Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Selasa, 23 Februari 2010

Peran Intelektual Dalam Rekayasa peradaban

SIAPA INTELEKTUAL ITU?

‘intelektual adalah orang-orang yang memiliki banyak perbedaharaan bahasa planet
sehingga masyarakat tak pernah mampu mengerti maksud dari kalimat-kalimatnya’
--ORANG SAKIT HATI—


Intelektual adalah kata yang sering digunakan untuk melabeli orang-orang yang lebih dibanding masyarakat pada umumnya. Kelebihan yang dimaksud adalah lebih cerdas, lebih pintar dan lebih luas wawasannya dan kelebihan kelebihan yang lain. Mungkin karena kelebihannya inilah sehingga orang yang meiliki label intelektual dipersepsi sebagai orang yang berperan besar dalam perubahan sejarah.

Seorang penjual obat ‘orientalisme’, Edwar W. Said pernah berteriak-teriak bahwa intelektual adalah pencipta sebuah bahasa kebenaran kepada penguasa, menjalankan kebenaran itu dan senantiasa bersifat oposisi terhadap penguasa dan tidak akomodatif. Lain lagi apa yang dikoar-koarkan oleh pedagang sayur “hegemoni’’ di pasar komunis Itali, Antonio Gramsci, menurutnya setiap orang itu intelektual, tetapi tidak semua orang menjalankan fungsi-fungsi intelektual tersebut. Gramsci membagi kangkung –maaf; intelektual maksudnya-- menjadi dua ikat, ikat pertama dinamainya intelektual tradisional dan intelektual organik.

Intelektual tradisional adalah para ilmuan yang menempatkan diri sebagai kelas tersendiri dalam piramida sosial --menempati kelas menengah-perkotaan—mereka memposisikan diri untuk tidak memihak pada kelas sosial tertentu, baik kelas penguasa ataupun kelas rakyat jelata. Mereka terdiri dari para dosen dan dan orang-orang yang mengklaim diri ilmuwan. Sayur seperti inilah menurut Gramsci yang tidak menjalankan kerja-kerja keintelektualannya. Bahkan kelompok ini cendrung menguntungkan kelas penguasa.

Intelektual organik adalah intelektual yang menyatu dan melibatkan diri secara utuh dalam kelas sosial tertentu, baik kelas penguasa ataupun kelas rakyat jelata. Namun, lebih lanjut pedagang ini mengatakan bahwa hanya yang melebur dalam kelas rakyat jelatalah yang bisa dikategorikan menjalankan fungsi-fungsi intelektualitasnya. Inilah intelektual organik itu. Sementara intelektual yang melebur diri kedalam kelas penguasa, tidak ada ubahnya dengan intelektual tradisional.

Lain kata Said, lain pula ujar Gramsci, tapi yang lebih aneh lagi adalah ungkapan-ungkapan Ali Syari’ati, pedagang yang suka menawarkan ‘ideologi kaum intelektual’ ini mengatakan bahwa intelektual adalah ‘rausyanfikr’ –nah loh, makin pusing kan?-- sepenggal kata persia yang dalam ejaan Inggris sering disebut intellectual. Mirip dengan sipenjual kangkung –Gramsci maksudnya—Syari’ati membedakan intelektual dengan ilmuan. Kalau ilmuan menemukan kenyataan, maka intelektual menemukan kebenaran –mirip juga dengan Said kan?.

Masih menurut Syari’ati, seorang intelektual tidaklah berbicara dalam bahasa universal, melainkan berbicara dalam bahasa yang bisa difahami oleh kaummya –buat orang sakit hati, tatian deh loh!. Dia tidak hanya memaparkan fakta dan realita, dia harus mampu memandu kaumnya untuk memberi penilaian atas fakta dan realita tersebut sehingga rausyanfikr, haram hukumnya bersifat netral, justru dia dituntut untuk mel;ibatkan diri secara ideologis.

