Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Rabu, 17 Juni 2009

Audit Manajemen Sumberdaya Manusia atas Fungsi Perekrutan dan Pelatihan Karyawan Pada PT. Elex Media Komputindo

BAMBANG ADI PUTRANTO
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Skripsi Ekonomi-Akuntansi 2005


ABSTRAK

Sebuah perusahaan tidak lepas dari kebutuhan akan faktor-faktor sumberdaya yang ada. Salah satu sumberdaya yang paling penting di dalam suatu perusahaan adalah sumberdaya manusia. Cara untuk memiliki sumberdaya manusia yang handal di dalam suatu perusahaan adalah dengan cara perekrutan dan pelatihan karyawan yang efektif dan efisien, yang meliputi usaha-usaha yang maksimal dari perusahaan untuk dapat memperoleh tenaga kerja yang berkualitas dan sesuai dengan kebutuhan.

Untuk penelitian ini, penulis mengadakan proses perolehan data berupa penelitian kepustakaan melalui buku-buku yang mendasari penelitian ini, pengamatan perusahaan, wawancara dimana penulis menyusun sejumlah pertanyaan yang relevan dalam bentuk kuesioner yang kemudian diisi oleh pihak yang berwenang selaku responden penelitian. Dari kuesioner tersebut dan data-data lain yang diperoleh, maka penulis akan memperoleh data yang akurat atas kinerja fungsi personalia pada perusahaan yang dijadikan objek penelitian.

Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan penelitian adalah bahwa fungsi perekrutan dan pelatihan dalam perusahaan telah berjalan dengan baik.

Walaupun demikian masih banyak aspek-aspek yang harus mendapatkan perhatian, khususnya mengenai pelaksanaan pelatihan karyawan, analisis manfaat dan biaya pada setiap pelaksanaan pelatihan, serta program beasiswa bagi karyawan. Semua ini dimaksudkan agar dapat memberikan hasil pada perusahaan, khususnya dalam hal pelaksanaan pemeriksaan manajemen di dalam perusahaan pada masa yang akan datang.

Kata kunci: Audit manajemen, audit manajemen atas fungsi personalia.



DOWNLOAD HERE!
Format PDF; Size 162 KB

Audit Manajemen atas Fungsi Personalia Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912

LUSIANA DWI CHRISTANTI
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Skripsi Ekonomi Akuntansi 2005


ABSTRAK

Audit manajemen atas fungsi personalia Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 dilakukan untuk menilai efektivitas dan efisiensi dan pelaksanaan fungsi tersebut. Audit manajemen dilakukan menurut kerangka yang terdiri dari penilaian tujuan/sasaran fungsi personalia, pengkajian rencana, evaluasi organisasi, dan tahap-tahap perencanaan yang meliputi survey pendahuluan, penyusunan program audit, pengumpulan bahan bukti, analisis dan membuat kesimpulan. Teknik pengumpulan bahan bukti adalah dengan pengamatan, melakukan wawancara dengan manajer dan unit pengguna, menyebarkan kuesioner kepada 20 karyawan, serta mengajukan kuesioner kontrol internal kepada Departemen Personalia.

Penulis menyimpulkan bahwa fungsi personalia Asuransi Jiwa Bersama Bumiputera 1912 telah dilaksanakan dengan efektif dan efisien. Kesimpulan itu didasarkan pada hasil penelitian yang menunjukkan bahwa fungsi personalia juga berhasil menciptakan lingkungan kerja yang positif, dibuktikan dengan employee turnover yang relatif stabil, tren absensi yang menurun dan tingkat produktivitas karyawan yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Meskipun demikian terdapat beberapa hal yang memerlukan perhatian manajemen dan penulis mengajukan saran-saran untuk perbaikan.

Kata kunci: Fungsi Personalia.
Format PDF; Size 236 KB



Audit Manajemen Untuk Mengevaluasi Efektifitas dan Efisiensi Sistem dan Prosedur Aktiva Tetap Pada PT. Mitra Adiperkasa Tbk.

ENDI NARDO EKA
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Skripsi Ekonomi-Akuntansi 2005


ABSTRAK

PT. Mitra Adiperkasa Tbk. adalah suatu perusahaan yang bergerak dibidang pendistribusian barang. Maka aktiva tetap pada perusahaan ini sangatlah material, dimana dalam menjalankan perusahaan dibutuhkan penanaman aktiva tetap yang besar. Aktiva tetap merupakan salah satu sumber daya perusahaan dalam menjalankan aktivitas usahanya. Dan dalam pengadaan serta pengelolaannya memerlukan dana yang cukup besar dan sangat mempengaruhi stuktur finansial perusahaan.

Dalam dunia bisnis atau dunia usaha, pelaku bisnis harus mewujudkan suatu standar efisiensi dan efektifitas untuk mengelola perusahaan agar dapat berkembang menjadi lebih baik, salah satunya dalam pengelolaan aktiva tetap. Pihak manajemen dituntut untuk menciptakan sistem pengendalian yang memadai guna mewujudkan efisiensi dan efektifitas perusahaan, yang dinamakan manajemen audit.

Dengan adanya audit manajemen yang mengevaluasi efektifitas dan efisiensi sistem serta prosedur yang memadai dapat mencegah penyelewengan-penyelewengan yang bersifat akuntansi maupun administratif.

Oleh karena itu, dengan berdasarkan pertimbangan tersebut, maka penulis ingin melakukan suatu penelitian untuk mengevaluasi sejauh mana tingkat keefektifan dan keefisienan sistem serta prosedur aktiva tetap yang diterapkan oleh PT. Mitra Adiperkasa Tbk. Hasil yang diperoleh penulis ternyata manajemen audit yang dilakukan untuk mengevaluasi efisinsi dan efektifitas yang dilakukan oleh PT. Mitra Adiperkasa dapat dikatakan telah berjalan dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya pemisahan tugas yang jelas, pengadministrasian dokumen yang ada dan sistem serta prosedur aktiva tetap yang baik yang dimiliki sehingga ada 1 dasar acuan yang jelas bagi perusahaan untuk menjalankan kegiatan usahanya. Tetapi perusahaan harus lebih sering mengadakan evaluasi secara berkala untuk selalu meng-up to date sistem dan prosedur yang dimiliki.

Kata kunci: Audit Manajemen Aktiva Tetap, Sistem dan Prosedur Aktiva Tetap.


Format PDF; Size 248 KB

Financial Audit on Fixed Assets in The PT XYZ

ANASTA APRISIA
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Skripsi Ekonomi-Akuntansi 2005


ABSTRAK

Semakin dekatnya kita menuju perekonomian yang bebas dan terbuka maka perusahaan dituntut untuk bertahan dan berkembang dalam keadaan ekonomi yang kompetitif. Usaha yang dilakukan oleh perusahaan tercermin dalam laporan keuangannya. Agar laporan keuangan dipercaya dan disajikan dengan benar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum maka diperlukan bantuan dari akuntan publik. Karena banyaknya pos yang dapat dibahas dalam laporan keuangan, maka penulis membatasinya pada aktiva tetap saja.

Skripsi ini terbagi atas empat bab. Dalam bab satu penulis akan memberikan penjelasan dalam hal yang melatarbelakangi permasalahan, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, serta sistematika pembahasannya.

Dalam bab dua penulis akan mengupas mengenai landasan teoritis yang berkaitan dengan topik yang dibahas yaitu pengertian auditing, pengendalian internal, finansial audit, aktiva tetap dan pelaksanaan audit atas aktiva tetap. Dalam bab tiga dibahas inti dari skripsi ini yaitu, dimulai dengan membahas tentang tujuan finansial audit atas aktiva tetap kemudian sejarah singkat perusahaan, struktur organiasasi dan kebijakan perusahaan yang berkaitan dengan aktiva tetap. Lalu evaluasi pengendalian internal atas aktiva tetap serta membuat audit program, audit working paper dan kesimpulan.

Pada bab empat, penulis menyusun laporan audit yang berisi opini auditor mengenai kewajaran nilai aktiva tetap perusahaan serta temuan yang ditemukan dan sarn yang diberikan oleh penulis.

Kata kunci: Finansial Audit, Pengendalian Internal, Audit Working Paper, Aktiva Tetap.
Format PDF; Size 566 KB

Minggu, 14 Juni 2009

Manajemen Audit atas Fungsi Personalia dalam Perekrutan dan Pelatihan pada PT. Bank X, Tbk.

Ratna Ingnieke
Universitas Katolik Atma Jaya
Skripsi Ekonomi Akuntansi 2005



ABSTRAK

Dalam dunia perbankan, pengelolaan sumberdaya manusia (SDM) sangat penting sekali, karena yang menjalankan roda kegiatan operasional suatu bank adalah SDM. Bank membutuhkan SDM yang kualitasnya baik, berkompeten dan berdedikasi tinggi serta jujur. Oleh karena itu diperlukan suatu perekrutan dan pelatihan bagi karyawan yang efektif dan efisien sehingga menghasilkan kualitas SDM yang baik.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai sistem dan prosedur perekrutan dan pelatihan karyawan yang dilaksanakan oleh PT Bank X (persero), Tbk. Hasil penelitian didasarkan pada teknik-teknik pengumpulan data antara lain dengan kuesioner pengendalian internal, tes ketaatan terhadap prosedur dan kebijakan manajemen, wawancara, observasi perusahaan dan pengumpulan bukti fisik yang berkenaan dengan departemen personalia Bank X khususnya dalam perekrutan dan pelatihan. Kemudian analisis data dilakukan dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan terhadap masalah perekrutan dan pelatihan karyawan. Pembahasan data dilakukan dengan menyajikan temuan-temuan selama audit, serta mengidentifikasi sebab dan akibat terjadinya temuan audit tersebut. Kemudian penulis menyajikan suatu laporan audit standar yang merupakan hasil audit manajemen atas sistem dan prosedur perekrutan dan pelatihan Bank X.

Penulis juga memberikan kesimpulan secara umum hasil audit yang telah dilakukan, serta tidak lupa menyertakan saran dan rekomendasi bagi manajemen untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang merupakan temuan-temuan selama audit berlangsung.

Kata kunci: Perekrutan dan Pelatihan.


DOWNLOAD HERE!

Manajemen Audit dan Finansial Audit atas Aktiva Tetap pada PT. X

Andrea Kurniawan
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
Skripsi Ekonomi-Akuntansi 2005


ABSTRAK

Aktiva tetap merupakan salah satu faktor utama penunjang kegiatan atau operasi perusahaan. Pengendalian intern atas aktiva tetap harus mencerminkan suatu sistem pengendalian yang bermanfaat, terutama pada kegiatan pembelian, pemeliharaan, serta penghapusan aktiva tetap. Manajemen audit atas aktiva tetap PT. X dilakukan untuk mengevaluasistruktur pengendalian intern atas aktiva tetap perusahaan, dan finansial audit dilakukan untuk memeriksa pencatatan dan kewajaran laporan keuangan perusahaan atas aktiva tetap. Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa pengendalian intern atas aktiva tetap PT. X telah berjalan cukup baik, dan PT X telah melakukan pencatatan atas aktiva tetapnya sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Akan tetapi, penulis masih menemukan beberapa kelemahan, yaitu tidak selalu ada budget khusus untuk pembelian aktiva tetap, daftar supplier langganan tidak diperbaharui secara periodik, akses ke departemen accounting tidak tertutup bagi departemen lain, beban depresiasi yang tidak sesuai dengan performa mesin, banyaknya penggunaan teknisi luar untuk pemeliharaan mesin-mesin, tidak selalu diberitahukannya pemberitahuan tertulis ke bagian accounting mengenai pemindahan aktiva tetap, serta beberapa nilai asuransi mesin produksi yag kurang memadai.

