Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Rabu, 01 April 2009

Solidaritas Aksi Kejahatan Korporasi (SAKSI): Suara dari Porong

Prawacana

JAKARTA, KOMPAS.com - Bencana ekologis akibat semburan gas dan lumpur panas Lapindo selain berdampak pada kerusakan lingkungan juga berdampak pada kesehatan. Banyak warga sekitar yang terkena penyakit sesak nafas, pusing-pusing, batuk, gatal-gatal. Berdasar penelitian Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jawa timur yang dilakukan 2006-2008, ditemukan zat Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH), senyawa organik yang berbahaya dan karsinogenik (penyebab kanker).

Berry Nahdian Furqon Direktur Eksekutif WALHI, di Jakarta Rabu (18/3) mengatakan memang senyawa tersebut tidak menyebabkan terbentuknya tumor ataupun kanker secara langsung, kira-kira 5-10 tahun ke depan.

Dalam sistem metabolisme tubuh akan PAH diubah menjadi senyawa Alkylating Dihydrodiol Epoxides yang sangat reaktif dan berpotensi menyebabkan timbulnya tumor dan risiko kanker.

“PAH akan sangat berbahaya khususnya bagi mereka yang tinggal di sekitar semburan lumpur Lapindo, beserta ancaman terhadap kerusakan ruang hidup warga jika terpapar terus menerus dalam batas waktu lama (lebih dari 24 jam)” jelas Berry.

Belum lagi lumpur yang dibuang ke Kali Porong, biota yang ada di sana juga akan tercemar dan mati. Itu memperparah kerusakan ekologi. Sampai saat ini belum dipastikan kapan semburan lumpur Lapindo ini akan berhenti atau bisa dihentikan.

Bisa jadi semburan lumpur Lapindo ini akan berlangsung puluhan tahun. Maka selama itu pula logam berat dan PAH yang sangat berbahaya bagi manusia yang berasal dari perut bumi akan terus dikeluarkan.

Ia juga mengatakan walaupun nantinya lapindo akan berhenti, butuh waktu yang lama untuk menghilangkan dampak yang telah diakibatkan. “Tidak akan otomatis hilang tetapi justru akan terakumulasi pada ribuan spesies hewan dan tumbuhan,” kata Berry.

Mengingat bahaya yang diakibatkan PAH, Berry meminta pemerintah untuk mengadakan pemeriksaan kesehatan secara rutin dan dalam waktu yang panjang hingga sepuluh tahun ke depan bagi warga di wilayah semburan lumpur dalam radius terciumnya bau gas.

Hal lain yang juga harus dilakukan adalah menyusun ulang rencana penanganan wilayah yang berisiko dengan adanya lumpur panas dengan melibatkan semua institusi pemerintahan di bidang kesehatan, lingkungan, ekonomi dan sosial.

Selain itu, pemerintah juga harus memberikan masker bagi warga yang tidak bersentuhan langsung dengan lumpur juga yang mengonsumsi air yang terkontaminasi. “Mereka juga butuh perlindungan, setidaknya masker-masker penyaring udara untuk melindungi pernapasan,” ujar Berry.

Pulau Dem: Potret Kelam Pembuangan Lumpur Lapindo ke Kali Porong

Monday, 16 March 2009 16:27 Redaksi
Ketika Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat (Menko Kesra) Aburizal Bakrie menyatakan bahwa pembuangan lumpur ke laut tidak bermasalah (KOMPAS, 07 Desember 2006), tampaknya ia tidak pernah memperhitungkan begitu banyaknya jiwa yang menggantungkan hidupnya di sepanjang sungai itu, dan betapa aliran Kali Porong adalah sumber kehidupan bagi warga di sekitarnya. Kenyataan di Pulau Dem mrnunjukkan ngawurnya pernyataan bos Grup Bakrie ini.

