Selamat Datang! | Welcome!

DALAM WAKTU YANG SEMAKIN MENDESAK UNTUK TRANSFORMASI MIMPI, DIMANA RUANG-RUANG HIDUP SUDAH SEDIKIT TERSISA UNTUK KAMI MENGKREASIKAN MIMPI. DIMANA RUANG-RUANG HIDUP BUKAN LAGI BEBAS BERBICARA TENTANG MIMPI SETIAP INDIVIDU, BEBAS MEMILIH JALAN BUDAYA-PERADABAN UNTUK SETIAP KOMUNI, NAMUN SUDAH PENUH DENGAN MIMPI-MIMPI MASSAL DAN JALAN HIDUP BUDAYA-PERADABAN MASSAL DALAM BINGKAI PERBUDAKAN MANUSIA.

IDEOLOGI, PEMERINTAHAN, PASAR, KORPORASI, STRUKTUR HIDUP DALAM SEJARAH TERCIPTA MASIH BELUM MAMPU MEMBEBASKAN MANUSIA DI ATAS ALAM YANG NETRAL INI, MAKA UPAYA-UPAYA UNTUK MENCIPTAKAN RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS ALAM INI ADALAH UPAYA PEMBEBASAN INDIVIDU MANUSIA.

INDIVIDU BUKANLAH APA YANG IA PAKAI, APA YANG IA KENDARAI, APA YANG IA PERCAYAI. INDIVIDU BUKANLAH SETIAP MASALAH-MASALAH YANG MELEKAT PADA DIRINYA, LABEL-LABEL YANG DIBERIKAN KELUARGA DAN LINGKUNGANNYA. INDIVIDU ADALAH ENERGI INDEPENDEN DALAM KETAKDEFINISIAN YANG MAMPU MEMBERIKAN API KEHIDUPAN KEPADA ALAM, DIMANA ENERGI TERSEBUT JUGA BERASAL DARI API KEHIDUPAN ALAM DAN INI DINAMAI DENGAN SPIRIT.

MAKA PEMBEBASAN SPIRIT AKAN MEMBEBASKAN DUNIA, ADALAH VITAL UNTUK MENGHANCURKAN RUANG-RUANG YANG MENDESAK. PERANG TERHADAP MANIPULASI INFORMASI, HARAPAN-HARAPAN PALSU, DAN SEGALA STRUKTUR YANG MELEMAHKAN INDIVIDU DAN MEMBANGUN KEMBALI RUANG-RUANG BEBAS DI ATAS KEHANCURANNYA SAMBIL MEMELIHARA DAN MENGEMBANGKAN RUANG-RUANG BEBAS YANG SUDAH TERCIPTA.

SUDAH SAATNYA BEBASKAN SPIRITMU MAKA KAMU MEMBEBASKAN DUNIAMU! ANGKAT BERPERANG KARENA INI ADALAH MEDAN PERTEMPURAN & PERTARUNGAN SPIRITUALITAS!


FREE SPIRIT-FREE WORLD
AQUARIAN
aquarian.free@gmail.com

Kunjungi Pustaka Online Aquarian

QUOTES FOR LIFE TRANSFORMATION

Rabu, 18 Maret 2009

RUU APP: FOBIA SEKSUAL PARA ULAMA DAN BIROKRAT ISLAM (part 3)

Legitimasi untuk Menginvasi Ruang-Ruang Privat Terakhir


"It's because the real threats to Indonesia's fragile morality, particulary corrupt officials, are too dangerous to attack.”
—Inul Daratista, dalam interview dengan majalah Time.


Seperti telah diterangkan sebelumnya, seks seringkali dinilai sebagai sebuah urusan libido dan tubuh, yang pada gilirannya justru memperbudak tubuh dan gairah manusia sendiri. Sebelum meletusnya revolusi seksual, seks difragmentasikan sebagai sekedar aktifitas prokreasi yang jelas memenjarakan gairah dan kenikmatan yang dihadirkan, dan ia juga menjadi alasan untuk menghakimi tubuh. Seks terasing dari tubuh. Seks menjadi sesuatu yang tabu. Seks menjadi sebuah praktek yang disertai ketakutan dan perasaan bersalah.

Harus diakui, agama setidaknya ikut bersalah dalam fragmentasi seks. Agama yang merayakan keberadaan seks semestinya tidak memusuhi seks, menerima seksualitas dalam segala aspeknya, termasuk ketubuhannya. Hal ini yang sepertinya tidak dapat diterima oleh para ulama dan birokrat Islam, apabila tidak bisa dibilang bahwa ini adalah penyakit yang diderita oleh para ulama dalam MUI. Mereka memandang bahwa semakin mereka merendahkan seks demi alasan rohani, semakin mereka menjadi suci. Padahal kesucian tidak terjadi karena seseorang merepresi gairahnya sendiri, yang ada hanyalah represi yang kemudian ditransformasikan dalam bentuk kebencian terhadap tubuh—yang dalam masyarakat patriarkis seringkali ditargetkan pada tubuh yang dianggap membangkitkan gairah seksual oleh kaum lelaki: tubuh perempuan.