Atas kelemahan-kelemahan yang ditemukan selama pelaksanaan audit, penulis menyampaikan beberapa saran-saran perbaikan kepada pihak manajemen dan telah ditanggapi oleh pihak manajemen perusahaan.

Kata kunci: Aktiva tetap, Manajemen Audit, Finansial Audit, Internal Control Questionnaire, Compliance Test, Kertas Kerja Pemeriksaan.


Format PDF; size 1.30 MB

Kamis, 11 Juni 2009

Manajemen Audit atas Fungsi Personalia pada PT. Intraco Penta, tbk.

Eduardus Tri Aryo Wibowo
Universitas Katolik Indonesia Atma Jaya
SKRIPSI 2005


ABSTRAK

Dalam usaha untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perusahaan maka dibutuhkan suatu departemen yang menunjang. Salah satu departemen yang menunjang efisiensi dan efektivitas adalah departemen personalia. Departemen personalia bertujuan sebagai jembatan penghubung antara karyawan dengan pihak manajemen perusahaan. Dengan adanya hubungan yang baik ini maka diharapkan perusahaan dapat berjalan untuk mencapai tujuannya. Pihak karyawan perlu diperhatikan, agar kinerja mereka tidak menurun. Oleh karena itu departemen personalia berfungsi untuk memastikan bahwa karyawan dapat bekerja dengan baik, dan dapat menunjang kinerja perusahaan secara keseluruhan.

PT. Intraco Penta, Tbk. telah memiliki departemen personalia yang bekerja dengan baik. Departemen personalia memiliki kinerja yang cukup untuk mendukung perusahaan, sehingga dapat diharapkan baik pihak karyawan maupun pihak manajemen akan mendapatkan benefit dari adanya departemen personalia.

Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa fungsi departemen personalia PT. Intraco Penta , Tbk. telah berjalan dengan cukup baik.

Kata kunci: Manajemen audit atas fungsi personalia.
Format PDF; Size 224.43 KB

HOMICIDE-Puritan (God Blessed Facists)

Artist: HOMICIDE
Entitled: Puritan (God Blessed Facists)
Format MP3; Size 3.25 MB; DOWNLOAD HERE!

Rabu, 10 Juni 2009

INDUSTRIALISASINDUSTRI

Sejarah Lahirnya Industri

Berbicara mengenai hadirnya industri maka kita tidak akan terlepas dari dampak hadirnya revolusi hijau, munculnya sebuah peradaban baru mengenai eksploitasi hasil alam untuk memenuhi kebutuhan, keinginan untuk menjaga persediaan pangan hingga ketahanan pangan[1] yang menggiring munculnya keinginan untuk saling menguasai.

Sepertinya semua mungkin sudah memahami sejarah lahirnya industri, penemuan teknologi mesin uap, kebutuhan konsumsi dalam skala besar[2], memaksa proses produksi bergerak lebih cepat, lebih efisien dengan harga yang bersaing di pasaran untuk memperoleh keuntungan. Dengan demikian proses produksi yang lebih besar membutuhkan tenaga kerja yang lebih besar pula, untuk mengurangi beban biaya produksi, maka pada masa itu jam kerja ditingkatkan dan upah diturunkan, bla..bla..bla…, terjadi pergolakan mengenai kesepakatan upah, jaminan kesehatan dan bermacam tuntutan untuk kesejahteraan kaum pekerja terus bergolak hingga saat ini, karena kapital, korporat, birokrat dan aparat tidak akan memudahkan pekerja untuk sejahtera, sebelum mereka meraih keuntungan terlebih dahulu. Pergolakan kaum buruh pun dicatat sebagai peristiwa penting dalam sejarah manusia seperti revolusi industri, revolusi perancis dan banyak revolusi yang disebabkan tingkat kesejahteraan yang berbeda antara kaum borjuis dan proletar di masa itu.

Lalu menjadi sebuah pertanyaan bagaimana mungkin industri menjadi sesuatu yang berbahaya bagi kehidupan semua manusia? Bukankah industri hanya sebuah problem bagi pemilik pabrik dan pekerjanya, bukankah industri bukan ancaman bagi kita semua, insureksi hanya akan terjadi bagi pekerja buruh, bukan kawan, ini adalah permasalahan kita semua, artikel ini mencoba mengulasnya.

Bagaimana Industri Saat Ini?

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menjadi faktor utama tumbuhnya industri di masa sekarang, dengan ditemukannya peralatan kerja yang canggih, faktor sumber daya manusia yang mengoperasikan peralatan produksi dengan bermacam spesialisasi pekerjaan, tenaga kerja rendahan yang mudah sekali untuk diatur dengan sistem outsorcing[3], serikat pekerja yang tak ubahnya hanyalah barikade pengekang kesejahteraan pekerja, semua hal yang saling berdampingan ini membuat proses produksi semakin efisien. Namun sebuah hal yang sangat aneh untuk bisa dikategorikan ‘efisien’ pada saat ini, melihat semakin banyaknya pemborosan energi dan semakin tingginya angka hasil produksi sehingga industri menemukan permasalahannya sendiri. Dengan meningkatnya hasil produksi, maka dibutuhkan banyak komponen untuk menyalurkan hasil produksi, karena gudang-gudang penyimpanan semakin penuh, satu-satunya tempat yang ditujukan bagi barang hasil produksi ini adalah masyarakat dengan daya beli yaitu konsumen.

Sebagaimana pergeseran makna industri yang saat ini menjadi sebuah gabungan dari beberapa aktivitas kerja, industri tidak hanya sumber daya alam yang diolah menjadi benda pakai, tetapi industri menjadi sebuah kerjasama yang luas untuk menghasilkan produk, di mana dalam industri dibutuhkan pemasok energi, rekanan kerja di bidang pembangunan dan perawatan sarana dan prasarana tempat produksi, pemasok tenaga kerja untuk proses produksi (terlepas apakah rekanan tersebut untuk tenaga ahli, tenaga terampil hingga pekerja kelas atas, menengah maupun bawah), rekanan sebagai suplai perencanaan dan teknologi, pemasok bahan baku yang digunakan sebagai produksi, rekanan dalam penyimpanan hasil produksi, rekanan dalam bidang distribusi hasil produksi, rekanan birokrasi yang memperlancar

Sebuah industri yang kuat juga ditopang dengan jaringan pemasaran yang kuat, sebuah jaminan atas kokohnya dinasti industri. Jaringan pemasaran yang mengglobal juga hadir dengan strategi-strategi yang mampu mengusai pasar global, hal ini diperkuat dengan munculnya lembaga yang mengatur legalitas perdagangan yang menembus batas negara, hadirnya juru selamat atau malah malaikat kematian bernama World Bank, International Moneter Fund, World Trade Organization, Group of 8 dan masih banyak nama-nama lain yang mempersatukan dunia menjadi sebuah pasar tanpa batas, menjadikan pihak-pihak borjuis tanpa batas yang bermakna lain selain melahirkan miliaran proletar tanpa batas juga.

Industri adalah sebuah surga yang dihadirkan ke dunia bagi kapitalisme, sebuah hak untuk mengekspliotasi segala hal yang ada di muka bumi untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dengan modal yang sekecil-kecilnya. Sebuah wahyu dari sang pencipta di mana manusia ditakdirkan untuk menguasai bumi, dengan pandangan industri adalah sebuah pembenaran untuk mengabiskan semua kekayaan alam, hal ini dianggap sebagai sesuatu yang seharusnya dilakukan, bahkan negara memberi legalitas bagi pihak industri untuk menghabiskan semua hasil alam dan memusnahkan penduduk lokal yang ingin menghalangi munculnya industri[4]. Peristiwa-peristiwa berdarah yang menjadi tumbal munculnya industrialisasi justru dilupakan, pihak-pihak yang diuntungkan dengan hadirnya industri semakin berpesta.

Di samping hingar bingar industri saat ini ancaman akan kehancuran bumi semakin membayangi, perubahan iklim yang mengglobal, meningkatnya suhu bumi, meningkatnya permukaan laut, semakin menipisnya persediaan bahan bakar, bukan menjadi sebuah kekhawatiran dunia. Yang menjadi fokus untuk dinasti industri adalah bagaimana menghindari “kerapuhan ekonomi” yang bisa mengancam mereka, bukanlah sebuah “kerapuhan lingkungan” yang akan mengancam generasi penerus, seakan kita bisa membeli sebuah planet baru untuk ditinggali jika bumi ini hancur nantinya.

Apa Bahayanya Industri Dengan Kehidupan Saat Ini?

Pemilihan jalan hidup peradaban manusia menjadi budaya industri adalah sebuah tindakan yang membuka kotak pandora bagi kelangsungan semua bentuk kehidupan di muka bumi. Dengan memilih jalur industri, berarti memilih untuk melakukan pengerukan sumber daya yang lebih besar, dengan imbas hasil produksi yang lebih tinggi, dengan imbas pemasaran yang lebih tinggi, dengan imbas konsumen yang lebih tinggi, dengan imbas konsumsi yang lebih tinggi, dengan imbas pembelanjaan yang lebih tinggi, dengan imbas daya beli yang lebih tinggi, dengan imbas konsumen yang harus memiliki pendapatan yang lebih tinggi, dengan imbas bekerja lebih banyak, untuk memuaskan tingkat konsumsi yang lebih tinggi, dengan kata lain, manusia harus bekerja lebih giat agar mampu menemukan posisinya sebagai konsumen dengan kelas di dalamnya.

Keterasingan antara manusia dan hidupnya juga dimulai dengan keinginan untuk mengkonsumsi, dengan munculnya keterasingan itu, manusia semakin melupakan tempat hidupnya yang memberikan sumber daya untuk proses industri, perusakan lingkungan yang dikarenakan kebutuhan industri semakin besar, membuat manusia tidak memiliki kontrol atas lingkungannya sendiri, karena keterasingan aktivitas manusia (kelompok konsumen) dengan lingkungannya, di mana semakin banyak masyarakat yang dibingungkan untuk memperoleh upah yang tinggi dengan mengabaikan tempat tinggalnya. Perusakan lingkungan sebagai imbas industri pun dianggap hal wajar, karena tingginya tingkat konsumsi, padahal hasil produksi saat ini mampu untuk mencukupi (cenderung lebih) kebutuhan masyarakat untuk beberapa puluh tahun ke depan, lalu kenapa proses produksi tidak dihentikan?

Dalam Hal Ini Kita Hanya Diposisikan Sebagai Konsumen

Dengan adanya alienasi terhadap lingkungannya, semakin tertanam di otak manusia sebuah pemikiran untuk terlibat semakin dalam untuk memperoleh pendapatan yang besar, untuk menunjukkan statusnya di masyarakat, dengan demikian sebuah permasalahan sosial yang muncul untuk saat ini adalah sebuah hal yang wajar. Seorang workaholic bukan lagi dianggap sebagai manusia dengan gangguan mental, tetapi adalah seorang profesional yang layak dijadikan contoh. Kegilaan terhadap kerja membawa imbas yang serius, gangguan medis berupa insomnia, paranoid, dan depresi menjadi gangguan sehari-hari yang tidak lepas dari masyarakat yang terjebak dalam penghambaan uang. Gangguan sosial seperti tingkat perceraian, kekerasan, penggunaan obat-obatan terlarang menjadi sebuah pertukaran yang adil di masyarakat industri yang sangat menghambakan sebuah kekuatan finansial yang mutlak dan berkesinambungan.