Pikiran-pikiran bung Syari’ati dirangkum oleh agennya di Indonesia yang bernama Jalaluddin Rakhmat bahwa intelektual bukan hanya menunjukkan kelompok orang yang sudah melewati pendidikan tinggi dan memperoleh gelar sarjana, juga bukan sekedar ilmuan yang mendalam upaya penalaran dan penelitian yang dilakukan dalam mengembangkan spesifikasi keilmuannya. Intelektual adalah mereka yang merasa terpanggil untuk memperbaiki masyarakatnya, menangkap aspirasi mereka, merumuskannya dalam bahasa yang dapat difahami setiap orang, menawarkan strategi dan alternatif pemecahan masalah.

Bagi Syari’ati, seorang intelektual haruslah memahami sejarah bangsanya dan sanggup melahirkan gagasan-gagasan analitis dan normatif yang cemerlang. Dia juga menambahkan pentingnya seorang intelektual –intelektual muslim maksudnya-- menguasai ajaran Islam. Nah, bila sudah sampai disini pembicaraannya, anda seharusnya menjadi lebih percaya diri, sebab HMI punya rumus tersendiri tentang intelektual versi Islam, ‘ulul albab’ namanya.

KEBUDAYAAN DAN PERADABAN

‘peradaban bukanlah apa-apa
peradaban hanyalah kuburan orang-orang terlindas’
--ORANG SAKIT HATI--


Berbicara tentang sesuatu adalah perdebatan tentang sudut pandang. Kenapa demikian? Karena setiap pendapat lahir dari sudut pandang, bila sudut pandang berbeda, maka berbedalah kesimpulan kita. Meskipun kita berbicara tentang satu obyek yang sama. Begitupun pembicaraan antara kebudayaan dan peradaban. Sebagian besar orang menganggap bahwa kedua hal ini berbeda. Kebudayaan didefenisikan sebagai hasil cipta, rasa dan karsa manusia, sementara itu, peradaban adalah capaian maksimal atau puncak dari sebuah kebudayaan.

Bagi saya yang suka menyederhanakan persoalan, kebudayaan dan peradaban bukanlah dua hal yang berbeda, melainkan dua hal yang bertali-temali, jalin-menjalin. Sebagai seorang pemulung intelektual saya hanya mengikut kata orang tentang hal ini. Menurut Raymond Williams, kebudayaan sekaligus meliputi seni, nilai, norma-norma, dan benda-benda simbolik dalam hidup sehari-hari, ia merupakan bagian dari totalitas relasi-relasi sosial. Dalam pandangan tetangga David Beckham ini, kebudayaan adalah sesuatu yang hidup dan bukan sesuatu yang terwariskan begitu saja.

Pendapatnya ini mirip dengan Ali Syari’ati –kalau ini masih ingat kan?-- bahwa kebudayaan dan peradaban adalah seluruh kekayaan material dan spiritual suatu ras atau masyarakat. Dari defenisi ini, maka peradaban bukan hanya berbicara tentang Cina-India, Yunani, Romawi, Islam dan Barat-Modern –peradaban universal, tapi juga memberi ruang pembicaraan bagi peradaban etnis seperti Bugis–maklum, aku ini orang bugis, Makassar, Kaili, Mandar, Kajang, dan yang lain.
Satu hal penting untuk dicatat –catat baik-baik-- bahwa setiap kebudayaan dan peradaban melibatkan manusia sebagai subyeknya. Sementara itu, berbicara tentang manusia, maka kita berbincang tentang pembawaan dan kesadarannya. Kesadaran manusia sangat beragam –menurut Syari’ati-- ada yang memiliki kesadaran politis, sosial, keteknikan, artistik, falsafiah dan sebagainya. Namun yang lebih tinggi dari itu semua adalah kesadaran diri –bahasa planetnya, self conciousness atau self awareness--sebagai kesadaran yang independen. Kesadaran diri ini dilabeli oleh Socrates dengan kata ‘sophia’. Sophia beda dengan kesadaran filosofis tapi lebih kepada kesadaran teosofi atau hikmah –ingat Q.S. 2 : 269.

