Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Jumat, 23 April 2010

KATAKAN DENGAN KARBON



Oleh: Alisa Dita Manimpian

”We are critically impoverished as human beings if the the best we can come up with is money as mediator of our relations ship with the non-human world” (Radical Antropology #3)

Perasaan cinta konon disimbolkan dengan bunga. Maka lahirlah ungkapan ‘katakan dengan bunga’. Lalu bagaimana dengan perasaan cinta terhadap alam? Bentuk kecintaan ini dulunya diungkapkan dengan menanam pohon, menjaga kawasan konservasi, pendidikan lingkungan dan bertualang di alam bebas. Tapi kini, tradisi baru dibangun oleh kapitalisme untuk mewadahi perasaan cinta terhadap bumi, alam atau lingkungan. Sebuah hal yang ada dalam ungkapan “Katakan dengan karbon…”

Sebagai bentuk molekul CO2 karbon memiliki fungsi penting dalam perubahan iklim dewasa ini. Dari sebuah senyawa berbahaya bagi atmosfer, karbon kini dijadikan instrumen yang bernilai ekonomi. Dengan karbon, dalih penyelamatan digunakan negara dan korporasi dalam memanipulasi persoalan iklim. Hal ini tak lepas dari perjalanan panjang pertemuan demi pertemuan tingkat dunia, hingga melahirkan skenario global yang dielu-elukan sebagai solusi penyelamatan bumi.

Pertemuan-pertemuan tersebut dilangsungkan hampir setiap tahun yang pada mulanya untuk merespon hasil riset Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 1990. Penelitian itu menyebutkan tentang meningkatnya emisi gas di atmosfer. Sebelum revolusi industri, emisi gas hanya berkisar 580 ribu ton dan sekarang telah mencapai 750 ribu ton. Ini adalah jumlah tertinggi dalam seribu tahun terakhir.

Pertemuan demi pertemuan tersebut diawali dari Konferensi Tingkat Tinggi KTT Bumi tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil hingga terbentuknya Conference of the Parties (COP) untuk mendorong upaya mereduksi emis gas rumah kaca. Pada COP 3 tahun 1997 di Jepang, sebuah aturan yang mengikat negara-negara industri untuk mengurangi emisi gasnya –Protokol Kyoto, disahkan. Namun sebagaimana biasanya, segala ketetapan yang lahir dari jejak panjang forum iklim global hingga COP 15 di Copenhagen Denmark, semakin menjauh dari kampanye awalnya. Bukanlah untuk mengurangi emisi karbon, melainkan justru memapankan mekanisme manipulatif yang penuh dengan kalkulasi-kalkulasi profit : perdagangan karbon.

Perdagangan karbon adalah konsep yang menginkorporasikan perubahan iklim ke dalam mekanisme pasar. Ini dilakukan dengan mengakomodasi kepentingan kapital untuk menguasai sumberdaya alam. Skema global ini hanya layak disebut sebagai bisnis lingkungan. Skema-skema tersebut berupa Joint Implement (JI), Clean Mechanism Development (CDM), dan Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD).

Pada skema pertama Joint implementation, perusahaan-perusahaan di negara-negara industri yang terikat kewajiban tersebut dapat saling bekerjasama melalui jual beli karbon. Bila jatah satu perusahaan habis sedangkan masih perlu untuk memproduksi emisi maka kekurangannya dapat dibeli dari perusahaan lain satu negara atau di negara lain. Mekanisme ini dijalankan oleh negara-negara di Uni Eropa, seperti program efisiensi energi di Polandia yang didanai oleh perusahaan Inggris.

Sementara yang kedua adalah Clean Mechanism Development (CDM) yang merupakan program bantuan kepada negara berkembang untuk memperbaiki kualitas udara mereka. Program CDM kini juga meluas menjadi proyek investasi yang dijalankan negara atau perusahaan dengan membuka atau membiayai proyek pengembangan alih teknologi. Hasil dari pengembangan ini akan mendapatkan sertifikat pengurangan emisi (CER) yang dapat digunakan bayaran atas buangan karbon atau dapat dijual kepada perusahaan yang memerlukannya.