Penghamburan uang untuk benda-benda absurd[5] juga bukan lagi sebuah hal aneh, di mana seorang anak bisa dengan mudah menghabiskan uangnya untuk membeli pulsa telepon (yang mana hal wajar bagi seorang anak di era sebelumnya adalah membeli mainan dan makanan), kegilaan orang tua terhadap hal-hal yang bukan kebutuhan pokok dan mendesak dengan istilah lainnya adalah “hobi”, hingga shopaholic sang ibu, dan banyak alasan lainnya yang tak lain adalah wujud suksesnya sang penjual untuk melariskan barang dagangannya. Kita bahkan tidak memiliki kontrol lagi terhadap pola hidup karena semua telah terbentuk dengan sendirinya, bahkan kita yang membentuk pola untuk larut di dalamnya.

Industri melibatkan banyak pihak di dalamnya, ancaman industrialisasi bukan hanya dari produk-produk ciptaan pabrik, tetapi industri sendiri menguasai kehidupan manusia, karena kita semua adalah mesin-mesin industri masa kini, di mana industri menggeneralisasi hasrat konsumsi individu sehingga manusia bukanlah manusia, tetapi hanya sebagai demografi, kelompok umur yang hanya digunakan sebagai statistik karena kesamaan pola konsumsinya.

Kelompok usia anak-anak adalah kelompok yang dipersiapkan sejak awal untuk memasuki industri, kelompok remaja adalah kelompok yang dipersiapkan untuk menjadi konsumen dari hasil industri, kelompok dewasa adalah motor penggerak industri (produksi, distribusi dan konsumsi berada pada kelompok ini).

Manusia memang dipersiapkan untuk industri, di mana sistem tata kota pun mengarah ke sana, pengelompokan pemukiman, daerah industri, perdagangan, perkantoran, industri lagi, pemukiman kumuh sekitar industri, pembuangan sampah, jalan, kawasan industri terpadu, sekolah, sarana publik, kantor pemerintahan, perumahan elit, pusat perbelanjaan, sentra industri, dan semua pembukaan lahan baru untuk keperluan industri dan konsumsi. Tanpa pernah berharap adanya daerah resapan air. Keuntungan besar di bidang ekonomi dan masalah lingkungan menjadi konsekuensi yang harus diterima, banjir dan gangguan saluran air bukanlah sebuah masalah serius, tetapi bagaimana mempersiapkan sebuah akses bagi lancarnya industri dan lancarnya pengurasan finansial masyarakat adalah hal yang perlu diutamakan. Dan manusia adalah korban dari industrialisasi yang diciptakannya sendiri, sebuah lingkaran setan yang tidak akan berhenti beregenerasi, berevolusi dan berkembang, sehingga industri saat ini yang banyak kita temui adalah ancaman terhadap hidup harian, bahkan kita juga terlibat di dalamnya.

Dan Kita pun Terjebak di Dalamnya

Industri saat ini bukan hanya mesin produksi dan pabrik, industri adalah mesin uang, kita akan sulit terlepas darinya, bekerja keras untuk memproduksi benda atau jasa, dengan harapan memperoleh upah yang besar, untuk kemudian dikonsumsikan ke dalam bentuk benda atau jasa, sebuah perputaran yang tidak akan pernah habis. Subliminasi[6] terhadap citra-citra yang ditanamkan oleh media membuat kita tidak akan pernah untuk mengkonsumsi, bahkan peran prestise, trend, gengsi juga mempengaruhi pola konsumsi. Hanya ada satu jawaban untuk mengatasi semuanya, berusaha untuk memperoleh pendapatan lebih besar untuk bisa mengkonsumsi kebutuhan yang semakin besar. Dan semakin terlarut, bahkan kita melupakan siapa diri kita sebenarnya, kultur, budaya, sejarah dan harga diri, inilah beberapa wajah industri yang bisa saja menjebak kita di dalamnya:

Industri Hiburan

Sudah bukan barang asing lagi di telinga kita, ini adalah industri yang erat, yang hadir setiap harinya dalam kehidupan kita, bahkan ini adalah nafas bagi kehidupan kita. Perwujudan industri ini sangat menghipnotis, setiap hal yang mampu mewakili kesenangan dan kebutuhan kita seperti halnya, berita, informasi, olahraga, pendidikan, musik, permainan (analog maupun digital) semuanya dikemas sedemikian rupa dalam sebuah industri hiburan yang mampu menangkap celah dari telekomunikasi.
Kebutuhan manusia akan hiburan (terutama untuk masyarakat perkerja yang terlibat dalam industri) adalah hal pokok, di mana ini adalah sebuah usaha untuk menyegarkan kembali tubuh dan pikiran dari ketegangan dan tekanan yang diperoleh di tempat kerja. Untuk bisa menyibukkan diri kembali esok harinya agar dapat beraktivitas dengan segala ketegangan dan tekanan dalam proses produksi di dunia industri. Kita menyadari hal ini, tetapi kita tidak akan melawan kebudayaan kerja ini, bahkan jam istirahat pun akan dikorbankan untuk proses refresh melalui industri hiburan, padahal tidak sedikit uang yang dikonsumsikan untuk bisa memperoleh hiburan - biarlah kami membayar untuk memperoleh kebahagiaan kami.

Hadirnya media, membuka angin segar untuk industri ini, dan para penjual pun menyadari penanaman merek melalui jalur ini adalah hal yang sempurna, bagaimana media cetak: koran, majalah, buku dan lainnya, juga media elektronik: radio, televisi, internet, jaringan telekomunikasi, menjadi sebuah jalan untuk menggelontor kelebihan produksi yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik melalui iklan-iklannya. Hadirnya ikon-ikon penjualan seperti selebriti, olahragawan, musisi, politikus dan siapa pun yang menjadi idola merupakan jaminan mutu bagi penjualan hasil produksi, bahkan pengiklan tidak menemukan batasan usia dalam langkahnya, hadirnya iklan mobil dalam dunia hiburan anak-anak adalah sebuah usaha di mana pengaruh anak sangat besar untuk menggerogoti daya beli orang tuanya. Proses penjualan industri ini adalah mempermainkan imaji seseorang sehingga menjadi sama dengan sang idola pujaannya, walau dalam kenyataannya ia tetaplah individu yang berbeda.

Proses penjualan antar teman atau dengan jaringan pemasaran berjenjang, membuat miliaran manusia berbondong-bondong untuk larut sebagai penjual barang-barang hasil industri, dengan iming-iming bonus yang menjanjikan, melupakan sejenak kesadaran bahwa sebenarnya kitalah konsumen itu, kita bukan penjual, tetapi kita adalah konsumen. Bagaimana industri membuat pasar remaja menjadi target pasar, karena ini adalah kelas sosial yang paling rapuh di mana masih mencari jati diri, tetapi ini adalah sebuah sasaran empuk untuk merubah remaja menjadi robot konsumen, penciptaan tren melalui media khusus yang ditujukan untuk mengatur pola konsumsi remaja, sebuah proses pelarutan bahwa manusia adalah konsumen.

Keterpurukan masyarakat untuk selalu tergantung pada konsumsi juga didukung penuh oleh lembaga negara, banyak aparatur negara dengan komisi-komisinya justru menjerumuskan masyarakat untuk tetap menggantungkan keinginannya akan industri hiburan, dukungan penuh untuk industri ini terlihat dari semakin tingginya minat masyarakat untuk menjadi bagian dari idolanya, semakin besarnya unsur kekerasan, seksualitas, dalam tayangan televisi yang tidak memberikan pembelajaran bagi masyarakat, semuanya bukan diberangus oleh negara, tetapi ini adalah sebuah ladang uang untuk pemasukan uang bagi negara. Bahkan untuk menikmati hiburan kita akan dikenakan pajak, munculnya sistem pajak di industri ini bukanlah sebuah beban bagi pemain di industri ini, tetapi ini adalah wujud dukungan penuh dan jaminan keamanan bagi kelangsungan industri hiburan.

Industri Pangan


Sebuah langkah panjang untuk lahirnya industri pangan, tapi semuanya dimulai semenjak manusia memulai sebuah revolusi hijau[7] dan membutuhkan sebuah sistem pangan dan pertaniannya, sebuah usaha untuk menciptakan stok makanan yang tiada habisnya, dengan teknologi penanaman, bibit unggul, dan singkatnya masa tanam, bagusnya kualitas panen dan penjualan hasil panen.

Kelebihan hasil produksi pangan di suatu daerah, ditambah perkembangan teknologi yang mampu memperpanjang usia penyimpanan makanan, membuat industri ini tumbuh pesat, karena makanan adalah hal penting bagi kehidupan manusia, dalam industri ini makanan diinvestasikan sebagai bahan yang diolah menjadi bentuk baru (terlepas apakah bentuknya masih tetap atau sudah berubah) dengan tambahan bahan pengawet yang kemudian dikemas diberi embel-embel tambahan nutrisi, vitamin dan mineral, dan siap untuk didistribusikan dengan harga yang berlipat ganda daripada makanan itu jika dijual sediakalanya.

Industri ini menawarkan bahan makanan yang bisa dikonsumsi kapan saja, tidak memperdulikan apakah makanan ini ada pada musim panennya atau pada musim pacekliknya, dengan harga yang relatif sama (mahalnya), untuk menghadirkan sebungkus kentang olahan yang sudah diolah menjadi keripik yang biasa menemani waktu santai kita, dibutuhkan ratusan atau ribuan pekerja yang bertugas dari proses penanaman, pengolahan, pengemasan, distribusi hingga pemasarannya, bukan sebuah proses singkat dan kandungan kentang yang sudah bukan lagi orisinal yang harganya juga sudah mengalami pembengkakan untuk menutupi proses hadirnya keripik kentang itu kepegangan tanganmu.

Kelebihan hasil produksi pangan di suatu daerah, tentunya akan diimbangi dengan kekurangan pangan di daerah lain, ini juga merupakan peluang bagi industri ini, dengan konsep generalisasi selera konsumen maka tidak adalagi batasan untuk berkata tidak dalam konsumsi industri pangan, bagaimana gerai-gerai makanan cepat saji yang ada di seantero muka bumi ini dengan menu, rasa, dan kuantitas yang sama, bukanlah sebuah hal yang natural untuk menggeneralisasi selera. Dampak dari industri ini juga sangat melekat dengan masyarakat kita, di mana makanan cepat saji menjadi solusi bagi setiap individu. Kepraktisan, itulah kata kuncinya, sehingga permasalahan obesitas dan penyakit lainnya menjadi sebuah hal yang general, sebuah globalisasi selera makan dan pengglobalisasian masalah sosial. Menakjubkan bukan? Metode serupa juga terjadi untuk produk konsumsi lainnya, minuman, tembakau, dan banyak lagi produk pangan lainnya, yang mana semua membuat hidup menjadi sebuah panggung konsumsi global.