Pulau Dem, gundukan yang membentuk pulau seluas lebih dari 900 hektar di muara Kali Porong, merupakan lahan tambak produktif yang mampu memberi hidup bagi para warga. Ada 88 laban (pintu air tambak) jumlah lahan garapan di tempat itu. Area ini, menurut pihak desa, sejak 1980an, atau setelah peristiwa pembantaian ’65, warga telah mulai memakai Pulau Dem sebagai lahan tambak.

Riwayat mana pun yang benar tak mengurangi kenyataan bahwa para pionir ini pasti pekerja keras, karena bukan perkara mudah menuju daerah ini. Lokasinya ada di tengah-tengah muara Kali Porong. Area ini juga cukup jauh dengan jalanan yang tidak bersahabat. Di musim hujan, kita harus menyeberangi Kali Porong untuk mencapai Pulau Dem.

Haji Machfud (52 tahun) adalah bagian dari para pekerja keras itu. Dengan luas tambak seluar 7,5 hektar, bapak tiga putera ini berharap bisa mencukupi kebutuhan hidupnya melalui tambak itu. Warga Dusun Pandansari RT16/RW5, Desa Kedung Pandan, Kecamatan Jabon, Sidoarjo, ini merasa bahwa penghasilannya yang didapat dari usaha tambak ini mencukupi. “Setidaknya 60 hingga 70 juta per panen saya dulu biasa dapatnya,” tuturnya. Dengan setahun bisa mendapat dua kali panen saja, Haji Machfud bisa mencukupi keluarganya.

Namun, semua itu cerita masa lalu. Semenjak Pemerintah memutuskan membuang lumpur ke laut melalui Kali Porong, pelan-pelan sumber nafkah Haji Machfud menyusut. Puncaknya adalah ketika ombak besar pasang di muara laut menghajar tanggul-tanggul penghalang tambak dan menghancurkan panenan ikannya serta merusak tambaknya. “Rusak semua tambak di sana. Mungkin hanya ada tiga tambak yang luput dan masih dikerjakan,” terangnya. Semua bencana itu, tutur Haji Machfud, adalah akibat pendangkalan muara karena lumpur Lapindo yang digelontorkan melalui Kal Porong.

“Dulu arus pasang dari laut bisa mengalir lancar, bahkan sampai ke wilayah Porong sana. Tapi karena sekarang di sini (area muara) jadi dangkal, air pasang tidak bisa mengalir lewat Kali Porong, dan masuk ke tambak-tambak (di Pulau Dem),” tutur Haji Machfud.

Sekarang tambak-tambak itu tak berbentuk lagi. Semua galangan pembatas dan laban telah hancur diterjang air pasang. Sejauh yang bisa dilihat, lahan itu menjadi perluasan laut yang menjorok masuk ke dalam pulau itu. Tidak ada pembatas apapun. Hanya air dimana-mana, Sebuah kehancuran yang jelas memukul paa pekerja seperti Haji Machfud. Untuk memperbaiki tambak lagi, setidaknya harus disiapkan dana sekurang-kurangnya 50 juta. Itu pun tanpa jaminan bahwa air pasang menghancurkan lagi tambak mereka. “Kawan saya sudah keluar 40 juta memperbaiki tambak. Sudah pakai bego (eskavator). Tapi juga belum selesai juga,” tambah H. Machfud.

Jika para pemilik tambak merasa susah dengan rusaknya area tambak di daerah Pulau Dem maka para pekerja tak akalh susahnya. Jumingan (36 tahun), warga Desa Kedung Pandan, mengaku hanya menguasai cara memelihara tambak, lainnya tidak. Sehingga, ketika tambak tidak lagi bisa dikerjakan, Jumingan hanya bisa pasrah. Untuk mengatasi kebutuhan, dia mencari ikan, udang, atau kepiting yang masih bisa dicari di bekas tambak-tambak yang sudah berantakan itu.