Hikmah tidak dimiliki oleh para filosof, teknokrat, seniman atau birokrat, hikmah hanya dimiliki oleh ‘ulul albab’ atau para intelektual. Hanya orang-orang yang memiliki hikmahlah yang bisa menjadi subyek sejarah. Merekalah para khalifah yang mampu membangun kebudayaan dan peradaban yang manusiawi. Lihat peradaban Yunani yang dibangun oleh para filosof, romawi yang dibangun oleh para tentara profesional atau Mesir yang dibangun oleh para fir’aun –kali ini pendapat orang sahit hati agak benar ya?. Semua kebudayaan dan peradaban itu –kecuali peradaban madinah yang ditegakkan oleh seorang nabi yang ummi-- ditegakkan diatas tumpukan tulang-belulang manusia yang tak pernah dikenal. Begitulah, sejarah adalah biografi orang-orang besar menurut Thomas Carlyle.

INTELEKTUAL DAN REKAYASA PERADABAN

‘kalau kau mau merekayasa peradaban,
bersiaplah untuk tidak dimengerti atau berusahalah menjadi nabi’
--ORANG SAKIT HATI—


Dalam melakukan rekayasa sosial terhadap peradban masyarakatnya, seorang intelektual dituntut oleh seorang penuntut yang bernama Edwar A. Shils untuk menafsirkan pengalaman masa lalu masyarakatnya; mendidik pemuda dalam tradisi dan keterampilan masyarakatnya; melancarkan dan membimbing pengalaman estetik dan keagamaan berbagai sektor masyarakat.

Teriakan yang lebih lantang telah diteriakkan oleh Ali Syari’ati dan digemakan oleh Jalaluddin Rahmat dalam kalimat berikut; ‘hai ulul albab, anda tidak boleh puas dengan ilmu-ilmu yang sudah anda miliki. Ilmu itu harus anda bawa ketengah-tengah ummat. Lanjutkan perjuangan para rasul. Hidupkan kesadaran diri pada masyarakat Islam untuk merubah dunia dengan bimbingan anda. Untuk melaksanakan tugas anda itu, anda tidak dapat belajar dari barat, tidak juga berguru ketimur, tetapi dengan memahami keyakinan dasar dan proses sejarah yang membentuk mereka. Pada akhirnya tuugas anda ialah merobohkan masyarakat yang berdasarkan penindasan dan kezaliman dengan membentuk ummat yang berdasarkan tauhid dan keadilan. Tugas itulah yang telah dilakukan para rasul sepanjang sejarah dan itu pula tugas anda kini.

Tentang langkah strategis apa yang harus diambil dan dari mana peran intelektual itu akan dimulai, itu menjadi tugas kita bersama untuk merumuskannya. Cukuplah garis besar penyampaian ini menjadi patron bahwa menjadi intelektual berarti menjadi orang yang melakukan pilihan dan tidak pernah netral dalam bersikap. Kita semua dituntut untuk menjadi komunitas cendekia yang santun, radikal dan kritis menurut Mansour Fakih, dimana komunitas itu tidak sekedar ‘memberi makna’ terhadap realitas sosial dan meratapinya, melainkan komunitas yang ikut menciptakan sejarah dengan membangun gerakan pemikiran dan kesadaran kritis unutk memberi makna masa depannya sendiri. Inilah para ulul albab.


Kasman Daeng Matutu
23 Februari 2010

Senin, 22 Februari 2010

Vancouver Protest against 2010 Winter Olympic Games - Hudson Bay´s Windows Smashed

MEMBELA BLACK BLOC: SEBUAH KOMUNIKE DARI PARA PENENTANG OLIMPIADE




14 Februari 2010 – Vancouver, Coast Salish Territories


Pada tanggal 12 dan 13 Februari 2010, ribuan orang datang dengan berani melawan negara polisi Olimpiade 2010 dan perusahaan yang telah melakukan penjarahan lahan dan semakin memperdalam kemiskinan. Kami menulis pernyataan ini sebagai peserta dan organiser kehadiran black bloc pada peristiwa yang dikenal sebagai "Take Back Our City" dan "2010 Heart Attack."