Regulasi-regulasi dalam industri ini bukanlah sebuah hal aneh lagi, sebuah usaha perlindungan terhadap industri ini pun diwujudkan dalam sertifikasi pangan melalui badan pengawas makanan, cukai terhadap produk pangan, hingga sertifikasi halal melaui lembaga-lembaga yang pada dasarnya adalah mencari keuntungan di mana mereka adalah bukan pemain inti dalam industri pangan tetapi ingin memperoleh posisi penting untuk bisa mengatur dan memperoleh pemasukan dari industri ini.

Industri Pendidikan

Bukan sebuah rahasia umum lagi jika dalam hal yang satu ini terjadi perputaran bahan dan modal yang mana berusaha meraih nilai lebih, bermain pada aspek yang abstrak, di mana ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang bisa dihitung atau diukur kadarnya, sehingga munculah sebuah standarisasi terhadap ilmu pengetahuan, berupa tes-tes, ujian-ujian yang berakhir pada statistik nilai dan angka, sistem penghitungan yang absurd.

Setiap anak diwajibkan untuk bersekolah, diwajibkan untuk menyerahkan sepertiga hidup, kebebasan, kreativitas dan masa kanak-kanaknya untuk patuh pada sistem pendidikan, diwajibkan untuk membeli buku-buku pedoman, diwajibkan untuk mengikuti kurikulum yang mereka sendiri tidak mengetahui untuk apa mengikuti semua pola itu. Mengikuti pendidikan di sekolah-sekolah negeri, swasta dan asing menjadi pilihan, sekali lagi permainan gengsi menjadi tolok ukur dari semua ini, kita tidak benar-benar bisa memahami dan mengerti untuk apa kita menghabiskan puluhan tahun untuk memperoleh pendidikan dari sekolah hingga universitas, karena semua itu hanya bertujuan untuk membentuk sosok pekerja yang dengan mudahnya bisa diatur dalam dunia industri kelak, ironis.

Para kapital pun menemukan celah untuk mengeksploitasi pendidikan menjadi sebuah tambang uangnya, dengan bergerak langsung dalam bidang pendidikan, hadir sebagai produsen keperluan pendidikan, sebagai pihak asing yang memberikan bantuan untuk siswa bisa memperoleh pemahaman lebih di luar jam sekolah dengan wujud bimbingan belajar, kursus dan banyak nama lainnya dengan metode khusus dan lisensi dari bisnis pendidikan multinasional. Maupun hadir sebagai pemain yang tidak bergerak di bidang pendidikan, tetapi tetap bisa masuk ke pasar para pelajar, menanamkan ke dalam benak setiap pelajar bahwa berwirausaha adalah pilihan yang sangat tepat, buatlah kegiatan, komunitas dan eksposlah semua itu bersama dukungan media mainstream, membuat sebuah doktrin bahwa setiap kegiatan dilingkungan sekolah maupun kampus membutuhkan dukungan dana sponsor, bukan sebuah kegiatan swadaya. Sponsor dan sponsor, selalu hadir dalam kegiatan dan bantuan fasilitas sekolah, bahkan sekarang sulit untuk tidak menemukan logo atau merek perusahaan kapitalis di sekolah maupun kampus.

Sadarkah bahwa sekolah saat ini semakin mengekploitasi peserta didiknya, munculnya bintang sekolah dengan merek-merek terkenal dan mahal, sekelompok siswa-siswi yang terlihat lebih dewasa dalam penampilannya bila dibandingkan dengan usianya, beberapa murid terlihat lebih matang dan menggoda penampilannya karena imbas industri hiburan, atau sebagian lainnya justru terlihat lebih tua dan serius dari usianya karena beban kurikulum yang memaksa mereka untuk belajar terus-menerus. Bahkan sebagian lainnya akan terlihat sangat depresi karena tingginya standarisasi kelulusan, frustasi yang mendalam hingga kecenderungan merusak tubuh dengan zat aditif atau percobaan bunuh diri, mungkin keceriaan anak-anak akan hilang beberapa dekade mendatang, karena beban kurikulum, beban pergaulan yang menuntut seorang murid harus gaul, modis dan trendy, atau sekedar salah pergaulan.

Pendidikan memang berubah, lalu siapa yang menggiring pelajar menjadi seperti ini, pembuat kurikulum-mungkin, imbas dunia hiburan-mungkin, pergaulan anak muda saat ini-mungkin, himpitan ekonomi-mungkin juga, keluarga-mungkin, terlalu banyak yang harus ditanggung generasi muda saat ini bila dibandingkan dengan usia mereka yang masih sangat muda. Mungkin juga korban ambisi orang tuanya, karena sewaktu mereka muda dulu ada sebuah keinginan yang tidak tercapai dan sang anak dituntut untuk mampu memenuhi harapan orang tuanya.

Bagaimana gambaran dunia kerja juga ditanamkan semenjak masa sekolah, bagaimana semua hanya dinilai dalam deret ukur, sebuah prestasi akademis, yang menunjukkan siapa yang pantas diperhitungkan, sekolah semakin mengutamakan munculnya individu, kerjasama dan persahabatan semakin hilang demi mencapai nilai yang baik, usaha-usaha kecurangan semakin dibudayakan, pembelian soal ujian hingga transaksi nilai dan ijazah, hanyalah sebagian kecil kebusukan industri pendidikan.

Sungguh kasihan anak-anak saat ini, ketika mereka diberi fasilitas yang lebih baik ternyata mereka harus kehilangan masa kecilnya, ketika usia tiga tahun harus sudah memasuki playgroup, yang dilanjutkan ke taman kanak-kanak, sekolah dasar, sekolah menengah ataupun kejuruan hingga perguruan tinggi, yang akhirnya harus menjadi robot-robot pekerja di dunia industri, tanpa pernah lagi bisa menikmati kebebasan masa kecilnya.

Industri Kesehatan

Sebuah kebutuhan mendasar bagi manusia yang mana kesehatan semakin digunakan sebagai mesin uang, fasilitas dan pelayanan dalam industri ini bermain ditaraf gengsi, pencitraan akan kelas sosial yang dieksploitasi dalam wujud “kesehatanmu adalah kemampuanmu untuk membayarnya”, obat yang digunakan memiliki tingkatan kualitas sehingga pilihan untuk sehat saat ini adalah bagaimana konsumen mampu membeli obat terbaik dari produsen obat terbaik, dengan perawatan rumah sakit terbaik dan di bawah pengawasan tenaga medis terbaik.

Kemanusiaan bukanlah sebuah filosofi bagi industri ini, itu hanya sebuah slogan yang menjadi kedok. Ya, ketika sebagian orang mendonorkan darah secara cuma-cuma, industri ini justru menjualnya dengan harga tinggi bagi yang membutuhkan tranfusi darah. Ketika sebagian beramal menyumbangkan bantuan obat-obatan, industri ini justru mengekspos dengan berlebihan siapa yang berbaik hati (sebagai keperluan bisnis tentunya). Industri ini tidak hanya menyerang orang-orang yang terkena penyakit atau ingin disembuhkan, tetapi bagaimana manusia yang sehat sekali pun tetap terjebak di dalamnya, mengeksploitasi kesempurnaan fisik, di mana kekurangan dalam hal fisik adalah sebuah masalah kesehatan. Bagaimana suplemen kesehatan berbasis bahan kimia maupun natural yang diolah secara proses kimiawi yang diproduksi saat ini, vitamin, mineral yang harus dikonsumsi oleh tubuh, bagaimana kelebihan berat badan menjadi problem yang diekspliotasi menjadi mesin uang, operasi-operasi di luar pengobatan menjadi sebuah anjungan tunai mandiri bagi industri kesehatan ini. Operasi sedot lemak, operasi plastik untuk memperbaiki bentuk wajah, memperbesar atau mengecilkan organ tubuh, dengan biaya yang tidak sedikit dalam setiap perhelatannya.

Peranan iklan dan media sangat berpengaruh, pencitraan tubuh yang sempurna dan menarik perhatian lawan jenis adalah sesuatu yang harus ditanamkan dalam benak individu, penggunaan kosmetik[8] perawatan dan kebersihan tubuh, semua hanyalah serbuan sederhana yang digunakan di sini. Bahkan industri ini juga mempengaruhi mental bagi konsumennya, bagaimana terjadinya peningkatan angka anoreksia saat ini. Anoreksia adalah sebuah pola hidup yang menggambarkan kecantikan dalam bentuk tubuh kurus, cenderung sangat kurus seperti layaknya model di catwalk yang hanya kulit sebagai pembungkus tulang tanpa ada lemak ataupun daging, dengan metoda diet yang ketat, di mana konsumsi per hari hingga kurang dari 400 kalori (pada umumnya konnsumsi harian adalah 2000 kalori), juga praktik bulimia dan lainnya sebagai pegatur diet pro-ana. Pola anoreksia juga diiringi dengan kegilaan lain berupa bigoreksia, di mana kesempurnaan tubuh adalah bentuk tubuh yang besar dan kekar layaknya binaragawan, dengan konsumsi obat-obatan, nutrisi, dan konsumsi pangan, ditandai dengan hadirnya pusat-pusat kebugaran dan penjualan suplemen secara bebas di masyarakat.

Peranan banyak pihak juga membuat industri ini semakin menjadi pundi-pundi uang yang tidak akan pernah habis, setiap orang pasti sehat atau sakit dan semua membutuhkan obat ataupun suplemen. Sebut saja program pelayanan kesehatan bagi masyarakat kurang mampu, yang justru semakin terlupakan dan pelayanan yang dianaktirikan, sehingga banyak yang lebih memilih sebagai pasien normal untuk berobat karena fasilitas pelayanan yang tidak maksimal dengan biaya yang cukup besar juga. Munculnya peraturan jaminan sosial bagi tenaga kerja, di mana setiap individu harus memiliki pekerjaan untuk bisa menikmati fasilitas ini, yang berarti setiap individu harus mengikuti sistem kerja industri. Peranan industri farmasi penghasil obat-obatan yang bekerja sama dengan birokrasi membuat sebuah standarisasi kesehatan masyarakat, pengaturan jumlah penduduk karena tekanan bank dunia, peredaran psikotropika oleh jaringan internasional yang dilindungi oleh oknum bernama negara dan aparatnya, benar-benar sebuah usaha konspirasi “sakit” bagi bidang yang “sehat”.

Industri Pornografi

Ruang imaji individu dipuaskan dalam eksploitasi tubuh-tubuh indah yang melambungan hasrat, di mana banyak pihak yang terlibat di dalamnya, bahkan sang pemeran utama yang dieksploitasi (laki-laki ataupun perempuan bahkan binatang sekalipun) tidak menyadari bagaimana mereka bisa terlibat di dalamnya karena ini adalah sebuah tipu daya industri di mana profesi menjadi dalih untuk sebuah usaha eksploitasi. Industri ini memiliki jaringan yang sangat besar dengan pangsa pasar yang jauh lebih besar. Merendahkan anggapan bahwa seks adalah sesuatu yang hina, picisan dan sangat binatang, bukan sebagai sesuatu yang sakral dan terhormat, memutarbalikkan makna, sehingga seks adalah sesuatu yang tabu untuk dipahami.