Dan yang ketiga adalah Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation (REDD), yakni negara atau perusahaan dapat menyimpan CO2 di hutan milik negara-negara berkembang dengan memelihara atau menanami hutan yang rusak (reforestasi). Perusahaan yang melakukan proyek ini akan diberi tambahan jatah atau kredit karbon bagi industri mereka, sedang negara yang menjalankan akan mendapatkan bantuan dana dari pengelolaan hutannya.

Sangat jelas mekanisme tersebut hanyalah upaya untuk lepas dari pengurangan emisi. Sebaliknya jutru membuka sistem pasar, dimana karbon dapat diperjualbelikan kembali untuk menghasilkan profit. Ini memunculkan kembali terminologi ”kapitalisme hijau”.

Proyek-proyel CDM yang telah berjalan di beberapa negara seperti India, Cina, Guatemala dan Ekuador membuka jalan investasi bagi pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi yang berwajah lingkungan. Stanley Morgan misalnya, perusahaan keuangan dunia ini berinvestasi dengan membangun turbin angin di China dan bendungan Hydropower di Ekuador. Dengan begitu bisa dibayangkan berapa besar keuntungan yang bisa didapatkan dari penjualan karbon dari proyek ini.

Di Indonesia, Perjanjian Jual Beli Karbon Kredit untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi juga telah dikembangkan oleh PLN di beberapa daerah bekerjasama dengan World Bank dan Japan Carbon Fund. Keuntungan PLN dari proyek ini mencapai 40 milyar rupiah. Belum lagi pengembangan energi alternatif seperti biomas atau biofuel dan proyek serupa dimana telah tercatat lebih 2000 proyek, adalah ladang investasi bagi berbagai perusahaan.

Sama halnya dengan proyek REDD, jutaan hektar hutan bak ladang karbon yang mampu menghasilkan milyaran dollar. Beberapa negara industri menjalankan program ini, seperti UN-REDD yang menjalankan proyeknya di sembilan negara atau juga The Forest Carbon Partnership Facility (Fasilitas Kemitraan Karbon Hutan) yang didanai oleh World Bank dan beroperasi di 29 negara. Negara-negara tersebutlah yang menjadi penyerap emisi bagi aktifitas industri di negara maju yang lalu diberi kompensasi sebagai imbalan jasa ekologis. Kita bisa melihat bagaimana fungsi negara dalam menopang sirkulasi capital.

Di Indonesia sendiri, proyek ini atau dalam artian “menjual karbon/hutannya” bisa menyerap keuntungan Rp 34 triliun dari potensi penyerapan karbon dari pengelolaan hutan. Bahkan untuk melegalkan proyek-proyek tersebut, negara memaksimalkan otoritasnya dengan mengeluarkan berbagai aturan untuk memuluskan skema perdagangan karbon ini.

Sedangkan bagi negara industri dari perdagangan karbon justru mendapakan omzet yang jauh lebih besar, Eropa misalnya, omset yang diperoleh mencapai 63 milyar dollar. Secara global jumlah total perdagangan karbon dunia tahun lalu 125 milyar dollar, naik 83% dari tahun sebelumnya dan diperkirakan meningkat menjadi 150 milyar dollar di tahun 2012. Melalui Climate Exchange, karbon dapat diperdagangkan dimana saat ini tersedia 70 juta ton karbon yang bernilai hingga 500 juta dollar. Sangat ironis bahwa di tengah fakta meningkatnya emisi gas di atmosfer, upaya ini sama sekali tidak memperlihatkan adanya proses menghentikan kepulan emisi dari aktivitas industri. Justru sebaliknya, hanya menutupi hal tersebut dengan transaksi yang absurd.

Adakah harapan atas penyelamatan bumi yang terlihat dari mekanisme di atas?

Disinilah terlihat bagaimana negara dan korporasi justru mendorong krisis iklim dan lingkungan menjadi tren pasar. Menyulapnya menjadi seakan-akan sebuah ’solusi’, yang tidak lebih dari sekedar transaksi karbon.