Perhatikan, betapa pasal-pasal dalam RUU APP jelas-jelas menyerang perempuan, memposisikan mereka sebagai sumber “kekotoran” dan segala kehancuran moral—dalam hal ini moralitas Islam. Perempuan dilarang memperlihatkan tubuhnya karena dianggap dapat membangkitkan gairah seks, gairah yang dianggap rendah dan tak suci. Hal ini artinya: tubuh perempuan itu rendah dan tak suci. Perempuan diajarkan untuk membenci tubuhnya sendiri. Di sisi lain, tubuh perempuan lantas diklaim melalui berbagai pembenaran sebagai "milik sang suami". Sebagai sebuah benda kepemilikan, ia tentu bisa diperlakukan dan digunakan kapan saja dengan menempatkan dosa dan hukuman bagi para perempuan yang tak bersedia menyerahkan tubuhnya bagi sang suami. Saat perilaku misogini (membenci perempuan) diadopsi, kebencian itu justru seringkali terletupkan dalam bentuk kekerasan seksual terhadap tubuh perempuan. Perhatikan saja, betapa di Arab Saudi yang merepresi seks melalui beragam aturan hukum dan undang-undangnya justru menjadi salah satu negara di mana kekerasan seksual terhadap perempuan menempati posisi yang tertinggi. Demikian juga Afghanistan di era kediktatoran Taliban yang misoginis.

Itu juga hal yang ironisnya tak mampu ditangkap oleh rata-rata muslimah sendiri. Puluhan muslimah selalu turut unjuk rasa di jalan-jalan menuntut agar pelegalan RUU APP dipercepat sesegera mungkin. Perhatikan ucapan Neno Warisman mengenai RUU APP yang belum lama berselang, "RUU ini bagus karena berguna bagi anak-anak dan generasi mendatang yang selama ini selalu digempur oleh tayangan-tayangan yang berbau porno dan membangkitkan syahwat. Maka saran saya adalah agar mereka yang selama ini gencar melakukan penolakan, tolonglah agar mereka memahami betul isi pasal-pasal RUU itu."

Jelas, komentar tersebut adalah komentar dari seorang yang imbisil, seperti yang rata-rata diderita oleh para selebriti yang eksibisionis.

Ia, seperti juga para pendukungnya yang lain, sekedar melihat RUU APP dalam kacamata moralitas Islam. Hal yang lebih mengerikan dari RUU tersebut seperti bagaimana ia bisa mendapatkan legalitas untuk menyerang siapa saja yang memiliki keyakinan berbeda. Dan mereka telah menyatakan diri mereka sendiri sebagai seorang yang secara intelektual tak mampu melihat problematika yang ada di balik fenomena maraknya pornografi dan pornoaksi (yang sebenarnya sebuah terminologi mengada-ada yang tak terdapat dalam kamus apa pun—sesuatu yang makin membuktikan bahwa mereka tak lebih dari sekedar makhluk imbisil).

Problematika fragmentasi seksual yang membuat seks menjadi teralienasi dengan hidup itu sendirilah yang seharusnya dipahami dan dicari solusinya. Sekedar menyerang seks sebagai sebuah gairah kebinatangan (seperti yang selalu dilakukan oleh media massa, di mana di satu sisi seks dieksploitasi habis-habisan, di sisi lain gairah seks dianggap rendah seperti dengan seringnya kata itu diganti dengan "gairah kebinatangan", atau "nafsu purba" yang selalu berkonotasi merendahkan) tak akan membawa ke mana-mana selain justru mengasingkan dan merendahkan diri mereka sendiri. Abad pertengahan telah memperlihatkan pada kita semua tentang hal demikian, belum lagi negara-negara yang mengaku menerapkan syariat Islam dengan membenarkan sikap misoginisme mereka, juga Perda kota Tangerang yang mulai memangsa korban-korban perempuan.

Dalam kasus demikian, dengan alasan apa pun, penerapan aturan demikian hanya akan menyerang semua orang, dengan korban pertamanya adalah perempuan, anak-anak dan mereka yang miskin. Perempuan yang terpaksa bekerja sekedar untuk bertahan hidup di bawah kepungan rezim ekonomi yang semakin represif, yang melakukan segala cara yang dianggap mungkin demi menghidupi anak-anaknya, adalah target-target pertama. Setelah mereka, tentu saja, anak-anak para perempuan itulah yang menjadi korban selanjutnya. Dan itu semua hanya akan dialami oleh mereka yang miskin. Dan pada gilirannya, laki-laki juga akan menjadi korban akibat pelimpahan berbagai tanggung jawab yang seharusnya dapat dibagi bersama partner perempuannya.

Maka jelas, para pendukung RUU APP hanyalah kelas menengah ke atas yang dapat dengan seenaknya menyalahkan seseorang atas hidup yang dijalaninya, tanpa mampu memahami mengapa hidup berjalan seperti ini. Ia mengenakan kedok Islam untuk mendapatkan legalitas dan dukungan publik, melibas seluruh kekuatan yang berseberangan dengannya—termasuk kekuatan-kekuatan Islam sendiri. RUU APP hanyalah sebuah usaha negara dan kelompok dominan yang kebetulan Islam, untuk mendominasi individu-individu di dalamnya hingga ke ruang-ruang yang paling privat. Seperti novel terkenal George Orwell, 1984, di mana ruang-ruang privat tidak lolos dari cengkeraman negara. Manusia kehilangan kebebasannya, hingga ke pelosok yang terdalamnya.

Selamat, kita sedang menuju sebuah negara totaliter dengan Big Brother yang bernama MUI, beserta barisan tentaranya yang bernama FPI.


http://katalis.tk/

Tidak ada komentar:

Get Your TAROT Reading