pembuangan lumpur Lapindo ke Kali Porong itu.

Dalam ketidakjelasan siapa yang harusnya bertanggungjawab membereskan masalah di muara Kali Porong, Kepala Desa Kedung Pandan berharap agar masalah ini bisa diselesaikan dan muara Kali Porong bisa normal kembali. Ini bisa memberi kesempatan usaha untuk para petani tambak yang telah berjuang keras. “Memang baiknya lumpur tidak dibuang melalui Kali Porong, tapi sepertinya itu susah. Semoga bisa cepat diselesaikan masalah ini,” tambah Suparman.

Sebagai korban, Haji Machfud juga bingung harus menuntut kepada siapa. “Siapa yang harus bertanggung jawab di sini? Kami ini dirugikan, mengapa tidak ada perhatian?”

Silang sengkarut kasus ini memang menumbuhkan begitu banyak keanehan, sampai sekarang belum jelas siapa yang akan mengambil langkah perbaikan di kawasan muara Kali Porong ini. Sementara para pemilik dan pekerja tidak tahu lagi mesti ke mana meminta pertanggngjawaban dari sebuah kebijakan yang membuat mereka harus kehilangan mata pencaharian dan masa depan hidupnya.

Ah, ya, Pak Menko Kesra (Aburizal Bakrie) mungkin bisa menjawab, karena menurutnya pembuangan lumpur ke laut tidak bermasalah.[re]


Email: saksi.2009@gmail.com
Harap bantu memperluas berita ini jika kamu peduli.

Get Your TAROT Reading