Hasrat seksual dikupas habis-habisan dalam bentuk lokalisasi-lokalisasi dengan beragam nama dan atraksi yang ditawarkannya, video-video rekaman yang bisa kita nikmati dalam bentuk kepingan CD ataupun file-file di komputer, cetakan-cetakan buku, majalah dari kelas eksklusif hingga kelas kacangan yang murah meriah, semuanya adalah bentuk lain uang bagi kapital yang bergerak dalam industri ini. Legalisasi transaksi seksual yang dilokalisir oleh pemerintah hadir di setiap kota di penjuru muka bumi - adalah sebuah usaha untuk mengokohkan pondasi bisnis ini sebagai bisnis legal yang boleh dilakukan dengan aturan main yang rancu.

Ada sebagian yang diuntungkan dengan hadirnya industri ini, namun sosok fundamentalis dan konvensional tentunya akan merasa jengah akan semua ini, mereka yang merasa sok suci dan menolak eksploitasi seksual berteriak untuk membatasi gerak bisnis hasrat ini, kemunculan perundangan pun menjadi salah sasaran, karena sejatinya yang menjadi korban dari pembatasan ini adalah wanita dan kelompok yang lemah secara hukum dan ekonomi, bukan industri besar yang bergerak di bidang pornografi. Kemerosotan moral bukanlah alasan munculnya industri ini, tetapi lebih didominasi kebutuhan untuk mengikuti pola konsumsi masyarakat luas, bisnis ini hanyalah sebuah jalan pintas, terlebih bagi generasi muda, karena semua pada intinya adalah bagaimana memenuhi keinginan untuk mengkonsumsi, mengikuti anjuran konsumsi para pemasar ciptaan dunia industri.

Industri Jasa

Mungkin masyarakat tradisional akan merasa heran bila menolong orang lain dengan tenaga dan waktu menjadi sebuah usaha untuk memperkaya diri secara material. Justru industri ini semakin berkembang dengan baik, walaupun bentuk industri ini bias dan tidak jelas mengenai standarisasi baku apa saja yang dinilai menjadi uang, tetapi dengan mengekploitasi alienasi yang terjadi di masyarakat, hal ini adalah sebuah peluang yang sempurna.

Ini adalah lapangan pekerjaan baru, jasa pengamanan, pelayanan, pengiriman, konsultasi, kebersihan, makelar perdagangan, broker saham, dan banyak jenis lainnya, bisnis ini bukan sebuah pertukaran benda dengan uang, melainkan pertukaran tenaga, kemampuan, waktu menjadi uang. Apakah konsumen merasa puas ataupun tidak bukan menjadi suatu masalah, selama jasa sudah diberikan konsumen tetap harus membayarnya dengan standarisasi yang tidak jelas pastinya, apakah dinilai dari tingkat kesulitan, waktu kerja atau spesialisasi.

Memudahkan konsumen (yang berkelebihan materi tentunya) menjadi alasan, yang sebenarnya adalah usaha menjerumuskan individu untuk semakin jauh dengan kehidupannya. Bagaimana kita diberi kemudahan dengan layanan jasa untuk pengurusan surat menyurat administrasi yang berhubungan dengan birokrasi, layanan pengasuhan, antar jemput dan pendidikan anak, jasa kebersihan dan keamanan tempat tinggal, yang mana bertujuan bagaimana kita dibentuk untuk semakin banyak mencari uang untuk membayar penyedia jasa yang sejatinya adalah hidup kita sendiri. Dengan kata lain mewakilkan hidup kita kepada orang lain dengan imbalan uang. Ya, uang adalah segalanya untuk dunia industri, tak bisa dipungkiri, kita adalah penyembah materi, pada awalnya materi digunakan untuk memudahkan hidup manusia untuk bertransaksi, tetapi kini materi berbalik menguasai hidup manusia untuk terus bertansaksi.

Ketergantungan individu terhadap jasa tidak bisa dihindari lagi, dengan uang kita bisa membeli segalanya - adalah makna dunia industri terhadap konsumsi, ketergantungan akan penyedia jasa pemasok energi, air, transportasi yang dimediasi oleh perusahaan negara dan swasta semakin melarutkan kita untuk menganggarkan pengeluaran untuk dibayarkan kepada pihak-pihak yang membuat hidup semakin penuh ketergantungan, bukan sebuah ketergantungan yang bersifat persaudaraan dan kekeluargaan, tetapi sebuah ketergantungan yang didasari atas uang.

Industri Kepercayaan

Memanfaatkan sisi spiritual dan religius masyarakat sebagai mesin uang, bukan hal aneh untuk saat ini, bagaimana masyarakat fundamentalis yang muncul sebagai masyarakat dominan semakin melanggengkan, membuat masyarakat meyakini sesuatu secara berlebihan, mendramatisir sebuah keyakinan menjadi sesuatu yang mutlak dan paling benar adalah sebuah usaha untuk mengeruk keuntungan lebih maksimal. Dengan dalih donasi ataupun sumbangan sukarela pengikut ajaran akan dengan mudah memindahkan materi yang dimiliki ke kantong sang penjual kepercayaan.

Tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana yang digalang dari masyarakat, karena semua dibutakan oleh sebuah hukum absolut kepercayaan yang dianut, sebuah industri yang tidak dapat dibantah secara rasio. Dengan iming-iming kebahagiaan dan ganjaran sebuah tempat di hari akhir nanti semua menjadi lebih gampang untuk dilakukan, dan para konsumen fundamentalis akan berlomba-lomba untuk menyumbangkan uangnya semakin besar dan rutin. Banyak kita temui seperti hadirnya rumah zakat, pondok pesantren, pengajian, kebaktian-kebaktian, KRR, hingga persepuluhan yang semuanya adalah penggelontoran dana umat ke tangan individu atau kelompok yang tidak jelas alirannya.

Tidak jelas siapa yang diuntungkan di sini, bahkan sang pencipta yang ajarannya disebarkan dan dianut tidak mendapat bagian dari dana yang sangat besar itu. Hanya ada segelintir pihak yang bergelimang harta, bahkan semakin banyak masayarakat yang hidup di bawah standar kesejahteraan yang semestinya mendapat dana umat tetapi semakin terabaikan. Penyelewengan dana umat pun merebak hingga ke ranah pemerintahan, digunakan untuk kepentingan pribadi tentunya, juga sebagai kartu truff menunjukkan kokohnya posisi mereka.

Sertifikasi yang dikeluarkan oleh sekelompok pembesar kepercayaan juga merupakan bagian dari usaha memperkaya diri, hingga akhirnya eksploitasi kepercayaan digunakan untuk meraih posisi di percaturan politik. Memalukan tentunya, tetapi industri ini hanyalah perputaran uang, di mana kita menciptakan dunia industri, menghidupkan dunia industri, menikmati hidup dari dunia industri, ketergantungan kepada dunia industri, hingga terjebak ke dalam dunia industri ini.

Industri pun Masih Memiliki Bentuk Lain

Masih banyak industri lainnya yang menjebak kita untuk larut di dalamnya tanpa kita sadari, karena industri-industri ini adalah bagian dari kehidupan kita. Sangat erat, sangat dekat dan tidak terpisahkan. Kita harus mewaspadai kemungkinan timbulnya kesempatan-kesempatan baru di mana kita akan terjebak dalam penghamburan materi yang dimiliki, terjebak dalam dunia kerja dan alienasinya, terjerumus menjadi masyarakat tontonan[9] yang tidak memahami apa yang sebenarnya terjadi.

Hadirnya industri rumah tangga adalah wujud lain dari kapitalisme ala dunia industri, karena ini adalah permainan majikan dan buruh dalam skala kecil, permainan pihak yang mengeksploitasi dan yang dieksplotasi dalam skala kecil, di mana peranan modal dan pembagian keuntungan yang masih sama seperti halnya dunia industri, di mana ketergantungan terhadap benda-benda konsumsi masih tetap sama, di mana kesejahteraan hanya dimiliki oleh sebagian pihak, maka layak bila kita mengatakan ini adalah dunia industri dalam skala kecil dengan dampak yang sama. Sekali lagi kita terjebak dalam permainan lingkup permasalahan, industrialisasi sungguh menakjubkan.

Apa yang Akan Kita Lakukan? 

Industri saat ini hanya memberi pilihan konsumsi bagi kita semua, bukan pengganti terhadap pilihan untuk bebas, karena kita akan tetap mengikuti arusnya, lalu apakah kita hanya akan berdiam diri dan larut dalam industrialisasi saat ini? Tidak kawan, masih banyak yang bisa kita kerjakan. Bukan sebagai pedoman apa yang harus kita lakukan berikutnya, bukan kawan, tetapi ini adalah alternatif pilihan.

Salut untuk Ted Kadzinsky dengan segala usahanya untuk memberi alternatif pilihan, kembali ke alam dan hidup sebagai manusia anti-peradaban adalah langkah yang sempurna, atau begitu bencinya dirimu terhadap industrialisasi, ikutilah panduannya dalam artikel Serang di Tempat yang Mematikan. Ya, seranglah sumber-sumber pembangkit listrik yang menjadi motor penggerak industri saat ini, bukan dengan menghancurkan gerai-gerai penjualan, atau lakukan dalam hidup harianmu dengan tidak mengkonsumsi di luar batas wajar apa yang kamu butuhkan, masih banyak alternatif pilihan untuk melepaskan diri dari jerat konsumerisme ala industri super duper modern ini.

Membuat sebuah akuisisi di tempat kerjamu dengan sebuah kerjasama komunal antar pekerja yang menolak sistem kapitalisme dalam industri, lakukan swakelola industri, di mana tidak ada tingkatan kesejahteraan, biarkan semua menikmati keuntungan dari produksi yang dilakukan industri, bukan sebuah cerita omong kosong. Pekerja di Argentina melakukannya kawan. Atau kamu hanya mampu menjawab, "sudahlah, larut saja dalam proses industrialisasindustri ini. Karena industri adalah sisi baik dan sisi buruk kehidupan, industri adalah manusia dan manusia adalah industri itu sendiri." Bagaimana kawan?