Pada 12 Februari, Kepolisian Vancouver mencoba meredakan kami dengan kekuatan polisi berkuda. Keesokan harinya selama 2010 Heart Attack, polisi anti huru hara dikerahkan dengan bersenjatakan senapan serbu karabin M4. Mereka mengklaim bahwa ini adalah tindakan yang perlu dilakukan untuk menghentikan parade yang dapat "membahayakan keselamatan umum"-tapi satu-satunya ancaman terhadap keselamatan publik justru di tangan mereka sendiri. Peserta dalam demonstrasi hanya melakukan serangan strategis terhadap perusahaan-perusahaan yang mensponsori Olimpiade dan tidak membahayakan atau menyerang para pengamat.

Media sekarang lebih sibuk mencela kekerasan politik dari penghancuran properti, seperti perusakan jendela Perusahaan Hudson's Bay, seolah-olah itu adalah satu-satunya tindak kekerasan yang terjadi di kota ini. Mereka lupa bahwa kekerasan ekonomi terjadi setiap hari di Vancouver. Orang-orang menderita dan mati dengan alasan-alasan yang harusnya dapat dicegah karena ternyata kesejahteraan tak cukup untuk membayar sewa, makanan atau obat-obatan, dan karena pemerintah secara rutin mengabaikan kondisi darurat medis bagi mereka yang miskin atau individu tunawisma. Kekerasan ekonomi ini menjadi lebih buruk ketika kita harus kehilangan perumahan dan pelayanan sosial karena Olimpiade. Sebagai tanggapan terhadap serangan ini, ribuan orang turun ke jalan, dan ratusan orang bergabung dengan apa yang dikenal sebagai black bloc.

Black Bloc bukan organisasi formal, ia tidak memiliki kepemimpinan, keanggotaan atau kantor. Sebaliknya, black bloc adalah taktik: ini adalah sesuatu yang orang *lakukan* dalam rangka untuk mencapai tujuan spesifik. Dengan mengenakan pakaian hitam dan menutupi wajah, black bloc memungkinkan perlindungan yang lebih kepada mereka yang memilih untuk secara aktif membela diri. Mayoritas orang yang terlibat dalam blok hitam tidak ikut serta dalam penghancuran properti. Namun, dengan turut menutup wajah, mereka mengungkapkan solidaritas dengan mereka yang memilih terlibat aksi langsung otonom terhadap perusahaan-perusahaan, penguasa dan politisi yang menyatakan perang terhadap komunitas kita.

Partisipasi dalam black bloc adalah tindakan yang penuh keberanian. Dengan hanya pakaian di punggung dan penutup muka di wajah, kami turun ke jalan melawan pasukan kepolisian terbesar yang pernah ada dalam "masa damai" di Kanada. Dilindungi hanya oleh kain hitam dan dukungan dari kawan-kawan kami, kami berdiri di depan polisi anti huru-hara yang bersenjatakan senapan serbu, pistol dan pentungan.

Kami telah membuktikan bahwa "keamanan" senilai 1 miliar dollar tidak dapat mencegah kami dari menyumbat jantung kota Vancouver dan merusak pesta 100.000 orang --dan dapat lolos dengan itu semua.

Anda tidak pernah tahu siapa saja yang bersama black bloc akhir pekan ini, tetapi Anda telah mengenal kami. Kami adalah orang-orang yang mengorganisir komunitas potlucks (berbagi dan makan bersama), yang menari selama festival jalanan, yang membuat pertunjukan seni, mempertahankan tanah, membangun koperasi, bersepeda dan berkumpul ditaman-taman. Ketika kami memakai pakaian hitam kami, kami bukan ancaman bagi Anda, tapi bagi pare elit.

Siapa pun Anda, suatu hari Anda akan bergabung dengan kami. Selama pemerintah dan korporasi masih menyerang komunitas kita, kita akan bertahan --dan itu artinya menyerang.