“Susah sekarang kerja tambak di sini,” keluh Jumingan sambil membenahi alat pancingnya dan melemparnya kembali. Dari ujung telunjuknya dia memperlihatkan betapa masifnya kerusakan yang diakibatkan oleh pendangkalan Kali Porong tersebut.”Dari ujung ke ujung, tidak ada yang tersisa. Semua sudah rusak, bahkan sekarang laban-laban sudah hilang. Mau kerja di tambak, apa yang harus dikerjakan?” tanyanya penuh kekesalan.

Jumingan juga menuding bahwa lumpur Lapindo lah yang membuat semua jadi begini. “Dulu tidak pernah begini, air pasang besar juga tidak sampai merusak tambak. Tapi karena sungainya dangkal, air dari laut jadi masuk dan merusak tambak,” jelasnya lebih lanjut.

Pihak Desa Kedung Pandan, sebagai induk administrasi daerah Pulau Dem, bukannya tanpa usaha. Kepala Desa Kedung Pandan, Suparman, menyatakan telah membawa permasalahan ini kepada BPLS dan Pemerintah Kabupaten. Dua-duanya memberi jawaban seragam: akan diusahakan untuk mengurangi pendangkalan dan memperbaiki tanggul penahan di daerah tambak di daerah muara. Namun, hingga air pasang telah membunuh nafkah banyak orang di daerah itu, aksi nyata pihak-pihak terkait ini jauh panggang daripada api. Tidak sampai satu bulan usaha pengerukan dan pembuatan penahan air pasang, proyek tersebut tidak lagi berjalan. “Alasannya tidak ada material untuk membuat tanggul penahannya,” tutur Suparman.

Haji Machfud juga merasa jengkel dengan lambannya perhatian pemerintah terhadap masalah mereka. “Kita (pemilik tambak) bahkan sampai harus membayar masing-masing 1 juta agar usaha perbaikan dan pengurangan pendangkalan dilakukan. Tapi tidak ada yang selesai,” katanya. Kepala Desa Kedung Pandan mengatakan bahwa uang 1 juta itu untuk ongkos pembelian solar alat-alat berat yang mengerjakan usaha pembenahan pendangkalan di muara itu. Oh, bahkan utuk sebuah tanggungjawab karena telah menyebabkan pendangkalan dan kerusakan di daerah muara, usaha pembenahannya harus memberatkan masyarakat yang telah menjadi korban kebijaksanaan pembuangan lumpur Lapindo ke Kali Porong itu.

Dalam ketidakjelasan siapa yang harusnya bertanggungjawab membereskan masalah di muara Kali Porong, Kepala Desa Kedung Pandan berharap agar masalah ini bisa diselesaikan dan muara Kali Porong bisa normal kembali. Ini bisa memberi kesempatan usaha untuk para petani tambak yang telah berjuang keras. “Memang baiknya lumpur tidak dibuang melalui Kali Porong, tapi sepertinya itu susah. Semoga bisa cepat diselesaikan masalah ini,” tambah Suparman.

Sebagai korban, Haji Machfud juga bingung harus menuntut kepada siapa. “Siapa yang harus bertanggung jawab di sini? Kami ini dirugikan, mengapa tidak ada perhatian?”

Silang sengkarut kasus ini memang menumbuhkan begitu banyak keanehan, sampai sekarang belum jelas siapa yang akan mengambil langkah perbaikan di kawasan muara Kali Porong ini. Sementara para pemilik dan pekerja tidak tahu lagi mesti ke mana meminta pertanggngjawaban dari sebuah kebijakan yang membuat mereka harus kehilangan mata pencaharian dan masa depan hidupnya.

Ah, ya, Pak Menko Kesra (Aburizal Bakrie) mungkin bisa menjawab, karena menurutnya pembuangan lumpur ke laut tidak bermasalah.[re]


Email: saksi.2009@gmail.com
Harap bantu memperluas berita ini jika kamu peduli.

Tidak ada komentar:

Get Your TAROT Reading