Catatan:

1. Ketahanan pangan adalah jaminan ketersediaan pangan sebuah teritorial untuk jangka waktu yang cukup panjang, hal ini kemudian menggiring munculnya tuan-tuan tanah dan tenaga pekerja yang menggarap lahan, yang menggiring lahirnya sebuah sistem monarki yang diperkokoh dengan hadirnya tentara pelindung. Sistem ini juga memulai adanya persaingan kekuasaan, wilayah teritorial hingga penguasaan, munculnya kelas kaya (pemilik modal/tuan tanah) dan kelas proletar (yang menggantungkan hidup dari sistem hutang yang diberlakukan tuan tanah).
2. Untuk pembangunan daerah-daerah baru seperti pesanan batu bara sebagai sumber tenaga pembangunan rel kereta api, di samping untuk memenuhi kebutuhan negara-negara Eropa sendiri pada era awal munculnya industri abad ke-19.
3. Outsorcing, adalah sistem kerja upahan dengan dalih “kontrak kerja”. Sehingga perusahaan induk hanya beranggapan bahwa tenaga kerja kontrak ini bukanlah tenaga kerja milik perusahaan melainkan sebuah kontrak kerjasama dengan agen-agen penyedia tenaga kerja. Dengan sistem ini banyak hak-hak pekerja yang dikebiri, mulai dari upah hingga tunjangan lainnya.
semua proses, rekanan penjamin keamanan hasil produksi untuk didistribusikan (aparat ataupun swasta), hingga jaringan pemasaran. Semua ini semakin menakjubkan dengan hadirnya kerjasama internasional, industri bukan lagi sebuah proses kerja sektoral atau regional, tetapi industri semakin menghilangkan batas menjadi sebuah korporasi multinasional yang tangguh dalam menjawab semua tantangan.
4. Peranan negara dan aparatnya yang memberi dukungan penuh untuk melancarkan proses produksi dan eksploitasi yang dilakukan industri milik perusahaan multinasional. Banyak kasus yang justru menyingkirkan penduduk asli yang merasa lingkungannya terusik dengan hadirnya industri besar di wilayahnya, sebut saja kasus Freeport di Papua, Newmont di Teluk Buyat dan masih banyak kasus serupa di seluruh belahan dunia. Bahkan dalam beberapa kasus masyarakat lokal dijadikan sebagai uji coba pasar untuk industri, seperti halnya di daerah Afrika di mana negara-negara miskin menandatangani kontrak sebagai daerah uji coba vaksin bagi penyakit, membiarkan manusia sebagai kelinci percobaan adalah sebuah kontrak kerja yang dilakukan negara miskin dengan perusahaan besar yang bergerak di industi kesehatan.
5. Penghamburan uang untuk sesuatu yang tidak dapat dinalar kegunaannya bila dibandingkan satu dekade sebelumnya, seperti tren yang melanda masyarakat modern, kegilaan masyarakat untuk memelihara hewan dan tanaman dengan harga yang sangat mahal yang tak lain hanya sebagai syarat untuk mengikuti tren.
6. Serangan iklan di media yang bertubi-tubi memaksa kita untuk mengingat akan benda yang ditawarkan ke dalam memori individu, hingga pada saat kita berbelanja, maka kontrol bawah sadar kita akan menggiring untuk membeli produk yang diiklankan di media tadi, di tengah pilihan konsumsi yang ditawarkan maka kita akan lebih mudah untuk memilih produk yang sudah tertanam di kepala kita melalui iklan. Sebuah proses iklan bekerja di dalam ingatan konsumen.
7. Perubahan kebudayaan manusia yang semula adalah kelompok berburu dan meramu menjadi masyarakat pertanian yang dikuasai oleh tuan-tuan tanah yang melahirkan adanya kekuasaan dan penguasaan.
8. Semua benda konsumsi yang digunakan untuk tubuh yang beredar di masyarakat dikategorikan dalam kelompok kosmetik dengan kode dari pihak berwenang yang mengawasinya, mis: pasta gigi yang kita gunakan akan memiliki kode dari POM CD (CD adalah kode untuk kosmetik produksi dalam negeri, sedangkan produk luar menggunakan kode CL) sedangkan untuk makanan digunakan kode MD dan ML, pastikan kita memahami dan mengetahui apa yang kita konsumsi, ini adalah hak bagi konsumen yang seharusnya diinformasikan oleh yayasan konsumen yang justru pasif.
9. Masyarakat tontonan dalam bahasa aslinya adalah spectacle, di mana salah satu dari banyak penjelasannya: kita terjebak dalam sebuah penghambaan, di mana kita bekerja sangat keras untuk memproduksi sesuatu, lalu kita juga berusaha keras untuk menebus hasil produksi tersebut menjadi sebuah konsumsi yang kita sendiri tidak menyadarinya, kita tidak memiliki kontrol atas semua yang berlaku di dunia yang kita hidupi saat ini. Karena kita sebenarnya bukanlah seorang pemain di dunia ini, tetapi kita hanya penonton yang seolah-olah menjadi pemain karena pencitraan-pencitraan yang dihasilkan oleh masyarakat tontonan itu sendiri.


Rujukan:

1. Alissa Quart, Branded, 2003.
2. Tim Apokalips, Jurnal Apokalips mulai dari edisi #4, Bedah kejahatan korporasi, Januari 2007.
3. Kontinum, Jurnal Kontinum #3, September 2008
4. Guy Debord, Society of Spectacle, 1967.
5. Susan George, Food for Beginners, 2007.
6. Ted Kadzinsky, Serang ditempat mematikan.
7. Mempersenjatai Imaji, Mari belajar bagaimana caranya menjual agama seperti menjual hamburger, Nopember 2003
8. Daniel Quinn, Ishmael.

+ bembibumfuckinbastard

STUDI TIPOLOGI INVESTOR REKSA DANA DI PASAR MODAL INDONESIA

Oleh:
Tim Studi Tipologi Investor Reksa Dana di Pasar Modal Indonesia

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
BADAN PENGAWAS PASAR MODAL DAN LEMBAGA KEUANGAN
TAHUN ANGGARAN 2007



ABSTRAK


Reksa dana merupakan wadah dan pola pengelolaan dana/modal bagi sekumpulan investor untuk berinvestasi dalam instrumen-instrumen investasi yang tersedia di pasar dengan cara membeli unit penyertaan reksadana. Dana ini kemudian dikelola oleh manajer investasi dalam portofolio investasi, baik berupa saham, obligasi, pasar uang, ataupun efek lainnya. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, reksa dana adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio Efek oleh Manajer Investasi.

Setelah mengalami penurunan Nilai Aktiva Bersih (NAB) yang cukup besar pada pertangahan tahun 2005, industri reksa dana di pasar modal Indonesia kembali menggeliat. NAB reksa dana pada akhir tahun 2007 telah mendekati nilai Rp 90 triliun, setelah sebelumnya hanya bergerak pada kisaran Rp 30 triliun pada kuartal ketiga tahun 2005.

Meskipun tetap mengandung risiko, reksa dana saat ini telah menjadi produk investasi yang semakin diminati masyarakat dan memberikan return yang relatif lebih besar. Seiring semakin turunnya bunga tabungan atau deposito bank, pengetahuan dan minat masyarakat untuk berinvestasi pada produk reksa dana semakin meningkat dan tersebar luas. Dengan kata lain, reksa dana memainkan peran yang semakin penting sebagai alternatif investasi atas kelebihan dana yang dimiliki oleh rumah tangga.

Mengingat industri reksa dana Indonesia masih relatif baru, banyak investor domestik yang masih berada dalam tahap pengenalan produk. Seringkali terjadi kekurangpahaman, bahkan kesalahpahaman, investor mengenai produk reksa dana. Karena itu, agar dapat meminimalisasi risiko dan memberikan keuntungan optimal, sangat penting bagi investor untuk terlebih dahulu memahami karakteristik dan kebutuhan investasi mereka serta tingkat risiko yang dipilih.

Penelitian ini bertujuan untuk melihat karakteristik investor reksa dana di pasar modal Indonesia. Karekteristik yang ingin diteliti adalah komposisi investor reksa dana dilihat dari sisi jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, nilai investasi, dan jangka waktu investasi untuk masing-masing jenis reksa dana. Berdasarkan data karakteristik tersebut, kemudian dilakukan penelaahan apakah produk reksa dana yang mereka pilih mereka telah sesuai dengan memperhatikan risiko terkait.


DOWNLOAD HERE!

Format PDF; Size 267.01 KB

STUDI TENTANG PERBEDAAN EVALUASI ETIS, INTENSI ETIS DAN ORIENTASI ETIS DILIHAT DARI GENDER DAN DISIPLIN ILMU

POTENSI REKRUITMEN STAF PROFESIONAL PADA KANTOR AKUNTAN PUBLIK

Siti Muthmainah
Universitas Diponegoro


Abstract

This study tests for gender and discipline-based differences in ethical evaluation, ethical intentions and ethical orientation among subjects from accountancy department, faculty of law and information technology undergraduates, both women and men. Examination conducted with Mancova and Ancova. 

Results indicate that difference of ethical orientation between women and men only happened at moral construct of utilitarianism. There are also differences of ethical intention and ethical evaluation between men and women. In general research findings support structural approach and previous research which done by Harris (1989), McNichols and Zimmerer (1985); Ford and Lowery (1986), Friedman et al. (1987), Forsyth et al. (1988), Tsalikis and Ortiz-Buonfina (1990), Stanga and Turpen (1991), Jones and Kavanagh (1996), McCuddy and Perry (1996). Differences of ethical orientation also happened among various responder of different academic discipline, especially in moral construct of justice, egoism and deontological. There are also differences of ethical evaluation and ethical intention among responders coming from different science discipline. These findings are consistence with previous research which have been done by Ponemon and Gabhart (1993), Jeffrey (1993), Ponemon and Glazer (1990), and Cohen et al. (1998).


DOWNLOAD HERE!

Format PDF; Size 444.50 KB

Strukturasi Praktik Etika di Kantor Akuntan Publik: Sebuah Studi Interpretif

Unti Ludigdo
Universitas Brawijaya


Abstract

The main aim of this research is to understand the practice of ethics in a public accounting office (KAP). Hence, this research is developed with the basis of interpretive paradigm. The collaborative theory (ethnomethodology, structuration and spiritual intelligence or SQ) used to explore comprehendship meaning of ethics in everyday practice. The result of this research are; First, in this KAP, the managing partner has a strong change strenght in his organization. Whilts in the organization context, the management of this KAP is more in informal climate. Nevertheless, in the framework of ESQ it can be understood that the informal pattern developed here would be the manifestation of Madia’s (as a chief) internal dimension that has a view and action that are not always based on a certain convention, a flexible behaviour, a tendency to maintain life quality inspired by visions and values, and also the tendency of Madia to see the relationship between lots of things (to view in a “holistic” way). Second, the structuration pattern is not only rolling in the context of interaction between human being and organization, but also in the context of social environment setting. With an informal pattern developed in a KAP, the praxis of ethics which is developed here is coming from the effort of Madia as a chief and the shared of value that is held by him is rolling personally. Whilst, this effort is unseparable from the social context coped with this individual and organizational context. Ethical praxis is always happen because the existence of a strong external pressure, both from clients, the user, and those who have interest in this public accountant service (banks and tax officer) and also the ruler body in the field of public accountant (IAI and the Republic of Indonesia Financial Department).

Keywords: Practice of ethics, public accountant, structuration, ethnomethodology, ESQ.


Format PDF; Size 357.31 KB

DOWNLOAD HERE!

Sifat Machiavellian dan Pertimbangan Etis: Anteseden Independensi dan Perilaku Etis Auditor

St. Vena Purnamasari, SE.,MSi
UNIKA Soegijapranata Semarang


Abstract

This research is designed to gain an understanding of how auditor’s respond to realistic ethical dilemmas. Machiavellianism and Cognitive Moral Development theory are the basic theories in this study. The purpose of this study is to investigates: (1) the association Machiavellianism and ethical reasoning with auditor’s independence judgment and ethical behavior and (2) the relationship between auditor’s independence judgment and ethical behavior. 

Literature suggests that individual with high Machiavellian levels and lower ethical reasoning levels are more likely less independence and more likely agree with unethical behavior. Literature also suggests independence is the first subject addressed in the rules of conduct. Independence in auditing means taking an unbiased viewpoint in the performance of audit test, the evaluation of the results, and the issuance of audit report. Several hypothesis are developed to investigate: first the relationship between Machiavellianism and auditor’s independence judgment. Second, the relationship between Machiavellianism and ethical behavior. Third, relationship between ethical reasoning and auditor’s independence judgment. Fourth, the relationship between ethical reasoning and ethical behavior and the last is the relationship between auditor’s independence judgment and ethical behavior. 