Skema ini sejak awal telah di-setting secara politis melalui forum-forum iklim internasional yang merupakan medium bagi korporasi-korporasi seperti Rio Tinto, Shell, Exxon dan lembaga-lembaga keuangan internasional berunding untuk mengontrol dan memonopoli bumi. Ini sekali lagi diperlihatkan misalnya pada COP 15 Copenhagen kemarin. Hampir di seluruh dunia sumber kekayaan bumi telah dikuasai korporasi yang beriringan dengan lembaga-lembaga keuangan dunia seperti World Bank, termasuk lembaga-lembaga swadaya seperti The Greenhouse Office, Winrock International, World Resource Institute, Ecosecurities, The Nature Conservancy, WWF, dan seterusnya.

Sesungguhnya tak ada yang baru dengan sistem berbasis kapital yang telah berjalan sejak lama ini. Jika pun ada yang baru hanyalah balutan “penyelamatan iklim’, dimana segalanya menjadi rasional dan tidak bisa ditolak karena menjadi kesepakatan antar negara-negara.

Persoalan lingkungan kini telah mulai menarik perhatian masyarakat dunia dan lantas melahirkan generasi-generasi ‘hijau’. Ini tidak lepas dari fakta-fakta krisis berupa pencemaran, kerusakan hutan, perubahan iklim yang membuka banyak mata dan merespon tindakan- tindakan penyelamatan. Tetapi luput dari semua itu, bentuk naif mekanisme “perdagangan karbon” tidak pernah dan tidak sekalipun menjelaskan fakta atas dampak ekologi dan sosial yang diakibatkannya.

Baik CDM maupun REDD serta implementasi lainnya adalah jalan bagi kapital untuk terus menguasai sumber daya alam dan memutus akses masyarakat yang sejak lampau telah mengantungkan hidupnya pada alam. Proyek-proyek ini adalah jalan menguasai sungai untuk dijadikan bendungan, menguasai sumbermata air, menguasai hutan untuk menyerap karbon bagi aktivitas industri yang transaksinya sama sekali tidak pernah menjadi milik masyarakat, ataupun juga menguasai lahan pertanian untuk dijadikan ladang biofuel yang menambah daftar panjang krisis pangan di bumi ini. Melupakan Freeport, Inco, Newmont dan perusahaan tambang lain yang setiap hari membuang ribuan ton tailing ke laut, menghabisi sumber alam dan mengusir masyarakat setempat. Begitu pula dengan korporat lokal seperti Lapindo Brantas dan Bosowa Group yang sama buasnya. Hal sama di belahan dunia lain terjadi, Kongo yang kaya akan emas, tembaga, kobalt, kadmium dan produk hutan berakhir dengan konflik dan korban jiwa oleh permainan perusahaan-perusahaan tambang raksasa seperti American Mineral Fields. Atau di Nigeria dimana Royal Dutch Shell dan Exxon Mobil mengambil alih tanah kelompok minoritas untuk pertambangan minyak. Perang atas sumberdaya alam terus terjadi, segalanya bertujuan agar kapital terus beranak.

Tentu tak ada lagi harapan dari seluruh skema kapital melalui korporasi dan negara menyelesaikan persoalan dan krisis iklim dengan kebohongan “perdagangan karbon”. Negara bagaimanapun bentuknya tak akan pernah membuka jalan itu.

Walau demikian, tentu masih ada harapan dari kekuatan tanding yang lahir dan bertahan dari sistem yang ekploitatif ini. Harapan ini adalah dari mereka yang berani berperang dan bertaruh nyawa untuk mempertahankan sumber kehidupannya. Mereka yang melingkarkan tubuhnya di pepohonan untuk menolak secara langsung penebangan pohon, mereka yang mempertahankan tanah leluhurnya untuk dijadikan tambang dan sumber perusakan, atau mereka yang melakukan sabotase pada alat kerja korporasi. Mereka yang tahu titik tepat untuk menyerang demi sebuah hidup penuh makna seperti sediakala kehidupan bermula.

Karena cinta yang nyata ditelan oleh tren kapitalisme hijau dan perdagangan karbon. Sedangkan masa depan bumi hanya ada pada cinta yang berbahaya bagi sistem dan peradaban ini!

source : http://kontinum.org/2010/02/katakan-dengan-karbon/

Tidak ada komentar:

Get Your TAROT Reading