Info selanjutnya:
www.katalis.tk

Senin, 08 Februari 2010

Serikat Nelayan Tradisional: Wawancara dengan Kadjidin


Kabar dari Garis Depan
Melokalisasi Perjuangan Global Melawan Neo-Liberal


Apa yang mendasari atau mendorong lahirnya organisasi SNT?
Cerita singkatnya, PENGGUSURAN…, dengan alasan pemukiman ilegal dan normalisasi kali oleh Pemerintah Provinsi DKI pada beberapa wilayah termasuk Kali Adem ini membuktikan bahwa pola penanganan kasus pemukiman ilegal atau rumah liar tidak pernah berubah dari tahun ke tahun.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI seperti kehilangan pijakan untuk mencari solusi dalam menangani pemukiman ilegal, kecuali dengan menggusur paksa atau melalui pemberian santunan dana kerohiman. Penggusuran pemukiman seakan menjadi bukti, Pemprov DKI gagal melakukan transformasi kebijakan dalam menyusun standar normatif menata Jakarta.

Kegagalan transformasi kebijakan itu disebabkan tingginya jumlah kelompok urban yang masuk ke Jakarta dan tidak tersedianya ruang yang memadai untuk menampung pendatang yang semakin meningkat setiap tahunnya. Kepadatan akan mudah menghasilkan konflik kepentingan. Hal ini disebabkan keterbatasan lahan untuk tempat tinggal maupun untuk berusaha. Tuntutan untuk tetap bertahan dan bisa sekedar dapat hidup serta berusaha akan membenturkan para pendatang baru dengan tata aturan baku perihal penataan kota melalui penertiban, khususnya Peraturan Daerah No. 11/1998 tentang Ketertiban Umum.

Pendatang yang sudah bertekad untuk tetap bertahan dan berusaha di Jakarta mengharuskan mereka mampu mempersiapkan tempat tinggal dari “tipe ala kadarnya”, tipe kontrakan, hingga “tipe ala Eropa” bagi yang mampu. Kebutuhan rumah untuk tinggal dan usaha menjadikan persoalan lahan untuk tempat tinggal sebagai persoalan tersulit yang dihadapi.

Persoalan bagi Pemprov DKI saat ini adalah bagaimana menata 12 juta penduduknya yang sebagian besar merupakan penduduk pendatang, dimana 60 hingga 70 persen tinggal di kawasan pemukiman padat, resmi maupun ilegal. Fenomena penggusuran pemukiman liar/ilegal inilah yang menjadi akar kontradiksi permasalahn sosial yang berlarut saat ini. Penggusuran tampaknya bukanlah solusi dari hasil tindakan bijak yang terencana, melainkan hasil akumulasi kegagalan dalam menerapkan aturan hukum dan tata aturan normatif dalam merencanakan atau menata lingkungan perkotaan.

Untuk mengurangi jumlah pendatang tinggal dan menetap di Jakarta, pemberian KTP hanya diberikan bagi warga pendatang yang memiliki pekerjaan tetap dan tempat tinggal. Selain itu, Pemprov DKI juga tidak memberikan bantuan program kesehatan, pendidikan, dan kemiskinan. Bagi warga yang tidak memiliki syarat administrasi kependudukan dan status tempat tinggal pasti, Pemprov DKI kemudian melakukan penggusuran dengan berlindung atas dasar menegakkan aturan.

Kontorversi dari sisi kemanusiaan tidak pernah menyurutkan aparat ketentraman dan ketertiban dan kepolisian tidak pernah ragu untuk terus melakukan penggusuran di beberapa lokasi di wilayah Jakarta.

Terdapat proses ketidakadilan dalam permasalahan penggusuran, mengingat warga telah kehilangan aset ekonomi rumah tangga akibat ketidaktahuan mereka terhadap hukum, keterbatasan pendidikan dan ekonomi, serta tidak berjalannya upaya pencegahan melalui aturan normatif untuk melindungi mereka sebelumnya dari usaha penipuan yang dilakukan pihak-pihak tertentu. Stigma sebagai pihak yang salah dan melanggar aturan yang telah dijatuhkan Pemprov DKI tidak mampu menghadirkan solidaritas sosial, kecuali perasaan simpati dan prihatin. Tindakan preventif sebelum penggusuran melalui sosialisasi dan pengawasan dari lingkungan kelurahan setempat serta para pemilik lahan cenderung terlambat dan jarang dilakukan. Dengan demikian, penuntasan masalah selalu dilakukan sesudah kondisi di lapangan semakin padat dan kompleks dengan persoalan baru.