A total of 140 auditors are used to examine the hypotheses. Data was collected by mail survey and tested by path analysis. Results indicate that individual with high Machiavellian levels is more likely to less independence and more likely to agree with unethical behavior.

Key words: Machiavellianism, Ethical Reasoning, Independence, Ethical Behavior and Cognitive Moral Development Theory.


Format PDF; Size 370.46 KB

DOWNLOAD HERE!

PENGUJIAN VARIABEL-VARIABEL YANG BERPENGARUH TERHADAP KEINGINAN KLIEN UNTUK MEMPENGARUHI KEBIJAKAN AUDIT

NINING MULYANINGSIH
CV. ALEM

ENJANG TACHYAN BUDIYANTO
STIE KESATUAN BOGOR


ABSTRACT

The purposes of this study are to examine the impact of Client-Public Accountant Firms relationship, the client importance for Public Accountant Firms, non-audit services provided by Public Accountant Firms, client’s audit experience, auditor’s seniority, auditor’s experience, auditor’s knowledge on clients’ expectations in audit judgment from client perspective. 

The populations in this study are members of The Indonesian Institute of Accountants-The Management Accountant Compartment. Questionnaires were sent to 300 members, with multistage sampling method. The response rate of 21,67% was analyzed by regression method.

Keywords: Client-Public Accountant Firms relationship.


Format PDF; Size 466.44 KB

DOWNLOAD HERE!

PENGARUH PROBLEM-BASED LEARNING (PBL) PADA PENGETAHUAN TENTANG KEKELIRUAN DAN KECURANGAN (ERRORS AND IRREGULARITIES)

Riki Ferdian
Alumni Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada
rikiferdian@gmail.com

Ainun Na’im
Universitas Gadjah Mada
ainunn@ugm.ac.id


This study examines the effects of Problem-Based-Learning (PBL) approach in auditing course teaching on the students’ knowledge about errors and irregularities. PBL is an approach in teaching that focuses on identification, analysis, and intergroup discussion of problems. In PBL auditing course teaching, instead of focusing on lecturing, professors stimulate students to identify, to discuss and to analyze problems in auditing. We predict that PBL is more effective than traditional teaching approach in auditing course that focuses on lecturing. Of course other (out of class) activities such as exercises and case analysis still be used and parts of the whole learning process. 

Using an experiment involving subjects of 57 students, we find that the difference between PBL and Conventional approach is not significant. There are two reasons for this unexpected finding. First, we may fail to have a group of subjects who have PBL approach and the other group of subjects who have Conventional approach. Second, the instruments may not be able to provide durable measures to differentiate the knowledge of the subjects in errors and irregularities. Thus, this research may be extended by improving those weaknesses. This research provides contribution on the development of the theories and approaches in teaching and in auditing.

Keywords: Problem-Based Learning (PBL) method, recall of errors and irregularities, accuracy of errors and irregularities.


Format PDF; Size 426.10 KB

DOWNLOAD HERE!

PENGARUH KUALITAS AUDIT, KONDISI KEUANGAN PERUSAHAAN, OPINI AUDIT TAHUN SEBELUMNYA, PERTUMBUHAN PERUSAHAAN TERHADAP OPINI AUDIT GOING CONCERN

Eko Budi Setyarno 
Indira Januarti 
Faisal 

UNIVERSITAS DIPONEGORO


Abstract 

In this study, we attempt empirically to investigate the relationship between audit quality, financial condition, previous audit report and sales growth on going concern audit opinion would receive a going concern opinion. A samples of 59 manufacturing companies listed at Jakarta Stock Exchange from 2000-2004. Logistic regression is used to examine hypothesis. 

The results indicate that financial condition (Altman Z-Score) and previous audit report are significantly affect the going concern audit opinion. On the other hand, audit quality and sales growth does not have effect on going concern audit opinion. 

Keywords: audit quality, financial condition, previous audit report, sales growth, going concern audit opinion.


Format PDF; Size 492.56 KB

DOWNLOAD HERE!

PENGARUH INTERAKSI GENDER, KOMPLEKSITAS TUGAS DAN PENGALAMAN AUDITOR TERHADAP AUDIT JUDGMENT

(Sebuah Kajian Eksperimental Dalam Audit Saldo Akun Persediaan)


DRA. ZULAIKHA, MSI
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO


Abstract 

This study examines the gender issues in Indonesian society whether there are differences between women and men in domsetic roles; with relation to gender issues whether males perform better than female in complexity audit tasks; and the effects of gender, task complexity, and experience on the accuracy of audit judgments. This study used experimental design method to collect data to test the hypothesis. There were 75 participants from alumni graduated major in accounting who are studying in the post graduate programs. Data were analyzed by descriptive statistics, t-test, and ancova. Participants were required to judge gender issues, and an inventory balance was fairly presented base on case material that contained a material misstatement in the inventory account balance. The results support the gender issues, and the effect of gender and experience interaction on the accuracy of audit judgment. In other hand, the effects of gender and task complexity interaction are not supported and there is no difference between male and females in performing audit judgment in complexity audit tasks.

Key words : gender, complexity task, experience, judgment.
Format PDF; Size 444.40 KB

MANA YANG LEBIH MEMILIKI VALUERELEVANT: NET INCOME ATAU CASH FLOWS

(Studi Terhadap Siklus Hidup Organisasi)


Juniarti
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi-Universitas Kristen Petra
E-mail: yunie@petra.ac.id

Rini Limanjaya
Alumni Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi-Universitas Kristen Petra



Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji manakah yang lebih memiliki value-relevant pengukuran laba atau arus kas pada masing-masing siklus hidup perusahaan. Siklus hidup perusahaan umumnya terbagi dalam tahap start-up, growth, mature dan decline. Karakteristik perusahaan berbeda untuk setiap tahap siklus hidup tersebut, karena itu kegunaan pengukuran akuntansi juga akan berbeda. Laba diperkirakan lebih memiliki value-relevant pada tahap mature, sementara arus kas diekspektasikan lebih memiliki value-relevant ketika perusahaan berada pada tahap start-up, growth dan decline. Penelitian ini membuktikan bahwa pada tahap growth, hasil pengujian yang dilakukan mendukung hipotesis bahwa cash flow lebih memiliki value relevant dibanding laba. Tetapi, untuk tahap mature, hipotesis yang diajukan tidak berhasil dibuktikan. Penelitian ini tidak dapat melakukan pengujian untuk tahap start-up dan decline, dikarenakan data sampel untuk kedua tahap tersebut tidak mencukupi untuk dilakukan pengujian.

Kata kunci: siklus hidup organisasi, value-relevant, laba, arus kas.

***

Abstract


This research is aimed to examine the relative value-relevant of net income and cash flow measures in different life cycle stages. Corporate life cycle consists of four stages: start up, growth, mature, and decline stage. Firms in different life cycle stages have different characteristics, and therefore in each life cycle stages the usefulness of accounting measures also different. Net incomes are predicted to be more value relevant in mature stages, while cash flows are expected to be more value relevant in stages characterized by start up, growth, and decline stages. The results prove that in the growth stage, the analysis supports the hypothesis that cash flows are more value relevant than net income. However, in the mature stage, the analysis results reject the hypothesis. This research do not analyze for the start up stage and decline stage, because of the limitation of the sample data.

Keywords: organizational life cycle, value-relevant, net income, cash flows.
Format PDF; Size 277.03 KB

KOORDINASI KEBIJAKAN MONETER DAN FISKAL DI INDONESIA: SUATU KAJIAN DENGAN PENDEKATAN GAME THEORY

Iskandar Simorangkir


A b s t r a k


Perdebatan hubungan kebijakan moneter dan fiskal terkait dengan dampak defisit anggaran yang dapat mengganggu inflasi yang merupakan tujuan akhir kebijakan moneter. Sebaliknya, bagi pembuat kebijakan fiskal inflasi yang terlalu ketat dapat berdampak buruk terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesempatan kerja yang merupakan tujuan utama dari kebijakan fiskal. Tidak terdapatnya koordinasi diantara kedua kebijakan tersebut dapat berdampak terhadap stabilitas makro dan pertumbuhan ekonomi.

Paper ini akan membahas koordinasi kebijakan moneter dan fiskal di Indonesia dari tahun 1969 hingga tahun 2002 dengan menggunakan pendekatan game teori baik berupa cooperative dan noncooperative game. Beberapa kerangka permainan akan disimulasikan dengan model ekonometrik dengan waktu yang kontinu. Pembuat kebijakan moneter dan fiskal diasumsikan mempunyai fungsi tujuan yang berbeda. Dalam mencapai tujuan tersebut, mereka dapat bekerjasama atau tidak. Hasil simulasi menunjukkan bahwa cooperative game memberikan hasil kerugian terkecil (lost function) dibandingkan dengan non-cooperative game.

Keywords: Game Theory, Koordinasi, Kebijakan moneter dan fiskal


Format PDF; Size 174.13 KB

DOWNLOAD HERE!

KOMITMEN DALAM HUBUNGAN AUDITOR DAN KLIEN: ANTESEDEN DAN KONSEKUENSI

DWI RATMONO
YOGI HENDRO PRABOWO
 
UNIVERSITAS DIPONEGORO, SEMARANG


Abstract

The objectives of this study are to examine for existence antecedents of commitment in auditor-client relationship as well as existence consequences of it. Prior research has recognized that the construct commitment plays a central role in business relationship. This study develops a conceptual model that can be used to investigate what motivates clients to continue their relationship with audit firm. One hundred and five questionnaires were received from clients, which is a response rate of 42%. Partially Least Squares (PLS) were utilized to test the conceptual model. The results provide empirical evidence that interdependence is an antecedent of commitment. It is also sown that affective commitment plays an important role in auditor-client relationships.

Key words: affective commitment, accounting firms, client, interdependence, continuance intentions.


Format PDF; Size 469.81 KB

DOWNLOAD HERE!

HUBUNGAN ANTARA RISIKO MANIPULASI EARNINGS DAN RISIKO CORPORATE GOVERNANCE DENGAN PERENCANAAN AUDIT

(Studi Empiris pada Auditor Se-Jawa)


Nurna Aziza 
Universitas Bengkulu 
H. Mohamad Nasir 
Universitas Diponegoro Semarang 
Daljono 
Universitas Diponegoro Semarang


ABSTRACT

The purposes of this study are to examine the relationship of earnings manipulation risk and corporate governance risk with auditors’ planning. These topics are rarely examined. The results of this research contribute for theory development, particularly for auditing and behavioral accounting; for auditor when make planning audit practice; and for organization’s (input) in decision making about rule that will be applied by its members.

The population in this study are auditors working in KAP (audit firm) in Java island. Questionnaires were sent to 613 members, with purposive sampling method. The response rate of the samples just 10.28 % (63/613*100%) was analyzed using regression method.

The result show that earnings manipulation risk, corporate governance risk, and interaction of earnings manipulation risk, corporate governance risk, and auditors’ planning not associated with audit planned . The future research is suggested to examine other variables, including: size and culture of audit firm, experience, and auditor knowledge on client.

Keywords: Earnings manipulation, earnings management, corporate governance, auditors’ planning and risk.
Format PDF; Size 425.23 KB

Evaluasi Manajemen KAPdalam Keputusan Penerimaan Klien berdasarkan Pertimbangan dari Risiko Klien, Audit dan Bisnis

LUDOVICUS SENSI WONDABIO 
Program Doktoral – Program Ilmu Akuntansi 
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 


ABSTRACT

The objective of this research is to understand the risk management factors which should be performed by the accounting firm in the process of client acceptance decision by considering of 3 risks factors: Client Risk, Audit Risk and Auditor’s Business Risk. The client risk was determined by management integrity valuation and client’s business risk, meanwhile, the audit risk was determined by the nature of the audit engagement, related parties transactions, client’s prior knowledge and experiences, and also from the deep understanding of auditors in regards to the error and fraud which is possible performed by the client. Furthermore, auditor’s business risk was determined by considering whether the client’s profiles is a public company, regulated industry or high profile company. In order to enhance this research, this paper also discusses how the audit fee and the role of specialist will impact to client’s acceptance decision. In conducting the model testing, this research was performed through a field of empirical testing in one of the accounting firm ( rchival data).

Key words : client acceptance, audit risk, auditor’s business risk, error and fraud risk, oing public, audit fee recovery, risk management.

Data availability: Data used in this reasearch are derived from a proprietary database. 


Format PDF; Size 546.82 KB

Sabtu, 06 Juni 2009

FINANCIAL VALUE ADDED: SUATU PARADIGMA DALAM PENGUKURAN KINERJA DAN NILAI TAMBAH PERUSAHAAN

Rr. Iramani
Staf Pengajar Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas Surabaya
E-mail: irma_subagyo@yahoo.com

Erie Febrian
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran


ABSTRAK

Salah satu konsep penilaian kinerja keuangan yang sudah mulai banyak ditelaah adalah Economic Value Added (EVA). Sedangkan Konsep nilai tambah perusahaan yang belum banyak dikaji Financial Value Added (FVA). Paper ini akan menjelaskan secara detail bagaimana mengukur kinerja dan nilai tambah perusahaan berdasarkan FVA yang dikaitkan dengan keputusan-keputusan dalam majemen keuangan. Namun sebelumnya akan dijelaskan pengukuran dengan menggunakan rasio keuangan dan EVA.

Kata kunci: financial ratio, economic value added, financial value added.

***

ABSTRACT

One of alternative concept for measuring financial performance is Economic Value Added (EVA). Beside that a value added-based approach that has not regularly been studied empirically is that using Financial Value Added (FVA). This paper tries to explain in detail how to measure business performance and value added based on FVA related to financial management decisions.

Keywords: financial ratio, economic value added, financial value added
Format PDF; Size 206.60 KB

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Nasabah Menggunakan Internet Banking dengan Menggunakan Kerangka Technology Acceptance Model (TAM)

Sri Maharsi
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra, Surabaya
Email: essy@peter.petra.ac.id

Yuliani Mulyadi
Alumni Universitas Kristen Petra Surabaya


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi minat menggunakan internet banking oleh penggunanya dengan menggunakan TAM ini adalah untuk memberikan informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi minat menggunakan internet banking oleh penggunanya dan dapat menjadi masukan bagi pihak manajemen bank untuk mengevaluasi penggunaan internet banking. Kuesioner dibatasi pada pengguna internet banking di 8 bank yang berada di Surabaya yang menyediakan layanan internet banking. Penelitian ini membuktikan bahwa faktor yang mempengaruhi minat menggunakan internet banking adalah Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, dan Perceived Credibility. Faktor Computer Self Efficacy juga berpengaruh pada minat menggunakan internet banking secara tidak langsung melalui Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, dan Perceived Credibility.

Kata kunci: behavioral intention, computer self efficacy, perceived usefulness, perceived ease of use, and perceived credibility

***

ABSTRACT

In The usefulness of this research was to know the factors that influence the intention to use internet banking by the users by using TAM framework was to give information about the factors that influence the intention to use internet banking acceptance by the users and to give advise to the bank management to evaluate the use of internet banking. Questionnaire in this research was limited only to the internet banking users in 8 banks in Surabaya that have internet banking facilities. This research proved that the factors that influence the intention to use the internet banking is Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and Perceived Credibility. Computer Self Efficacy also influence the intention to use the internet banking but indirect by through Perceived Usefulness, Perceived Ease of Use, and Perceived Credibility.

Keywords: behavioral intention, computer self efficacy, perceived usefulness, perceived ease of use, and perceived credibility.
Format PDF; Size 298.97 KB

PENELITIAN POTENSI, PREFERENSI DAN PERILAKU MASYARAKAT TERHADAP BANK SYARIAH DI WILAYAH JAWA TENGAH DAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

KERJASAMA BI DENGAN LEMBAGA PENELITIAN UNDIP

Bank syariah akan dapat berkembang dengan baik bila mengacu pada demand masyarakat akan produk dan jasa bank syariah. Dengan modal UU dan nilai-nilai moral, perbankan syariah harus mampu membuktikan bahwa keberadaannya dapat melayani kebutuhan masyarakat baik dari sisi surplus pending unit maupun dificit spending unit. Walaupun pengembangan bank syariah secara intensif masih relatif baru (± dua tahun terhitung dari diberlakukannya UU Nomor 10 Tahun 1998), patut diingat bahwa pengembangannya tidak berlandaskan infant industries argument, yang berlandaskan proteksi dan keistimewaan-keistimewaan. Sehingga pembedaan pengaturan perbankan syariah dengan konvensional bukan disebabkan perbankan syariah yang masih infant, tetapi karena by its nature memang perbankan syariah beroperasi dengan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional. Sebaliknya Bank Indonesia juga tidak meberlakukan bank syariah sebagai step child seperti yang terjadi di beberapa negara yang mengembangkan bank syariah dimana bank syariah dapat beroperasi, namun bank sentral tidak menyiapkan perangkat ketentuan yang memungkinkan bank syariah dapat beroperasi secara optimal.

Perkembangan perbankan syariah hingga saat ini masih kurang menunjukkan pertumbuhan yang menggembirakan, baik jaringan maupun volume usaha, dibandingkan dengan pertumbuhan bank konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah bank syariah yang masih kecil. Secara umum per Juli 2000, di seluruh Indonesia terdapat 161 bank umum dengan jumlah kantor sebanyak 6.624 buah, dan terdapat 2.427 BPR, dengan jumlah total asset sebesar Rp. 970 triliun, kredit yang disalurkan sebesar Rp. 279,2 triliun dan dana masyarakat.yang dihimpun Rp. 682,5 triliun. Dari seluruh perbankan nasional tersebut sampai dengan saat ini terdapat dua bank umum syariah (yaitu Bank Muamalat Indonesia dan Bank Syariah Mandiri), tiga bank umum yang membuka kantor bank syariah (yaitu Bank IFI dengan satu kantor cabang syariah, Bank BNI dengan lima kantor cabang syariah, dan Bank Jabar dengan satu kantor cabang syariah) serta 79 BPR Syariah.

Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan perbankan syariah terutama di Indonesia . Permasalahan yang muncul antara lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap perbankan syariah terutama yang disebabkan dominasi perbankan konvensional. Berikut ini dikemukakan beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan pengembangan perbankan syariah (Subardjo dalam Antonio,1999):

1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah.
2. Peraturan perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah.
3. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas.
4. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit.

Kebijakan pengembangan perbankan syariah antara lain adalah mendukung pengembangan jaringan perbankan syariah, khususnya pada wilayah-wilayah yang dinilai potensial. Dalam rangka mendukung program pengembangan jaringan perbankan syariah diperlukan data dan informasi yang lengkap dan akurat yang menggambarkan potensi pengembangan bank syariah baik dari sisi penyimpan maupun sisi pembiayaan. Potensi dimaksud dapat dipandang dari sumber daya dan aktivitas perekonomian suatu wilayah serta dari pola sikap/preferensi dari pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah.

Dalam rangka mengembangkan jaringan perbankan syariah diperlukan upaya-upaya peningkatan pemahaman masyarakat mengenai produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk perbankan syariah karena perkembangan jaringan perbankan syariah akan tergantung pada besarnya demand masyarakat terhadap sistem perbankan ini. Oleh karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan pemahaman masyarakat terhadap perbankan syariah efektif diperlukan informasi mengenai karakteristik dan perilaku nasabah/calon nasabah terhadap perbankan syariah.

Penelitian yang bertujuan untuk memberikan informasi yang jelas dan akurat mengenai hal-hal tersebut diperlukan sejalan dengan keinginan agar penyusunan kebijakan Bank Indonesia didasarkan pada hasil penelitian yang dapat dipertanggung jawabkan (research-based policy making).

Format PDF; Size 183.88 KB

Bank Syariah: Potensi, Prefensi & Perilaku Masyarakat di Wilayah Jawa Barat

TIM PENELITI LEMBAGA PENELITIAN IPB:

Dr. Anny Ratnawati (Ketua Tim)
Dr Asep Saefuddin – Dr Widiyanto Dwi Surya
Dr. Sumardjo – Ir. Hari Wijayanto, MS
Ir. I Made Sumertajaya, MS – Sumedi, SP
Debra Murniati, SP


Sejarah berdirinya perbankan dengan sistem bagi hasil, didasarkan pada dua alasan utama yaitu (1) adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam kategori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja pada agama Islam tetapi juga oleh agama samawi lainnya, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensional akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki kapital besar (Sjahdeini, S. Remy, 1999).

Kelahiran bank syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bunga merupakan hal yang haram. Walaupun demikian, sebenarnya prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan telah dikenal luas baik di negara Islam maupun non Islam. Jadi bank syariah tidak berkaitan dengan kegiatan ritual keagamaan (Islam) tapi lebih merupakan konsep pembagian hasil usaha antara pemilik modal dengan pihak pengelola modal. Dengan demikian pengelolaan bank dengan prinsip syariah dapat diakses dan dikelola oleh seluruh masyarakat yang berminat tidak terbatas pada masyarakat Islam, walaupun tidak dipungkiri sampai saat ini bank syariah di Indonesia baru berkembang pada kalangan masyarakat Islam. Dilihat dari aspek ini, peluang pengembangan bank syariah di Indonesia cukup besar, karena Indonesia merupakan negara yang memiliki penduduk muslim paling besar.

Dari aspek hukum, yang mendasari perkembangan bank syariah di Indonesia adalah UU No 7 Tahun 1992. Dalam UU tersebut prinsip syariah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syariah secara tegas baru dinyatakan dalam UU No 10 Tahun 1998. Namun demikian dalam pengembangan bank syariah tidak dapat hanya berlandaskan pada aspek legalitas melalui keberadaan UU dan keunggulan nilai-nilai moral semata yang diaplikasikan dalam operasi perbankan syariah, namun juga harus berdasarkan pada market driven. Bank syariah dapat berkembang dengan baik bila mengacu pada demand masyarakat akan produk dan jasa bank syariah. Walaupun pengembangan bank syariah secara intensif masih relatif baru, pengembangannya tidak berlandaskan infant industries argument yang berdasarkan proteksi dan keistimewaan-keistimewaan. Pembedaan pengaturan lebih disebabkan karena memang perbankan syariah beroperasi dengan sistem yang berbeda dengan perbankan konvensional.

Format PDF; Size 108.49 KB

Get Your TAROT Reading