Persoalan yang lain ialah pada saat itu beberapa nelayan juga mulai menggunakan metode pukat harimau, metode itu kami tentang karena ia dapat menyebabkan rusaknya ekosistem dan biota laut. Tapi anehnya kelakuan nelayan ini malah oleh pemerintah pada saat itu dilegalkan. Dari sana kami beranjak pikir karena pemerintah tidak merespon maka lebih baik kami memulai perjuangan penderitaan kami dengan cara kami sendiri. Cara yang kami maksud disini adalah dengan cara mengorganisasikan diri kami melalui sebuah organisasi, Kami memulai kongres dalam kerangka membentuk organisasi pada tahun 2000 dengan dihadiri oleh 2000 orang nelayan.

Apa cita-cita politik ke depan?
Cita-cita kami sangat sederhana, kami hanya ingin mendapatkan status sosial yang lebih bermartabat sebagai seorang manusia. Juga kami memandang bahwa persoalan kesejahteraan sosial menjadi sebuah cita-cita untuk mewujudkan masyarakat yang berdaulat sampai terjadi perubahan system. Ya istilahnya Revolusi. Tapi kami lebih menitik beratkan pada membangun kesadaran sosial dan politik melalui aksi massa. Saat ini kami melihat bahwa persoalan nelayan ini jarang dilihat simpatik oleh masyarakat. Masyarakat kota tidak akan tahu seberapa menderitanya seorang nelayan. Tapi kami tidak menyalahkan nasib, kami hanya menginginkan perubahan untuk menjadi lebih baik.

Bagaimana pola pengorganisasian di SNT?
Kami mengorganisasikan persoalan yang ada di tengah masyarakat. Bagi kami saat ini persoalan terbesar adalah terkikisnya identitas manusia secara hakikat oleh makhluk yang bernama globalisasi. Bayangkan globalisasi mewujud dalam bentuk sinetron misalkan, sampai-sampai tanpa disadari membentuk suatu sikap keseharian. Disisi lain secara ekonomi atau politik pada akhirnya kita harus mengakui kekuatan globalisasi.

Dan di sisi lain menyerah adalah suatu pantangan pada akhirnya perjuangan kami hanya ditujukan untuk meraih kemenangan kecil saja. Tentunya kami harus mulai dengan melihat kondisi obyektif dari masyarakat nelayan sesungguhnya. Karena masyarakat nelayan ini kan terbagi jadi beberapa kelas sosial seperti ada nelayan juragan: mereka ini bermodal besar, perahu atau alat produksi milik sendiri terus keuntungan pun untuk sendiri. Ada yang disebut nelayan juru mudi: mereka adalah pengelola kapal istilahnya menggolangkan kapal juragan dengan system 50-50. Dan kelas yang paling rendah adalah nelayan ABK (Anak Buah Kapal): mereka adalah buruh, bisa dipecat kapan saja, tidak diupah tapi sistem bagi hasil, nah yang paling parah adalah mereka itu tidak tergolong dalam pekerja atau buruh yang dilindungi undang-undang.

Seperti apakah struktur Organisasi SNT?
Standar kalau masalah struktur seperti ketua umum, ketua I, ketua harian, ada sekjen, bendahara, humas, satgas, teknisi, pendidikan dan konsumsi. Pertemuan organisasi kami berlangsung pada saat hari-hari besar.

Bagaimana organisasi SNT memodali operasionalnya?
Kami menerapkan iuran wajib sejumlah Rp. 2000/bulan, kami juga berusaha untuk mendapatkan bantuan dari Departemen Kelautan berupa pinjaman 2 unit perahu. Dari perahu inilah kami saat ini mulai mengembangkan sayap permodalan kolektif untuk organisasi. Saat ini kami sedang melakukan program budidaya rumput laut dan pengelolaan hasil laut. Kami percaya juga saat ini kami berusaha untuk lebih mandiri dalam membangun ekonomi organisasi.



Buklet Apokalips
http://www.apokalips.org/

Get Your TAROT Reading